DETAIL.ID, Muaro Jambi – Selain tak rapi dan dikerjakan terburu-buru, sebuah proyek jembatan di Desa Kemingking Dalam, Kabupaten Muaro Jambi terancam takkan selesai tepat waktu. Padahal, anggarannya yang bersumber dari APBD 2017 Kabupaten Muaro Jambi itu lumayan gede, mencapai Rp2,9 miliar.
Akibat keterlambatan pembangunan jembatan ini menyebabkan mobilisasi barang dan jasa tentu saja terhambat dan macet. Pelaksana pekerjaan pun ngeyel! Mereka tak punya inisiatif bikin jembatan pengganti sementara sebagai jalan alternatif kendaraan roda empat.
Ketua Sahabat PUPR (SAPRIN) Provinsi Jambi, Dasril Dusky mengatakan seharusnya selama masa pembangunan jembatan baru sambil membongkar jembatan lama, mestinya dibikin jembatan darurat.
“Kenyataannya tidak. Jembatan darurat yang dibuat hanya buat pejalan kaki,” katanya kepada detail, Rabu (27/12/2017) siang.
Dasril menjelaskan, terkait dana pembangunan jembatan darurat ini diduga tertuang dalam satuan kontrak pekerjaan, namun kenapa tidak dilaksanakan? Prinsip pembangunan jembatan tidak boleh memutus akses jalan karena terkait layanan umum.
“Jembatan darurat merupakan pengganti sementara dari jembatan yang dibangun digunakan masyarakat sebagai akses jalan penghubung harus dibangun, bukan malah bikin jembatan darurat buat pejalan kaki,” ujarnya.
Selain itu, kata Dasril pekerjaan yang berlokasi di Jalan Raya Kemingking RT 02, Desa Kemingking Dalam, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi itu, pencetakan pada betonnya banyak titik yang keropos mirip sarang lebah. “Penyebabnya, bekisting dibikin asal jadi,” Dasril menjelaskan.
Belum lagi, item pekerjaan abutment (dudukan jembatan) yang dilaksanakan tidak sesuai dengan ketentuan sehingga saat ini posisi gelagar bawah menggantung/diganjal pipa besi 4 inci. Kemudian, besi-besi tulangan diduga terjadi penyimpangan kualitas dan kuantitasnya baik dari segi diameter maupun kualitas besi.
“Begitu juga dengan kualitas beton secara keseluruhan ditengarai tidak memenuhi standar kekuatan berdasarkan kekuatan analisis beton yang ditentukan,” katanya.
Demikian juga halnya pelaksanaan campuran beton, terangnya, hanya dilaksanakan menggunakan molen/concrete mixer biasa. Artinya konsistensi kualitas beton diduga tidak sesuai dengan analisa Design Mix Formula (DMF) ataupun Job Mix Formula (JMF). “Jadi harus memiliki standar analisis beton artinya bila standar ini tidak dilakukan ada kekhawatiran kegagalan konstruksi terjadi,” kata Dasril.
Lalu, proses pemadatan oprit (jalan penghubung jembatan) dikerjakan hanya menggunakan Hand Campactor dengan kemampuan rendah sehingga dapat diprediksi dalam waktu singkat akan terjadi penurunan (seattle). “Penurunan oprit bisa saja terjadi ketika pemadatan yang dilakukan tidak maksimal kemudian dijumpai tanah timbunan mengandung tanah liat karena persyaratan untuk timbunan oprit haruslah menggunakan urukan pilihan. Pakai tanah yang kandungan lumpurnya rendah,” ujarnya.
Kemudian pada banyak titik pekerjaan beton hasilnya buruk yang saat ini ditutup plester untuk menimbulkan kesan visualnya bagus dan rapi dan pekerjaan railing/pagar menggunakan pipa besi yang tipis.
“Serta pembersihan lokasi pada tiang-tiang bulian lama tidak dicabut akibatnya akan menahan air dari kotoran. Artinya sia-sia material jembatan kayu lama tidak dibersihkan sementara pekerjaan ini dibayar,” kata Dasril. (DE 01/DE 02)
Discussion about this post