No Result
View All Result
KONTAK
Bicara Apa Adanya
REDAKSI
  • ADVERTORIAL
  • Media Partner
  • DAERAH
  • LINGKUNGAN
  • NASIONAL
  • NIAGA
  • OPINI
  • PENJURU
  • PERISTIWA
  • PERKARA
  • SIASAT
  • TEMPIAS
  • TEMUAN
  • ADVERTORIAL
  • Media Partner
  • DAERAH
  • LINGKUNGAN
  • NASIONAL
  • NIAGA
  • OPINI
  • PENJURU
  • PERISTIWA
  • PERKARA
  • SIASAT
  • TEMPIAS
  • TEMUAN
No Result
View All Result
Bicara Apa Adanya
ADVERTORIAL DAERAH LINGKUNGAN NASIONAL NIAGA OPINI PENJURU PERISTIWA PERKARA SIASAT TEMPIAS TEMUAN
Home NASIONAL

Sertifikasi Tanah Komunal: Antara Regulasi dan Relevansi di Level Lapangan

by JOGI
Oktober 5, 2018
A A
Sertifikasi Tanah Komunal: Antara Regulasi dan Relevansi di Level Lapangan
54
VIEWS
ShareTweetSendScan

DETAIL.ID, Padang – Sumatra Barat telah memulai sertifikasi tanah komunal. Perlu pengujian lebih mendalam untuk menemukan praktik lapangan dan model-model pengelolaan tanah ulayat. Hal ini penting guna memperbaiki mekanisme dan regulasi di level nasional.

ArtikelTerkait

Ini Ancaman Sanksi Jika Tetap Nekat Mudik

Ini Ancaman Sanksi Jika Tetap Nekat Mudik

April 18, 2021
IDI: Vaksin Nusantara Jangan Hanya Bermodal Nasionalisme

IDI: Vaksin Nusantara Jangan Hanya Bermodal Nasionalisme

April 17, 2021
Kepala BPOM RI soal Vaksin Nusantara: Saya Tak Mau Komentar Lagi

Kepala BPOM RI soal Vaksin Nusantara: Saya Tak Mau Komentar Lagi

April 16, 2021
Vaksin Nusantara Ditolak BPOM tapi Sudah Disuntikan ke Aburizal Bakrie

Vaksin Nusantara Ditolak BPOM tapi Sudah Disuntikan ke Aburizal Bakrie

April 16, 2021

Proses sertifikat tanah komunal sudah dilaksanakan di Sumatera Barat melalui Badan Pertanahan Nasional. Tapi diperlukan upaya perbaikan peraturan khusus tentang pengelolaan atas tanah ulayat untuk masyarakat hukum adat.

Hal tersebut disampaikan Senior Advokat AsM Law Office untuk Bisnis dan Hak Asasi Manusia (HAM), Andiko Sutan Mancayo SH, MH pada diseminasi uji kelayakan sertifikat komunal di Sumatera Barat belum lama ini. Menurutnya, praktik ini mesti diuji lebih dalam jika akan direplikasi secara nasional.

“Kami menemukan banyak catatan. Sertifikat tanah adat yang ada di Sumbar lebih bersifat privat. Padahal, tanah ada juga yang bersifat publik. Hal tersebut belum diatur secara khusus, atau bahkan belum ada uji coba penyertifikatan,” ucapnya.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional telah mengeluarkan Permen Nomor 10 tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat Dalam Kawasan Tertentu. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan hak komunal adalah hak milik bersama atas tanah suatu masyarakat hukum adat atau hak milik masyarakat di suatu kawasan tertentu.

“Permen yang ada sekarang, tidak secara konkret memfasilitasi beragamnya subjek atau unit sosial masyarakat adat yang memiliki tanah komunal. Peraturan Menteri ini bahkan masih berdimensi privat. Tantangan di tingkat nasional justru menentukan subjek pengakuan dan level unit sosialnya,” kata Andiko.

Situasi inilah yang menyebabkan banyaknya konflik, baik antara masyarakat adat dengan pemerintah, maupun swasta. Hal ini tentu akan membuat sulit semua pihak.

“Dalam tataran yang lebih tinggi, operasionalisasi pengakuan hak masyarakat adat adalah kewajiban konstitusional dan HAM di sisi negara. Sementara di pihak swasta, hal ini adalah kewajiban menghormati hak asasi manusia dalam konteks bisnis dan HAM,” ujarnya.

Hasil Uji Kelayakan yang didiseminasikan pada Kamis (27/9/2018) di Fakultas Hukum Universitas Andalas itu melibatkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Fakultas Hukum Universitas Andalas dan Pusat Kajian Etnografi Hak Komunitas Adat (PUSTAKA), Nagari Institute dengan dukungan Forest Peoples Programe.

Pendiri PUSTAKA, Yando R Zakaria mengatakan, salah satu bentuk pengakuan hak masyarakat adalah pengakuan atas hak-hak politik. Hak itu melekat pada masyarakat adat, termasuk hak untuk menyelenggarakan pemerintahan.

“Dengan pemahaman ini, masyarakat adat mestinya sudah menjadi bagian dari negara. Sebagai entitas politik, maka masyarakat adat juga punya kewenangan untuk menyelenggarakan negara,” kata Yando.

Dalam susunan tata negara sendiri, nomenklatur desa adat sudah diterima sebagai ekspresi pengakuan hak politik. Bahkan, lanjut dia, UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menyebutkan salah satu kewenangan hak asal usul masyarakat hukum adat adalah untuk mengatur dan mengurus hak ulayat masyarakat adat.  Maka mendirikan desa adat adalah jalan keluar pengelolaan tanah adat oleh masyarakat adat itu sendiri.

“Jadi kalau sudah diakomodasi, sertifikat tanah komunal justru sudah tidak relevan lagi, karena sudah diurus sendiri oleh desa adat,” ujarnya. (*)

Tags: HAMLapanganPadang Sumatra BaratRegulasiRelevansiSertifikasi Tanah KomunalTanah Ulayat
Next Post
Moratorium Sawit Menjawab Ancaman Uni Eropa

Moratorium Sawit Menjawab Ancaman Uni Eropa

Komunitas Anak Republik Jambi Dukung Jokowi

Komunitas Anak Republik Jambi Dukung Jokowi

Plt Dirut RSUD Raden Mattaher Digugat ke Pengadilan Negeri Jambi

Plt Dirut RSUD Raden Mattaher Digugat ke Pengadilan Negeri Jambi

Tantangan Indonesia: Bangun Ruang Publik yang Sehat dan Bebas dari Ketakutan

Tantangan Indonesia: Bangun Ruang Publik yang Sehat dan Bebas dari Ketakutan

Pendekatan terhadap Orang Rimba Mesti Terbuka dengan Kultur dan Perkembangannya

Pendekatan terhadap Orang Rimba Mesti Terbuka dengan Kultur dan Perkembangannya

Discussion about this post

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Bicara Apa Adanya

PT MOKSHA MULTI MEDIA

© 2020 Alamat Kantor Detail di Jalan Guru Muchtar, No. 26, RT 09, Kebun Handil, Jelutung, Kota Jambi. Kode pos 36137. Developed by Ara.

  • Detail
  • Hubungi Kami
  • Tim Redaksi
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Company Profile

Media Sosial

No Result
View All Result
  • ADVERTORIAL
  • Media Partner
  • DAERAH
  • LINGKUNGAN
  • NASIONAL
  • NIAGA
  • OPINI
  • PENJURU
  • PERISTIWA
  • PERKARA
  • SIASAT
  • TEMPIAS
  • TEMUAN

PT MOKSHA MULTI MEDIA