Kabupaten ini punya enam pelabuhan tapi pendapatannya justru kecil. Jauh dari target pendapatan yang dijanjikan. Apa saja masalahnya?
DETAIL.ID, Tanjungjabung Timur – Sidang paripurna mendengar Laporan Pelaksanaan Pembangunan (LPP) Kabupaten Tanjungjabung Timur pada Senin, 28 Juni 2021 terpaksa ditunda. Dari jam 11 siang sampai jam setengah empat, Bupati Romi Haryanto dan Sekda Sapril menunggu para anggota dewan. Sayangnya, selama 4,5 jam itu, anggota dewan tak korum. Paripurna ditunda.
Paripurna ini penting, menjawab pertanyaan tiga fraksi terkait beberapa hal. Salah satunya, yang disoal dewan adalah pendapatan dari sektor perhubungan.
Dua bulan lalu, Sekda Sapril telah membacakan Laporan Kerja Pertanggung Jawaban (LKPJ) bupati tahun 2020. Jumlah pendapatan Dinas Perhubungan yang ditargetkan Rp 378.250.000 ternyata hanya terealisasi 21,91 persen atau Rp 82.861.760. Padahal sumber PAD di sektor dinas Perhubungan diperoleh dari 4 sektor, yakni: retribusi parkir, pengujian kendaraan bermotor, pelayanan kepelabuhan dan terminal.
Pelayanan kepelabuhan sendiri mampu menyumbang bisa terbilang baik jika dihitung dari target perolehan yakni 109,52 persen dari target Rp 31.000.000 realisasinya Rp 33.951.760. Namun besaran target ini tergolong sangat kecil jika dibanding di lapangan. Ini, malah menjadi temuan BPK dalam LHP BPK 2020 terkait sistem pelaporan dana retribusinya.
Retribusi Pelayanan Kepelabuhan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas: jasa labuh/jasa tambat, jasa penundaan dan pemanduan dan jasa dermaga.
Objek retribusi pelayanan kepelabuhan adalah pelayanan jasa kepelabuhan, termasuk fasilitas lain di lingkungan pelabuhan yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah.
Tingkat penggunaan jasa retribusi labuh, tunda dan pandu diukur berdasarkan jumlah per Berat Kotor Kapal/Gross Tonnage (GT)/kunjungan, per gerakan, jenis kapal dalam waktu tertentu.
Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi pelayanan kepelabuhan dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagai pengganti investasi, biaya perawatan, biaya penyusutan, biaya angsuran pinjaman, biaya operasional yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa dan biaya administrasi umum.
Dalam penetapan besaran retribusi diatur sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 72 tahun 2017 tentang Jenis, Struktur, Golongan dan Mekanisme Penetapan Tarif Jasa Kepelabuhan.
Pemda Tanjungjabung Timur pun memiliki regulasi berupa Perda Retribusi Nomor 2 tahun 2018 sebagai pengganti Perda Nomor 10 tahun 2012 tentang Retribusi Daerah. Dan retribusi kepelabuhan termaktub dalam pasal 4 yang merupakan jasa usaha di Perda tersebut.
Dijelaskan dalam di Pasal 91 (1) Objek Retribusi Pelayanan Kepelabuhan adalah pelayanan jasa kepelabuhan, termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, meliputi: a. gudang penampungan; b. gedung cold storage; c. kantin; d. doking kapal perikanan; e. crane house dan crane beroda; dan/atau f. tempat parkir.
Lebih lanjut di Pasal 95 (1) Struktur Retribusi Pelayanan Kepelabuhan terdiri dari : a. jasa tambat labuh; b. pas masuk pelabuhan; dan c. jasa fasilitas lainnya.
Sekretaris Dinas Perhubungan Tanjungabung Timur, Rizaldi mengakui retribusi terjadi keterlambatan dan menjadi temuan BPK. Menurutnya, selama ini karena terkendala kondisi geografis biasanya disetor oleh pemungut sebulan sekali ke Bendahara dinas baru disetor Kas Daerah 1×24 jam.
“Saran BPK kita harus tetapkan waktu. Dan itu sudah kita tindaklanjuti dengan keputusan Bupati. Posisi sekarang draf keputusan sudah ditangan bagian hukum untuk ditelaah lebih lanjut. Dengan begitu, kata Rizaldi, ada batasan setoran paling lambat setor ke dinas dan dari dinas sehari (1×24 jam) disetor ke keuangan daerah,” kata Rizaldi kepada waktoe.id pada Selasa, 29 Juni 2021.
Lagi pula, kata Rizaldi, sistem keuangan memang belum mendukung. Jika ditransfer ke rekening sendiri tidak boleh, kalau ditransfer ke Kas Daerah tidak ada Bank Jambi di lokasi. Lalu, bila transfer ke bank lain kena biaya transfer? Biaya dari mana?
Apa pun dalihnya, retribusi kepelabuhan diperkirakan tetap ada kebocoran. Dari laporan dari masyarakat bukan dari jumlah bonggol, tetapi cara lain, seperti kelebihan bayar parkir dan lain-lain. Dijamin mereka tetap bertiket, tidak ada yang berani.
Soal Pelabuhan, ditambahkan Rizaldi, meliputi Mendahara, Kampung Laut, Muara Sabak Barat, Puding, Nipah Panjang dan Sadu. Keenamnya, masuk dalam kategori pelabuhan barang.
Dari 6 pelabuhan tersebut penghasilan retribusinya berbeda-beda. Ia mengatakan pendapatan terbanyak berasal dari Nipah Panjang. “Itu karena dominasi (yang kita tagih), sesuai Permendagri jika memungut apabila ada layanan jasa. Nah kita itu tidak bisa mengambil seluruhnya, seperti bongkar muat tidak bisa dilayani, kita hanya bisa dilayani Labuh Tambat, keluar masuk kendaraan, keluar masuk orang,” ujarnya.
Kenapa Bongkar Muat tidak bisa dilayani? “Karena kita tidak memiliki sarpras-nya. Fasilitas kita enggak ada. Selama ini kapal mandiri, memakai crane sendiri dan cari buruh bongkar sendiri. Apakah PAD bisa ditingkatkan? Bisa,” ucap Rizaldi.
Ia berujar bisa ditingkatkan dengan catatan, bongkar muat disediakan crane. Gudang selama ini ada permintaan tetapi fasilitas tidak mendukung.
“Jika kita memiliki fasilitas, maka bongkar muat bisa ditagih dan proyeksinya bisa menyumbang Rp 20 jutaan. Pelataran parkir, gudang bisa dimaksimalkan di Nipah Panjang dijadikan terminal terpadu, dengan lokasi yang lebar 50 meter itu,” katanya.
Di pelabuhan lain pun seperti di Kuala Jambi, crane, gudang bisa dimaksimalkan karena sudah ada fasilitasnya, tinggal menunggu serah terima. Kemudian, pihaknya yakin melirik 3 pelabuhan yang ada (bongkar muat) Nipah, Sadu, Kuala Jambi jika full fasilitas proyeksi, mereka hanya berani sekitar Rp 75 juta per tahun pendapatan retribusi kepelabuhan.
Menurut Rizaldi, yang menjadi salah satu masalah selama ini belum ada Penyentralan Labuh Tambat. Memang saat ini ada dermaga pemerintah yang bisa dibagi dua, kapal yang panjang di KUPP (Kantor Urusan Penyelenggara Pelabuhan). Tetapi selama ini mereka bongkar di halaman masing-masing.
Meski agak sulit, tuntutan mereka bisa dilakukan, dengan fasilitas dan sarpras yang ada, mulai jalan gudang dan transportasi termasuk jaminan keamanan mereka. “Akses jalan ke KUPP (setelah lokasi pelabuhan Nipah) belum ada dan itu harus jadi prioritas,” ujarnya
Tetapi di sisi lain, ujar Rizaldi, sarpras pelabuhan biaya tidak sedikit. “Dan kita butuh bantuan pusat, seperti Pelabuhan Puding tidak masuk lagi (kondisi lokasi). Kampung laut 7 tahun kita berjuang dan dapat bantuan kementerian,” ucapnya.
Namun setelah panjang lebar Rizal memaparkan semua kendalanya, ujung-ujungnya dia hanya berani menjamin pendapatan dari sektor pelayanan kepelabuhan meningkat 100 persen. Dari capaian sekarang Rp 33.951.760, ia baru berani pasang target menjadi Rp 75 juta.
“Hanya segitu kami maksimalnya,” katanya.
Reporter: Jogi Sirait
Discussion about this post