LINGKUNGAN
ORIK dan LP2LH Ungkap Kejanggalan Dokumen Amdal PT Bangun Energi Perkasa

DETAIL.ID, Tebo – Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Provinsi Jambi, menggelar rapat terbatas perbaikan dokumen Amdal dan RKL-RPL dua perusahaan yang bakal melakukan kegiatan pertambangan batu bara di wilayah Kabupaten Tebo pada Kamis kemarin, 23 September 2021. Dua perusahaan tambang tersebut yakni PT Bangun Energi Perkasa dan PT Batanghari Energi Prima.
Rapat yang digelar secara virtual meeting tersebut, diikuti oleh Dinas ESDM Provinsi Jambi (Bidang Pertambangan), Dinas Kehutanan Provinsi Jambi (Bidang Penyuluhan Hutan, Pemberdayaan Masyarakat dan Hutan Adat), Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jambi, Tim Konsultan Penyusun Amdal dari pihak perusahaan, Ahli Sosiologi Ekonomi dan Budaya, serta sejumlah lembaga lingkungan di antaranya Yayasan Orang Rimbo Kito (ORIK), Lembaga Pemantau Penyelamat Lingkungan Hidup (LP2LH), Pinang Sebatang (Pinse) dan Walhi Jambi.
Dalam rapat terbatas itu, Yayasan ORIK dan LP2LH meminta dilakukan inventarisasi lokasi rencana kegiatan pertambangan PT Bangun Energi Perkasa, di Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, Jambi. Pasalnya, dua lembaga ini menilai banyak kejanggalan yang ditemukan pada dokumen Amdal perusahaan tersebut.
Kejanggalan yang ditemukan di antaranya, dalam dokumen Amdal menyebutkan jika 100 persen warga mendukung atas rencana kegiatan pertambangan perusahaan itu. Sementara fakta yang ada, ada penolakan dari Kepala Desa Muara Kilis dan Masyarakat Hukum Adat Suku Anak Dalam (MHA SAD) kelompok Temenggung Apung yang berada di desa itu.
Tidak itu saja, pihak perusahaan melalui konsultan Pemrakarsa menyatakan di lokasi rencana kegiatan tidak ditemukan (tidak ada) MHA SAD. Alasannya, SAD yang ada dikategorikan sebagai masyarakat biasa karena hidup mereka telah maju dan tidak lagi hidup dengan cara yang seperti dulu.
Yang lebih janggalnya lagi, pembahasan Amdal belum selesai namun Izin Lingkungan dan Keputusan Layak Lingkungan Hidup telah diterbitkan. Hal ini dibenarkan oleh Ketua ORIK, Ahmad Firdaus.
“Untuk dokumen Amdal dan RKL-RPL PT Batanghari Energi Prima sama sekali tidak dibahas dalam rapat kemarin. Tidak tahu juga mengapa tidak dibahas,” kata Firdaus pada Selasa, 28 September 2021.
Firdaus menjelaskan jika di lokasi rencana pertambangan PT Bangun Energi Perkasa terdapat Masyarakat Hukum Adat Suku Anak Dalam (MHA SAD) Kelompok Temenggung Apung. Hal ini dibuktikan dengan Keputusan Bupati Tebo Nomor 330 Tahun 2021.
“Kok beraninya pihak perusahaan mengatakan jika di sana tidak ada SAD. Apa dasar mereka mengatakan itu. Ini kan namanya mengada-ada,” kata Firdaus.
Ditegaskan dia, dokumen lingkungan yang telah disusun perusahaan harus dievaluasi kembali.
“Dalam dokumen AMDAL mereka (perusahaan) tidak ada pembahasan terkait keberadaan MHA SAD. Apakah pihak perusahaan ingin mengorbankan dan menghilangkan MHA SAD di lokasi kegiatan, ini harus dikaji kembali,” ujar Firdaus yang sudah 10 tahun lebih mendampingi SAD di Desa Muara Kilis.
Hal yang sama juga dikatakan Ketua LP2LH, Hary Irawan. Dia menjelaskan, setelah membaca dan menelaah alur rangkaian proses terbitnya izin, diduga ada indikasi mal administrasi dalam kepengurusan izin perusahaan itu.
Di mana, kata Hary, seharusnya Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan (SKKL) yang notabene sebagai dasar keluarnya seluruh izin-izin perusahaan itu, seharusnya diterbitkan setelah dilakukannya rapat finalisasi Amdal.
Namun ungkap dia, yang terjadi justru sebaliknya. SKKL diterbitkan pada bulan Oktober tahun 2020 kemarin, sementara rapat finalisasi Amdal dilakukan di bulan Mei tahun 2021.
“Ini ada apa, bagaimana bisa Pemkab Tebo menerbitkan Keputusan Layak Lingkungan Hidup dan Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan, sementara rapat finalisasi Amdal dilakukan di bulan Mei tahun 2021, dan sekarang dilakukan rapat perbaikan Amdal. Ini sangat aneh,” ujar dia geram.
Dia menjelaskan, berdasarkan dokumen RKL-RPL serta dokumen AMDAL, rencana kegiatan pertambangan batu bara PT Bangun Energi Perkasa (BEP) seluas 3.587 hektare berada di wilayah Desa Sungai Keruh, Kecamatan Tebo Tengah dan Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi.
Menurut Hary, jika rencana kegiatan usaha ini tetap dipaksakan dengan luasan itu, dia khawatir akan menimbulkan konflik sosial baru yang berpotensi bisa membesar, mengingat luasan izin PT Bangun Energi Perkasa masuk ke dalam dua wilayah yaitu Desa Muara Kilis Kecamatan Tengah Ilir dan Desa Sungai Keruh Kecamatan Tebo Tengah.
“Ini sudah saya sampaikan kepada tim Komisi Penilai Amdal Provinsi Jambi saat rapat kemarin,” katanya.
Hary juga mengungkapkan jika pihak perusahaan telah melakukan kegiatan pengeboran di tengah pemukiman MHA SAD Kelompok Tumenggung Apung Desa Muara Kilis. “Ini sangat kami sayangkan. Akibatnya kegiatan pengeboran kemarin, hampir saja terjadi bentrok antara MHA SAD dengan warga sekitar,” ujar Hary.
Kemudian, Hary menduga jika pemrakarsa dalam hal ini konsultan Penyusun Dokumen Amdal dan pihak perusahaan tidak pernah melakukan konsultasi publik ke tempat MHA SAD dan warga masyarakat sekitar. Ini terbukti dengan adanya surat penolakan dari MHA SAD Kelompok Temenggung Apung dan Kades Muara Kilis pun juga ikut menolak.
“Artinya ini kan ada indikasi manipulasi data dan informasi,” ujar Hary dan meminta kepada pihak terkait serta pihak perusahaan agar segera melakukan inventarisasi ke lokasi rencana kegiatan.
“Kita juga minta pihak perusahaan tidak melakukan aktivitas di lokasi sampai dokumen Amdal -nya selesai diperbaiki dan disetujui oleh semua pihak,” ucapnya mengakhiri.
Reporter: Syahrial
LINGKUNGAN
Ketua DPRD Kota Jambi: DPRD Solid, Takkan Mengubah Tata Ruang Demi Stockpile Batu Bara PT SAS

DETAIL.ID, Jambi – Meski perizinannya belum lengkap, PT Sinar Anugerah Sukses (SAS) sudah mulai mengguyur menempatkan sejumlah alat berat lengkap dengan tiang pancang paku buminya di kawasan Aur Kenali, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi.
Issu soal bakal dilanjutkannya pembangunan stockpile batu bara PT SAS pun terus mencuat, sekalipun Pemerintah Kota Jambi menegaskan bahwa belum ada memberikan perizinan.
Terkait aktivitas PT SAS tersebut, Ketua DPRD Kota Jambi Kemas Faried Alfarelly pun kembali mempertegas bahwa DPRD Kota Jambi bersepakat untuk menolak keras rencana stockpile baru bara di kawasan Aur Kenali tersebut.
“Kalau kami sepakat ya. Kemarin waktu reses bersama Pak Cek Endra selaku Komisi 12 DPR RI, kami menolak keras terkait dengan usulan perizinan yang diusulkan oleh PT SAS,” kata Kemas Faried pada Rabu kemarin, 26 Februari 2025.
Ketua DPRD Kota Jambi tersebut menegaskan bahwa Perda Tata Ruang dan Tata Wilayah Kota Jambi sudah jelas, bahwa areal lahan PT SAS di Aur Kenali diperuntukkan bagi permukiman dan pertanian, tidak ada diperuntukkan bagi pertambangan batu bara.
Dia pun memastikan bahwa DPRD Kota Jambi solid, tidak akan ada perubahan RT RW demi meloloskan perizinan stockpile batu bara di kawasan Aur Kenali. Sebab selain mempertimbangkan negatif yang bakal timbul bagi masyarakat sekitar.
Lokasi stockpile PT SAS dinilai berdekatan dengan intake PDAM Aur Duri yang merupakan aset vital yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Lalu bagaimana menghentikan operasional PT SAS yang seolah terus berupaya mewujudkan stockpilenya itu? Soal ini Kemas menyikapi begini.
“Sekarang persoalannya kalau mereka berjalan terus berarti mereka ilegal. Kita kan punya perangka penegak peraturan ada Satpol PP. Nanti kita kolaborasi, harus kolaborasilah dengan pemerintah pusat juga,” ujarnya.
Reporter: Juan Ambarita
LINGKUNGAN
Sembilan Perusahaan Perkebunan di Provinsi Jambi Beroperasi di Kawasan Hutan

DETAIL.ID, Jambi – Sebanyak 436 perusahaan perkebunan sawit dinyatakan beroperasi dalam kawasan hutan. Di Provinsi Jambi, setidaknya terdapat 9 perusahaan sebagaimana tercantum dalam SK Menteri Kehutanan RI Nomor 36 tahun 2025.
Dalam lampiran subjek hukum kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan yang berproses atau ditolak permohonannya di Kementerian Kehutanan.
Perusahaan perkebunan yang beroperasi di Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi yakni PT Indokebun Unggul, grup KPN Plantation tercatat mengajukan permohonan perizinan sebanyak 771 hektare, Seluas 765 hektare di antaranya sedang berproses, dan 6 hektare ditolak.
Kemudian PT Pratama Sawit Mandiri dengan permohonan 116 hektare, berproses 111 hektare, dan 5 hektare ditolak.
Di Kabupaten Muarojambi, ada PT Puri Hijau Lestari dengan permohonan 379 hektare, berproses 393 hektare, ditolak 4 hektare. Selanjutnya PT Muaro Kahuripan Indonesia permohonan 863 hektare, 698 hektare berproses, 165 hektare ditolak dan PT Ricky Kurniawan Kertapersada, permohonan 300 hektare, berproses 267 hektare dan 33 hektare ditolak.
Di wilayah Kabupaten Bungo dan Tebo ada PT Satya Kisma Usaha (Sinarmas Agro) dengan catatan permohonan 105 hektare, 7 hektare berproses dan 98 hektare ditolak.
Selanjutnya, PT Sukses Maju Abadi, group Incasi, permohonan 403 hektare, berproses 324 hektare, ditolak 79 hektare.
Kabupaten Tanjungjabung Barat PT Pradira Mahajana, permohonan 49 hektare dan berproses 49 hektare.
Kabupaten Tanjungjabung Timur juga tercatat 1 perusahaan yakni PT Ladang Sawit Sejahtera group PT Nusantara Sawit Sejahtera Tbk permohonan 51 hektare berproses 51 hektare.
“Penetapan daftar subjek hukum kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam amar kesatu sebagai bahan masukan Kementerian Kehutanan kepada Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan,” demikian bunyi putusan kedua, Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 36 tahun 2025.
Reporter: Juan Ambarita
LINGKUNGAN
Hasil Laboratorium, Sumur Milik Sawal di Dekat Kolam Limbah PT SGN Tak Layak Dikonsumsi

DETAIL.ID, Merangin – Teka-teki hasil laboratorium terhadap sumur milik Sawal yang berada tak jauh dari kolam limbah milik PT Sumber Guna Nabati (SGN) sudah terjawab.
Dasar pengujian sampel air limbah sesuai dengan Permen LH Nomor 5 tahun 2004 pasal 16 ayat 3, dan dasar pengujian air sumur no p.68/MenLhk.setjen/2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, serta Permenkes No 32 tahun 2017.
Dari hasil pengujian sampel yang diambil oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Merangin didapat hasil bahwa sumur milik Sawal dengan hasil PH 3,09 tidak layak konsumsi.
Hal ini berdasarkan hasil uji laboratorium, dengan mengunakan parameter fisika padatan tersuspensi total (TTS), temperatur dan padatan terlarut total dan juga mengunakan parameter kimia seperti PH, BOD, COD dan CL.
“Dari hasil uji laboratorium, dengan menggunakan parameter fisika dan kimia, untuk air sumur milik Sawal tidak layak konsumsi sebab PH airnya 3,09 atau lebih asam jika diminum maka berasa seperti asam air jeruk,” kata Kadis DLH Kabupaten Merangin, Syafrani pada Senin, 13 Januari 2025.
Sementara itu hasil laboratorium di outlet 13 milik PT SGN, terdapat PH air 9,05, BOD 39, COD 188, outlet parit warga diketahui PH airnya 9,7, BOD 24, COD 283. Sementara sampel air yang diambil di hulu Sungai Retih PH 5,36, BOD 2, COD 54, CL 1 dan sampel air di hilir Sungai Retih PH 6,52, BOD 2, COD 51, Cl 11.
“Dengan hasil yang kami rilis, ada beberapa titik sampel yang diambil mengalami peningkatan. Agar warga berhati-hati tidak mengonsumsi air yang tercemar dan jika terkonsumsi maka bisa saja ada reaksi pada tubuh,” ujarnya.
Terkait dengan hasil yang dirilis DLH Kabupaten Merangin, Feri Irawan Direktur Perkumpulan Hijau, mengatakan bahwa izin perusahaan PT SGN bisa saja direkomendasikan untuk dicabut, dan mendorong pemerintah daerah dan pemerintah provinsi untuk meninjau ulang izin Amdal yang pernah dikeluarkan.
“Ada kejahatan lingkungan, pemerintah wajib meninjau ulang, jika tidak bisa saja aparat kepolisian menindaklanjuti agar kejadian ini tidak terulang,” kata Feri Irawan yang juga anggota forum WALHI.
Reporter: Daryanto