REFORMA agraria merupakan jalan keselamatan bagi rakyat terkhususnya di provinsi Jambi. Kendala sumber daya lahan yang mengacu pada ketersediaan lahan pertanian yang semakin hari semakin sempit karena habis di gerus oleh para korporasi korporasi yang zalim di negri ini.
Pada tahun ini 2021 provinsi Jambi mendapatkan rangking dua sebagai pemegang kasus konflik agraria terbanyak di Indonesia yang artinya provinsi jambi mendapatkan raport merah dalam penanganan kasus agraria.
Sesuai dengan amanat Undang-undang dasar 1945 pasal 33 ayat 3 menegaskan bahwa bumi air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Namun realitanya bahwa tanah telah dikuasai oleh para korporat dan investor asing yang dipergunakan untuk kemakmuran semata oleh para korporat. Hak hak petani dalam skala kecil semakin hari semakin hilang mulai dari kriminalisasi petani bahkan sampai pada perampasan tanah adat ataupun tanah rakyat yang pada akhirnya tidak senada dengan apa yang diamanatkan oleh undang-undang yang ada di negeri ini bahwa tanah adalah untuk rakyat.
Hadirnya para korporat dan pemodal asing mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Bukan kemudian kita tidak mengamini meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) tapi yang pastinya di Negara kita ini lebih mengutamakan kemanusiaan daripada sekedar Pendapatan Asli Daerah karena realitanya di lapangan mereka tidak humanis. Para korporat dan pemodal asing ternyata zalim yang memiliki keinginan untuk mengambil keuntungan tanpa memperhatikan nasib rakyat kecil.
Pada situasi dan koddisi saat ini dimana seharusnya pemerintah harus benar benar hadir di tengah tengah masyarakat untuk memback-up setiap permasalahan yang di hadapi masyarakat. Khususnya petani dalam skala kecil sekaligus menjadi jawaban untuk permasalahan tersebut yaitu supaya pemerintah memberikan jaminan yuridis terhadap masyarakat agar mereka dapat bertani dengan nyaman ditanah mereka sendiri.
Karena bagaimana kita berbicara pertumbuhan ekonomi dan peningkatan Gross National Product (GNP) kalau rakyat sendiri tidak memiliki tanah.
Sesuai dengan Perpres no 17 tahun 2015 tentang kementrian Agraria dan Tata Ruang bahwasanya BPN (Badan Pertanahan Nasional) merupakan lembaga pemerintah yang bertugas di bidang pertanahan khususnya untuk memformulasikan berbagai bentuk kebijakan tentang penetapan hak tanah, penguasaan atas tanah dan badan hukum atas tanah.
Dengan demikian kiranya pemerintah komprehensif dengan lembaga lembaga yang terkait untuk sama sama menuntaskan reforma agraria sejati. Dan penulis harapkan jangan sampai rakyat miskin di tanah yang kaya ini.
*Penulis merupakan kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jambi dan Ketua Ikatan Mahasiswa Tapanuli Utara (Imataput) Jambi.
Discussion about this post