DETAIL.ID, Merangin – Jatuhnya harga tandan buah sawit di pabrik pengolahan minyak menjadi beban derita para petani sawit. Apalagi, di tengah anjloknya harga sawit di pasaran yang hanya berkisar Rp 1.000 sampai Rp 1.200, membuat banyak petani sawit harus pintar pintar menyiasati kondisi saat ini.
Belum lagi susahnya mendapatkan pupuk subsidi dan yang paling memusingkan adalah angsuran kredit Bank.
“Di tengah anjloknya harga sawit kami sudah sangat menjerit,Apalagi kami juga masih menanggung pinjaman Bank yang tiap bukan wajib kami bayarkan, situasi yang sangat sulit untuk kami,” ujar Sutrisno salah satu petani sawit di Desa Lantak Seribu, Kecamatan Renah Pamenang, kabupaten Merangin pada Senin, 20 Juni 2022.
Beban petani makin sulit, saat banyak pabrik sawit yang membatasi buah masuk ke pabrik dan hingga saat ini belum jelas kapan harga TBS bisa naik.
“Beban kami tentu saja sangat berat,apalagi banyak pabrik membatasi masuknya TBS dari petani dengan alasan tonase yang sudah penuh dan umur sawit,” katanya.
Sementara itu, ketua asosiasi petani sawit Indonesia Joko Wahono, mengatakan bahwa para perusahaan pabrik sawit (PKS) untuk bisa mematuhi dan menjalankan hasil kesepakatan Pokja.
“PKS harus menjalankan kesepakatan yang sudah di putuskan lewat Pokja Jambi,Selain itu kita akan terus mendorong agar pemerintah daerah bisa mengambil peran dan kebijakan yang pro terhadap petani,Jika perlu tinjau ulang ijin PKS yang tidak mau menerima TBS dari petani,” ungkap Joko.
Terkait dengan nasib petani yang juga memiliki tanggungan perbankan. Dirinya meminta agar pihak Bank juga memberikan dispensasi kepada para nasabahnya yang berasal dari petani sawit.
“Hari ini petani benar benar menderita akibat harga yang tidak berpihak ke petani, belum lagi mereka harus menanggung angsuran Bank,Saya menghimbau agar Bank juga memiliki toleransi terhadap para nasabah yang berasal dari petani sawit,” ujarnya.
Reporter: Daryanto
Discussion about this post