DETAIL.ID, Jakarta – Kenaikan harga minyak yang bertahan bertengger di posisi atas US$ 90 per barel, bahkan hingga menyentuh nyaris US$ 128 per barel pada Maret 2022 lalu, rupanya tak cukup untuk menggairahkan investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) di Tanah Air.
Di sisi lain, perusahaan justru memilih memperkuat dana tunai (cash) dan menahan investasinya.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan pihaknya menyadari kondisi ini. Namun demikian, menurutnya ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di investasi hulu migas dunia. Dia mengatakan, investasi hulu migas global rata-rata juga hanya naik 5%.
“Ini karena perusahaan-perusahaan masih melihat harga minyak tinggi itu hanya sementara, mereka lebih mementingkan posisi cash dari ancaman krisis global mereka menggunakan daya yang diperolehnya untuk bayar utang dan perbaikan ke investor,” kata Dwi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, pada Rabu, 16 November 2022.
Berdasarkan data SKK Migas, realisasi investasi sektor hulu migas RI belum mencapai target. Hingga Oktober 2022 realisasi investasi sektor hulu migas baru mencapai US$ 9,2 miliar atau 70% dari target investasi tahun ini sebesar US$ 13,2 miliar.
Meski demikian, outlook investasi hulu migas hingga akhir tahun ini diperkirakan akan meningkat 11% dibandingkan tahun 2021 yang hanya US$ 10,9 miliar menjadi US$ 12,1 miliar.
“2022 meningkat 11% dibandingkan tahun sebelumnya dan lebih tinggi dari rata-rata global sekitar 5%,” kata dia.
Pada perdagangan Selasa, 15 November 2022 harga minyak mentah Brent naik 1,1% menjadi US$ 94,16 per barel. Sementara jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) melonjak 1,4% ke US$ 87,05 per barel.
Discussion about this post