Sikap ini berkenaan dengan dilantiknya Iptu Umbaran Wibowo seorang mantan kontributor TVRI Jateng menjadi Kapolsek Kradenan, Blora, Jawa Tengah pada Senin, 12 Desember 2022.
Pada saat ia menjalani tugasnya selaku wartawan, secara bersama-sama Umbaran juga bertugas sebagai intelijen di wilayah Blora.
“AJI menilai praktek tersebut merupakan tindak memata-matai yang mampu mengakibatkan ketidakpercayaan publik terhadap pers Indonesia,” kata AJI dan LBH Pers dalam gosip tertulis, Kamis, 15 Desember 2022.
Keduanya menyebut langkah-langkah ini telah melanggar Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 wacana Pers.
“Penyusupan anggota Polri ke dalam institusi pers juga menyalahi hukum dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Pers,” ujarnya.
Menurut mereka, kepolisian telah menempuh cara yang kotor dengan menyampingkan hak masyarakat ] menerima gosip yang sempurna.
“Oleh alasannya itu, kepolisian terperinci telah menempuh cara-cara kotor dan tidak mengamati kepentingan biasa dan mengabaikan hak penduduk untuk mengetahui dan menerima berita yang tepat, akurat dan benar,” ujarnya.
Iptu Umbaran dan Polisi Republik Indonesia dianggap telah menyalahgunakan profesi wartawan untuk mengambil laba atas informasi yang diperoleh dikala bertugas menjadi wartawan.
Menanggapi isu tersebut AJI Indonesia dan LBH Pers menyampaikan lima poin seruan.
Pertama, mendesak pemerintah utamanya Polri untuk menghentikan praktek menyusupkan anggota intelijen ke institusi media.
Kedua, mendesak Dewan Pers untuk memeriksa perkara ini hingga tuntas dan menunjukkan hukuman kepada Iptu Umbaran yang sudah melanggar Kode Etik Jurnalistik.
Secara berbarengan, Dewan Pers juga dituntut untuk memperbaiki prosedur Uji Kompetensi Wartawan semoga kejadian serupa tidak terulang lagi.
“Ketiga Mendorong Dewan Pers untuk menentukan pegawapemerintah keamanan lain seperti TNI dan badan intelijen yang lain tidak melakukan cara-cara serupa; Keempat, mendorong organisasi pers untuk lebih aktif menelusuri latar belakang anggota dan melaksanakan verifikasi terhadap anggotanya,” katanya.
Kelima, mendorong perusahaan media untuk melakukan seleksi yang lebih ketat dengan memperhatikan latar belakang wartawan.