Analis Kebijakan Ahli Madya Pusat Kebijakan Ekonomi Makro BKF Kemenkeu Rahadian Zulfadin mengatakan hal itu sejalan dengan belum ada tanda-tanda berakhirnya perang Rusia-Ukraina.
Belum lagi, peningkatan harga barang-barang yang masih akan terjadi tahun depan akibat rantai pasok yang terusik. Karenanya, ia pesimis lonjakan inflasi ketika ini mampu melandai, khususnya di Inggris dan Eropa.
“Kita lihat khususnya di Eropa ya, di Inggris, itu inflasi terus meningkat. Kemudian, direspons oleh suku bunga. Ini pastinya akan menjinjing dampak pada ekonomi yang melemah alasannya adalah tingkat bunga yang tinggi,” ungkapnya dalam Indef School of Political Economy (ISPE), Rabu, 14 Desember 2022.
Menurutnya, cuma beberapa negara yang belum melaksanakan kenaikan suku bunga untuk menekan inflasinya, mirip China dan Jepang. Tapi, secara umum, semua negara memaksimalkan suku bunga. Bahkan, Brasil tetap menjaga suku bunga tinggi, meski inflasinya telah mulai turun.
“Kecuali China dan Jepang itu belum kelihatan respons peningkatan suku bunga untuk merespons peningkatan inflasi. Misalnya di Jepang itu sudah naik inflasinya tapi suku bunganya masih relative flat, tetapi di negara-negara lain polanya sama, tekanan inflasi direspons dengan kenaikan suku bunga,” ucapnya.
Rahadian menjelaskan salah satu faktor yang pertanda lonjakan inflasi mempunyai efek negatif ke perekonomian dunia ialah pelemahan aktivitas manufaktur. Walaupun, PMI manufaktur masih di level ekspansif, tetapi trennya menurun.
“Kita lihat beberapa negara besar hampir seluruhnya melambat, jadi memang ke depan yang mesti diwaspadai ialah di tengah tekanan inflasi yang ada tanda-tanda mulai menurun tapi pelemahan ekonomi global justru makin melemah. Jadi, gejala resesi 2023 memang semakin besar,” tuturnya.
Potensi resesi makin besar ini, kata Rahadian, tercermin dari data yang dirilis oleh IMF pada Oktober 2022, yang memproyeksi perekonomian dunia pada 2023 turun menjadi 2,7 persen dibandingkan proyeksi permulaan sebesar 2,9 persen.
“Kalau kita anggap contohnya, ekonomi dunia itu punya tiga lempeng besar, yaitu AS, China, Eropa, semuanya juga menurun (proyeksi perkembangan ekonominya). Jadi, ini indikasi bahwa ke depan risiko resesi itu memang makin besar,” ujarnya.