Rian Johnson kembali membuktikan reputasinya sebagai sutradara yang cakap menggarap film misteri pembunuhan. Usai berhasil besar dengan Knives Out (2019), Johnson menunjukkan tontonan sarat kejutan yang lain dalam sekuel berjudul Glass Onion: A Knives Out Mystery.
Secara garis besar, Glass Onion bagi saya belum bisa melebihi pencapaian Knives Out yang begitu monumental hingga dianggap sebagai salah satu film bertema misteri terbaik di abad kini.
Namun, saya justru mengira bahwa Rian Johnson sengaja menyingkir dari upaya melampaui capaian film pertama. Hal itu menciptakan Glass Onion bisa menunaikan perannya sebagai sekuel yang segar dengan formula berlainan.
Perbedaan itu terasa dari pendekatan Rian Johnson dalam mengemas dongeng Benoit Blanc di dua film tersebut. Pada Knives Out, Johnson seolah menyebar puzzle yang menyebabkan seluruh abjad ikut dituding selaku dalang pembunuhan.
Rangkaian puzzle itu kemudian berlanjut dengan twist yang tak henti hingga tamat dongeng, seiring dengan Benoit Blanc mengungkap pembunuh Harlan Thrombey (Christopher Plummer).
Sebaliknya, Rian Johnson justru menggambarkan sosok pelaku di Glass Onion dengan gamblang. Namun, cerita dalam sekuel ini masih tetap menawan alasannya penonton tidak hanya diajak untuk menebak ‘siapa’, tapi juga ‘bagaimana’.
Pendekatan itu pun berhasil dijahit dengan rapi oleh Johnson melalui alur dongeng yang kuat dan brilian, sehingga pengalaman menonton Glass Onion tetap terasa memuaskan.
Rian Johnson juga masih bermain dengan jalan pikir liar yang tak mudah dimengerti secara utuh jika cuma ditonton sekali. Ia menawarkan segudang rincian tersembunyi yang patut digali oleh para penikmat cerita whodunit.
Keputusan untuk tayang di layanan streaming juga mendukung film ini supaya tidak cuma jadi tontonan sekali duduk. Penonton mampu terus menggali banyak sekali isyarat yang tersebar di bagian permulaan film layaknya menyusun sebuah puzzle.
Di samping itu, Rian Johnson juga seolah tak ingin ketinggalan menyuarakan kritik sosial. Film ini secara tersirat terasa seperti karya satir perihal isu terkini, meski tidak menggambarkan dampak apokaliptik berskala dunia.
Bukti-bukti itu pun tampakdengan jelas dari penokohan aksara utama. Tengok saja huruf Miles Bron (Edward Norton), miliarder pemilik perusahaan teknologi yang arogan dan egosentris.
Kemudian, penonton juga mampu mengaitkan karakter Birdie Jay (Kate Hudson) dengan selebritas internasional yang kerap mengakibatkan kontroversi. Begitu pula dengan Claire Debbela (Kathryn Hahn), penggambaran apik tentang politikus korup yang arah kebijakannya disetir oleh donatur.
Penggambaran aneka macam aksara itu makin terasa berkaitan karena berlatar di era pandemi. Johnson pun menyisipkan banyak sekali persoalan bernuansa pandemi tanpa terasa norak, mirip ketika Birdie Jay menggelar pesta di tengah pembatasan sosial akibat pandemi.
Saya jamin penggambaran itu bisa mengingatkan penonton dengan sejumlah pesohor alasannya adalah kemiripan huruf dan kontroversi di baliknya.
Plot kisah Glass Onion itu lalu diimbangi dengan visual yang memanjakan mata, walau cuma disaksikan di layar yang seadanya. Potret resor glamor Miles Bron menjadi kekuatan utama dari faktor visual Glass Onion yang terasa mewah.
Latar belakang Miles Bron selaku pebisnis bidang teknologi juga diperkuat dengan perlengkapan mutakhir di resor tersebut. Film ini pun tetap terasa segar meski tidak banyak memakai efek CGI atau permainan kamera menawan .
Di sisi lain, pujian juga layak disematkan kepada orang-orang di balik pemilihan kostum setiap huruf. Berbagai pakaian yang dipakai berhasil memperkuat penggambaran masing-masing abjad.
Meski demikian, aku sempat dibuat garuk-garuk kepala dikala melihat Daniel Craig mengenakan kemeja bermotif garis-garis vertikal dengan warna yang menonjol .
Dengan sederet nilai plus tersebut, Glass Onion layak dinobatkan sebagai salah satu tontonan tamat tahun yang menggembirakan. Film ini juga tetap mempesona untuk ditonton ulang karena menyimpan segudang rincian tersirat.
Namun, rasanya saya perlu kembali memastikan bahwa Glass Onion masih belum bisa menandingi Knives Out. Glass Onion kemungkinan juga bakal sukar berkompetisi dalam ajang penghargaan bergengsi tahun depan, seperti Golden Globes hingga Piala Oscar 2023.
(end)