Hasto mengklaim sudah melakukan observasi khusus yang menyebut bahwa tata cara proporsional terbuka selama ini membuat liberalisasi politik di Indonesia.
Liberalisasi politik, katanya, mempunyai dampak pada hadirnya kapitalisasi politik, kompetisi politik yang tak sehat, sampai lahirnya oligarki.
Sehingga, menurut Hasto, sesuai hasil Kongres kelima, PDIP menganggap sistem proporsional tertutup sudah sesuai konstitusi. Pihaknya ingin biar dalam penyeleksian legislatif, cuma partai yang menjadi represenstasi bagi pemilih.
“Saya melaksanakan observasi secara khusus dalam acara doktoral saya di UI, di mana liberalisasi politik sudah mendorong partai-partai menjadi partai elektoral,” kata Hasto dalam jumpa pers simpulan tahun yang disiarkan secara daring, Jumat, 30 Desember 2022.
“Dan lalu menciptakan pengaruh kapitalisasi politik, munculnya oligarki politik, lalu kompetisi bebas dengan segala cara,” tuturnya.
Sistem proporsional tertutup pernah diterapkan di Indonesia sepanjang pemerintahan Orde Baru dan terakhir pada Pemilu 1999. Sistem tersebut kemudian diubah mulai Pemilu 2004.
Sistem proporsional tertutup memungkinkan pemilih dalam pemilihan legislatif hanya menentukan partai, dan bukan kandidat. Jika metode itu diberlakukan, surat suara hanya akan berisi nama, nomor urut, dan logo partai.
Sementara, partai politik pemenang dan menerima jatah bangku, berhak memilih kadernya yang mau duduk di dingklik parlemen.
Hasto menganggap tata cara proporsional tertutup dapat memperbaiki kaderisasi di internal partai politik. Dia juga meyakini sistem proporsional tertutup akan menekan tingkat kecurangan dalam pemilu.
“Maka aneka macam bentuk kecurangan mampu ditekan dan paling penting setelah aneka macam duduk perkara ekonomi kita, ongkos pemilu bisa jauh ditekan,” katanya.
Namun begitu, menurutnya, kesempatan soal perihal itu sepenuhnya menjadi kewenangan dewan perwakilan rakyat. Ia menyerahkan sepenuhnya pembahasan terkait kembali diberlakukannya tata cara proporsional tertutup ke dewan legislatif.