PERKARA
Eva-Deddy Menang, MA Batalkan Keputusan KPU Bandar Lampung
DETAIL.ID, Bandar Lampung – Majelis hakim Mahkamah Agung (MA) membatalkan keputusan KPU Bandar Lampung yang membatalkan pencalonan Eva Dwiana-Deddy Amarullah sebagai peserta Pilkada Bandar Lampung.
Majelis hakim MA yang diketuai Supandi ini memerintahkan KPU Bandar Lampung untuk menetapkan kembali dan menerbitkan keputusan baru yang menyatakan Keputusan KPU Bandar Lampung yang menetapkan pasangan calon peserta Pilkada Bandar Lampung tetap berlaku dan berkekuatan hukum mengikat.
“Mengabulkan permohonan pemohon Eva Dwiana dan Deddy Amarullah untuk seluruhnya,” bunyi amar putusan MA melansir Suara, Rabu 27 Januari 2021.
Dengan adanya putusan ini, maka Eva Dwiana-Deddy Amarullah tetap sebagai pasangan calon peserta Pilkada Bandar Lampung nomor urut 03.
Artinya pasangan Eva-Deddy tetaplah pemenang Pilkada Bandar Lampung. Kuasa hukum Eva-Deddy membenarkan adanya putusan MA ini.
“Ya benar memang seperti itu bunyi putusannya,” ujar Suprianto, salah satu tim kuasa hukum Eva-Deddy.
Sebelumnya KPU Bandar Lampung mengeluarkan surat keputusan yang membatalkan pencalonan Eva-Deddy sebagai peserta Pilkada Bandar Lampung. Keputusan KPU Bandar Lampung diambil sebagai tindaklanjut hasil sidang sengketa di Bawaslu Lampung.
Pihak paslon nomor urut 02 Jusuf Kohar-Tulus Purnomo mengajukan gugatan sengketa ke Bawaslu Lampung yang menuding telah terjadi pelanggaran administratif terstruktur, sistematis dan massif (TSM) yang dilakukan pasangan Eva-Deddy.
Dalam putusannya, Bawaslu Lampung menyimpulkan pasangan Eva-Deddy terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran secara terstruktur, sistematis dan massif pada Pilkada Bandar Lampung 2020.
“Menyatakan membatalkan pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Bandar Lampung nomor urut 3,” kata ketua majelis pemeriksa Fatikhatul Khoiriyah saat membacakan putusan yang dilansir Suaralampung.id dari YouTube Bawaslu Lampung.
Bawaslu Lampung juga memerintahkan KPU Kota Bandar Lampung membatalkan penetapan pasangan Eva-Deddy sebagai pasangan calon Pilkada Bandar Lampung 2020.
Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan Bawaslu Lampung sehingga menyimpulkan telah terjadinya pelanggaran secara terstruktur, sistematis dan massif.
Pertama adalah adanya pemberian uang transportasi sebesar Rp 200 ribu kepada kader PKK di 20 kelurahan di Bandar Lampung.
Pemberian uang itu disertai pesan untuk mencari 20 orang lainnya agar memilih paslon 03.
Eva Dwiana adalah istri dari Wali Kota Bandar Lampung Herman HN. Sebagai istri Wali Kota, Eva Dwiana menjabat sebagai Ketua Penggerak PKK.
“Terdapat hubungan yang kuat antara Wali Kota Bandar Lampung dengan Eva sebagai Ketua PKK yang memanfaatkan pemberian transport,” kata salah satu anggota majelis pemeriksa saat membacakan putusan.
sehingga perbuatan tersebut cukup untuk membuktikan bahwa terlapor sangat diuntungkan atas perbuatan Wali Kota Bandar Lampung.
Hal lain yang menjadi pertimbangan Bawaslu Lampung adalah pemberian bantuan sosial (bansos) Covid-19 oleh Wali Kota Bandar Lampung Herman HN.
Berdasarkan fakta persidangan, pembagian bansos Covid-19 berupa beras kepada masyarakat terdampak pandemi Covid-19 disertai sosialisasi agar memilih paslon 03.
Pemberian bansos oleh Wali Kota Bandar Lampung ini melibatkan jajaran aparatur Pemerintah Kota Bandar Lampung sampai ke tingkat RT.
Pemberian uang dan beras ini dinilai Bawaslu mempengaruhi perolehan suara paslon 03 di hampir semua kecamatan di Bandar Lampung.
Salah satu hal lain yang menjadi pertimbangan adalah adanya penghalangan yang dilakukan aparat kelurahan terhadap pasangan calon 01 dan 02 dalam melaksanakan sosialisasi.
Karena itu, Bawaslu berkesimpulan telah terjadi upaya yang terstruktur, sistematis dan massif dalam Pilkada Bandar Lampung yang menguntungkan paslon 03.
PERKARA
Kapolda Jambi Dilaporkan ke Mabes Polri
DETAIL.ID, Jambi – Koalisi Anti Pembungkaman Demokrasi di Jambi melaporkan Kapolda Jambi Irjen Pol Krisno H Siregar ke Mabes Polri dan Dewan Pers atas sikap arogan anggota Bidang Humas yang menghalangi wartawan untuk wawancara rombongan Komisi III DPR saat kunjungan di Polda Jambi pada Jumat, 12 September 2025.
Tidak hanya itu, Aliansi yang tergabung dari Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jambi dan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jambi turut melaporkan Kabid Humas Polda Jambi Kombes Pol Mulia Prianto, Kaurpenmas Bidhumas Polda Jambi Ipda Maulana dan satu orang petugas harian lepas (PHL) Pury.
Laporan yang dikirimkan pada 16 Oktober 2025 ini merupakan tindak lanjut dari rangkaian aksi yang dilakukan oleh puluhan jurnalis di Jambi, menyusul tindak penghalangan yang dilakukan petugas Bid Humas Polda Jambi. Aksi para jurnalis dimulai dari aksi diam di depan Mapolda Jambi hingga aksi seribu lilin di Tugu Juang Kota Jambi.
Namun, hingga saat ini, Kapolda Jambi Irjen Pol Krisno H Siregar belum memberikan tindakan atau sanksi pada yang bersangkutan. Belum ada juga permohonan maaf kepada para korban dan publik, sebagaimana tuntutan jurnalis di Jambi.
Sehingga, Ketua AJI Jambi, Suwandy Wendy menyebut laporan ini menjadi alarm mengkritisi pihak kepolisian yang masih setengah hati untuk mendukung kebebasan pers di Jambi.
Laporan ini untuk meminta komitmen dari institusi tertinggi Polri, dalam memberikan ruang aman bagi jurnalis di lingkungan Polda Jambi dan kasus penghalangan jurnalis tidak terulang lagi.
“Setelah kampanye dan unjuk rasa dilakukan, Polda Jambi bukannya berbenah justru diduga menyebarkan hoaks di media sosial dengan menyatakan telah bertemu dan meminta maaf kepada para korban,” kata Wendy, saat diwawancarai pada Kamis, 30 Oktober 2025.
Padahal, kata Wendy sampai hari ini, jurnalis yang menjadi korban penghalang-halangan masih belum ditemui.
Dia menambahkan bahwa, kebebasan pers di Jambi masih terancam. Hal ini memperburuk indeks kebebasan pers (IKP) di Jambi, yang sebelumnya telah turun signifikan di urutan 32 dari 38 provinsi di Indonesia.
“Kita dorong negara melakukam reformasi Polri secara menyeluruh agar tidak ada lagi kekerasan terhadap jurnalis,” ujar Wendy.
Sementara itu Ketua PFI Jambi, Irma Tambunan mengingatkan agar Kapolda Jambi Irjen Pol Krisno H Siregar merespons dengan cepat insiden-insiden yang terjadi di lapangan. Apalagi insiden penghalangan atas kerja jurnalistik terjadi di depan mata kapolda sendiri. Ia menyesalkan hal tersebut. “Sangat disesalkan Kapolda membiarkan pembungkaman pers terjadi di hadapannya sendiri,” ujarnya.
Irma juga menyebut bahwa peristiwa melarang dan mendorong wartawan saat melakukan wawancara bisa terjadi akibat kebiasaan dari kerja-kerja Bidhumas Polda Jambi yang kurang memahami Undang-Undang Pers. Padahal, selayaknya para pihak menghormati kerja media sebagai pilar keempat penjaga demokrasi.
Karena itu, katanya, penghalang-halangan tugas jurnalistik tidak dapat dibenarkan dan itu melanggar hukum. (*)
PERKARA
Bela Anaknya, Buruh Serabutan Divonis 10 Bulan Penjara, Begini Ceritanya…
DETAIL.ID, Jambi – Erwin, seorang buruh serabutan yang tinggal di daerah Buluran, Kota Jambi kini dihadapkan dengan putusan pidana 10 bulan penjara dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan penjara lantaran dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak.
Dalam putusan yang dibacakan oleh Hakim PN Jambi yang memutus dan mengadili perkara, terungkap bahwa jerat pidana terhadap Erwin bermula pada awal Agustus 2024 lalu. Kala itu, putri Erwin berinisial R yang duduk di bangku Kelas XI SMKN 1 Kota Jambi disebut mengalami perundungan di sekolah oleh teman sekelasnya berinisial P.
Ketika jam pelajaran bakal mulai, siswa berinisial P disebut mengunci ruang kelas, sehingga R tak bisa masuk kelas, dalam kondisi menangis R lanjut menghubungi ayahnya yakni R.
Erwin lantas mendatangi SMK 1..Di sekolah tersebut dia sebagaimana amar putusan yang dibacakan Hakim, dia memasuki ruang kelas dan menanyakan siapa yang melakukan perundungan terhadap anaknya. Hingga melakukan kekerasan terhadap sosok siswa yang melakukan perundungan terhadap putrinya tersebut.
“Terdakwa maju ke depan (ruang kelas) dan menyebutkan (pada korban) apa mau kau? Terdakwa menendang korban di bagian paha sebanyak 2 kali,” ujar Ketua Majelis Hakim Fita Sipayung, membacakan fakta persidangan pada Kamis, 30 Oktober 2025.
Korban kemudian berlari ke depan, hingga keluar gerbang dikuti oleh terdakwa mengejar korban. Dalam fakta persidangan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim, perbuatan terdakwa dibuktikan dengan adanya bekas kotor di celana korban, luka lebam pada bagian paha, yang dikuatkan dengan bukti visum.
“Akibat kejadian, anak korban mengalami demam, namun keesokan harinya sudah bisa masuk sekolah. Korban menjadi trauma dan takut ke luar rumah,” ujarnya.
Namun sepanjang persidangan, terdakwa menyangkal perbuatannnya. Kehadiran 4 saksi meringankan yang dihadirkan pada persidangan pun dinilai lebih mendukung keterangan soal anaknya yang mengalami perundungan. Bukan terkait adanya perbuatan kekerasan yang dilakukan oleh terdakwa.
Berdasarkan serangkaian fakta persidangan dan alat bukti, majelis hakim meyakini bahwa terdakwa Erwin melakukan tindakan kekerasan terhadap korban P sebagaimana didakwa JPU dengan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa dinilai meresahkan masyarakat. Kemudian terdakwa tidak mengakui perbuatannya. Sementara riwayat terdakwa yang belum pernah dipidana jadi hal meringankan.
“Menyatakan terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan tunggal. Menjatuhkan pidana penjara selama 10 bulan dan pidana denda Rp 10 juta, subsider 3 bulan,” ujar Ketua Majelis Halim, Fita, membacakan putusan.
Atas putusan tersebut Erwin, maupun JPU sama-sama mengambil sikap pikir-pikir. Namun Erwin hingga ujung persidangan merasa tidak pernah sama sekali melakukan aksi kekerasan sebagaimana didakwakan kepadanya.
Sementara Leni, orang tua korban yang turut hadir menyaksikan persidangan mengaku kecewa atas vonis rendah majelis Hakim. “Kecewa, belum pas rasanya,” katanya.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Duit BOP Pendidikan Kesetaraan Dikorupsi untuk Kepentingan Pribadi, Mantan Kadis dan Kadisdik Batanghari Jadi Saksi
DETAIL.ID, Jambi – Pengadilan Negeri Jambi kembali menggelar sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi Dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BOP) Kesetaraan yang terjadi di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Anugrah Kabupaten Batanghari TA 2020 hingga 2023.
Nur Asia, Ketua PKBM Anugrah duduk sebagai terdakwa dan didakwa menyalahgunakan dana BOP yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus Non Fisik APBN dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 900 juta lebih, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dana yang seharusnya digunakan untuk menunjang operasional pendidikan di PKBM tersebut diduga diselewengkan melalui pemalsuan dokumen pertanggungjawaban dan penggunaan dana untuk kepentingan pribadi.
Dalam persidangan kali ini, JPU menghadirkan hadir 2 saksi penting yakni Agung Wihadi mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Batanghari (2020-2022), serta Zulfadli, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Batanghari yang aktif saat ini.
Menurut Agung Wihadi, dana BOP berasal dari APBN dalam bentuk hibah dan pencairannya dilakukan 2 kali dalam setahun, yaitu pada triwulan pertama dan kedua.
“Dua kali pencairan, triwulan pertama dan kedua,” ujar Agung.
Namun di persidangan mantan Kadisdik Batanghari tersebut tampak kesulitan mengingat rincian jumlah dana dan persyaratan pencairannya. Dan lagi, Agung tidak membawa data pendukung di persidangan. Dirinya pun banyak menjawab tidak tahu atas sejumlah pertanyaan JPU dan menyerahkan pada keterangan di BAP.
Sementara itu menurut Zulfadli prosedur pencairan dana BOP yang langsung masuk ke rekening PKBM, dengan pengawasan melalui pembuatan surat pertanggungjawaban dan monitoring minimal sekali dalam setahun.
“Pencairan dananya sudah langsung masuk ke PKBM, untuk mengontrol kami minta surat pertanggungjawaban,” katanya.
Sementara Jaksa dalam dakwaan menguraikan bahwa Nur Asia melakukan tindak pidana korupsi dengan membuat dokumen fiktif, memalsukan daftar hadir tutor dan peserta, serta menggunakan dana BOP untuk kepentingan pribadi seperti renovasi rumah.
Atas perbuatannya, Nur Asia didakwakan Pasal Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 ayat 1b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001, serta Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Persidangan masih akan terus berlanjut pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi lainnya guna memastikan proses hukum berjalan dengan adil dan transparan, sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi di sektor pendidikan.
Reporter: Juan Ambarita

