DETAIL.ID, Jambi – Kondisi Suku Anak Dalam yang terusir dari dalam hutan akibat ulah oknum-oknum tertentu telah memicu berdiri dan bergeraknya Komunitas Sobat Eksplorasi Anak Dalam (SEAD). Akibat buta aksara dan minimnya pengetahuan yang mereka miliki membuat beberapa oknum memanfaatkan hal tersebut untuk kepentingannya.
“Mereka dibodoh-bodohi, karena mereka tak bisa membaca dan menulis. Mereka disuruh cap jempol pada surat dan dokumen yang tak pernah mereka tahu isinya. Akhirnya mereka terusir dari tempat tinggalnya. Lahan mereka pun beralih fungsi. Ini yang membuat kami tergerak untuk memberikan pendidikan kepada mereka, setidaknya pendidikan membaca, menulis dan berhitung,” kata Ketua SEAD Jambi, Afifi Atfi pada Senin, 18 Oktober 2021.
Komunitas yang didirikan oleh Reny Ayu Wulandari dan Mira Rizki Pardina pada 23 Maret 2017 ini pun hingga kini masih terus menjalankan programnya. Bahkan, kini ada 8 anak yang sedang bersekolah formal dalam pendampingan SEAD di Kota Jambi.
Anak-anak tersebut memiliki keinginan kuat bersekolah formal. Ditambah lagi dengan dorongan orang tua mereka, hingga akhirnya bersedia ikut SEAD, bersekolah formal di salah satu sekolah swasta di Jambi. Pada awalnya, SEAD ingin memasukkan mereka ke sekolah negeri, tapi karena aturan zonasi tidak bisa. Alhasil, mereka dimasukkan ke sekolah swasta.
Delapan orang anak dari Suku Anak Dalam tersebut berasal dari kawasan eks-hutan gambut perbatasan Jambi-Sumatra Selatan, tepatnya di Desa Medak, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin. Desa Medak menjadi desa ketiga binaan SEAD Jambi. Untuk menuju lokasi tersebut dibutuhkan kurang lebih 3 jam perjalanan darat ditambah 40 menit perjalanan menyusuri aliran kanal.
Afifi Atfi mengatakan, anak-anak dari Suku Anak Dalam ini harus menentukan pilihan hidupnya sendiri. Jika mereka mempunyai mimpi yang tinggi, jangan dibatasi tapi harus difasilitasi.
“Kami tidak pernah memaksakan apa pun kepada mereka. Kami hanya memberikan pendidikan, kami memfasilitasi, jika mau maka kami ajak. Begitu pun ke depannya, apa pun keputusan mereka untuk masa depan adalah hak mereka. Kami tidak akan membatasi atau menghalangi,” ujar wanita yang baru saja menyelesaikan studinya di Universitas Jambi pada tahun ini.
Sementara ini, SEAD baru berhasil mengajak bersekolah anak-anak yang berasal dari Desa Medak. Untuk 2 wilayah binaan lainnya belum ada yang ikut bersekolah formal di Jambi.
Wilayah binaan pertama SEAD yaitu berada di Desa Skaladi, Kecamatan Mestong, Kabupaten Muarojambi. Untuk menuju wilayah pemukiman SAD Skaladi ini butuh perjalanan 1 jam melalui jalan lintas, dari kota Jambi. Untuk menuju ke dalam, melewati tanah berbatu yang membutuhkan tempo 30 menit.
Sedangkan wilayah binaan kedua berada di Desa Kotoboyo yang terletak di Kecamatan Batin XXIV, Kabupaten Batanghari. Wilayah ini dapat ditempuh dalam 6-7 jam perjalanan.
Sejauh ini, Komunitas SEAD sudah merekrut ratusan anggota namun yang aktif dalam kegiatan mencapai 40 orang. Mereka membagi dalam beberapa tim untuk piket rutin tiap minggu dan tiap bulan. Secara bergantian dan terjadwal rutin mereka masuk ke wilayah binaan mereka untuk menjalankan program pendidikan.
Komunitas SEAD sendiri mendapat awardee of youth changemaker pada Paragon Innovation Summit 2.0 pada 27 Maret 2021. Selain itu, mantan ketua pertama SEAD sekaligus penggagas berdirinya komunitas ini, Reni Ayu Wulandari mendapat beasiswa S2 Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di Wageningen University, Belanda. Hal ini menjadi motivasi tersendiri bagi anggota SEAD lainnya untuk terus berkontribusi.
Reporter: Febri Firsandi