DETAIL.ID, Nasional – Beberapa waktu lalu, beredar di media sosial sebuah tangkapan layar yang menyebut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menghapus sanksi pidana bagi penolak vaksinasi Covid-19. Hal itu dilatarbelakangi penolakan vaksin oleh salah satu kader PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) yang bernama Ribka Tjiptaning.
Faktanya, dikutip dari Medcom.id, klaim pemerintah menghapus sanksi pidana penolak vaksinasi Covid-19 adalah salah. Sejak awal pemerintah tidak mengeluarkan aturan sanksi pidana penolak vaksinasi Covid-19. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly diketahui pernah membantah adanya sanksi pidana bagi warga masyarakat yang menolak vaksin. Meski demikian, masyarakat tetap diimbau untuk ikut program vaksinasi Covid-19.
Demi melancarkan program vaksinasi, sejumlah kebijakan diambil. Mulai dari vaksinasi berhadiah sembako hingga vaksinasi anak sekolah disesuaikan dengan jadwal ujian.
Seperti yang disampaikan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Usman Hadi, Jumat 18 Maret 2022, kemarin.
“Untuk jadwal layanan ke sekolah, dibuat bersama sekolah agar bisa disesuaikan dengan jadwal kegiatan belajar mengajar termasuk ujian sekolah,” ujarnya melansir dari republika.co.id.
Warga Prancis Berunjuk Rasa Menolak Vaksinasi Covid-19
Beranjak sejenak ke belahan dunia lain. Sekitar 160 ribu orang termasuk aktivis sayap kanan dan anggota gerakan rompi kuning (yellow vest movement) menggelar unjukrasa di kota Paris, Prancis.
Beberapa pengunjuk rasa mengungkapkan penolakan mereka terhadap kebijakan itu. Sebagian khawatir akan efek samping yang ditimbulkan vaksin Covid-19, seperti unggahan video youtube KOMPASTV, 25 juli 2021.
“Saya sangat menentangnya karena saya belum divaksin. Jika sampai 15 September belum vaksin, saya akan kehilangan pekerjaan. Saya diancam akan dipecat. Hari ini, saya hadir demi mendukung kebebasan memilih untuk divaksin atau tidak,” ucap Celine Augen, seorang sekretaris dokter.
Seorang ibu rumah tangga pun punya pendapatnya sendiri. “Saya tidak ingin putri saya menerima suntikan yang bisa mengacaukan siklus menstruasinya. Saya tidak yakin pada vaksin ini karena bisa timbul konsekuensi yang tidak diinginkan. Kita masih dalam fase uji klinis,” ujar Claudia, seorang ibu rumah tangga.
Warga Israel: Kami Bukan Tikus Percobaan!
Terjadi juga di Israel. Ratusan warga Israel berkumpul di Habima Square, Tel Aviv, seperti unggahan video youtube KOMPASTV, pada 14 agustus2021.
Mereka memprotes kebijakan pemerintah Israel yang mewajibkan seluruh warga untuk suntik vaksinasi Covid-19.
Ilai Mashiash, seorang pengunjuk rasa mengatakan bahwa dirinya menolak vaksinasi karena tidak ingin diperlakukan sebagai tikus percobaan.
“Kami berkumpul untuk mengatakan bahwa kami tidak bersedia ikut dalam eksperimen medis. Kami bukan tikus percobaan. Tidak seorang pun berhak, kami tidak mengizinkan siapa pun untuk menjadikan kami bahan eksperimen. Jangan paksa!,” ucap Ilai.
Ribuan Warga Australia Berdemo Tolak Vaksinasi Corona
Begitu pula yang terjadi di Ausie. Ribuan demonstran berkumpul di berbagai kota besar di Australia untuk menolak vaksinasi virus Corona (COVID-19). Aksi protes tandingan yang mendukung langkah-langkah protokol kesehatan di Australia juga digelar secara terpisah.
Seperti dilansir AFP, Sabtu, 20 November 2021. program vaksinasi Corona di Australia bersifat sukarela dan dinilai sangat berhasil, dengan nyaris 85 persen penduduk yang berusia 16 tahun ke atas di negara itu telah divaksinasi Corona sepenuhnya. Bahkan kehidupan telah kembali relatif normal bagi mereka yang sudah divaksinasi.
Di Melbourne, yang terletak di negara bagian Victoria, kerumunan ribuan orang menyerukan agar pemimpin negara bagian itu, Daniel Andrews, dijebloskan ke penjara. Mereka juga menyuarakan kemarahan atas usulan wewenang baru selama pandemi yang dianggap kontroversial.
Meskipun pandangan soal vaksinasi di Sydney cenderung beragam, kehadiran pandangan anti-vaksinasi dan konspirasi bayangan kerap diserukan oleh para pembicara dan disampaikan melalui banyak tanda.