PERKARA
Izin HGU PTPN 6 Rimsa Rambah Seluruh Wilayah Desa Pematang Sapat Bertahun-tahun

DETAIL.ID, Tebo – Desa Pematang Sapat, Kecamatan Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo, Jambi diduga berada di kawasan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN VI Rimsa. Ini dibenarkan mantan Kades Pematang Sapat, Riduan.
“Sejak dahulu wilayah Desa Pematang Sapat berada di dalam HGU PTPN 6,” kata Riduan dikonfirmasi melalui pesan singkat WhatsApp beberapa waktu lalu.
Dia mengaku telah berupaya mengeluarkan wilayah Desa Pematang Sapat dari izin HGU PTPN 6. Hal itu sesuai dengan petunjuk Bupati Tebo yang saat itu dijabat oleh Sukandar.
“Kita sudah mengajukan kepada Bapak Bupati Tebo untuk melepaskan wilayah Desa Pematang Sapat dari HGU PTPN 6. Bupati juga telah merekomendasikan kepada Bapak Gubernur untuk diteruskan. Sampai sekarang belum ada informasi lagi,” kata dia.
Diketahui, Bupati Tebo yang saat itu dijabat Sukandar merespons tegas polemik yang terjadi antara Desa Pematang Sapat, Kecamatan Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo dengan PTPN VI, yakni terkait letak Desa Pematang Sapat yang berada di dalam wilayah HGU perusahaan tersebut, tepatnya dalam unit usaha Rimbo Satu, PTPN VI Jambi.
Dengan tegas orang nomor satu di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tebo meminta agar perusahaan perkebunan pelat merah tersebut membuka kembali peta HGU yang mereka miliki.
“Sebaiknya PTPN VI membuka kembali peta HGU-nya. Saran saya untuk yang daerah pemukiman dikeluarkan dari HGU mereka, agar masyarakat bisa membangun Fasum dan Fadel,” ujar Sukandar seperti dilansir dari laman radarjambi.co.id, Senin, 16 November 2020.
Tidak hanya itu saja, Sukandar mengaku terkejut dan tidak mengetahui jika selama ini Desa Pematang Sapat membangun menggunakan Dana Desa, bahkan sejak tahun 2016 lalu. Pemerintah Desa Pematang Sapat membangun fasilitas umum tanpa alas hak (hanya secarik surat izin yang ditandatangani Manajer Unit Usaha RIMSA) yang juga berdampak lemahnya posisi desa terkait mempertahankan aset yang telah dibangun dan harus tunduk dengan manajemen PTPN VI.
“Saya tidak tahu jika itu yang terjadi selama ini karena tidak ada laporan resmi ke saya, dan baru tahu persoalan ini. Kita akan dudukkan bersama antara PTPN VI dengan Pemkab Tebo dan Pemerintah Desa Pematang Sapat. Harusnya kalau sudah diserahkan ke desa, PTPN VI mengeluarkannya dari HGU, ini harus segera duduk bersama, terima kasih informasinya,” ucap Sukandar.
Sebenarnya dalam pasal 6 ayat 1 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 7 tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan HGU sudah cukup jelas.
Pasal itu berbunyi, Dalam hal tanah yang dimohon Hak Guna Usaha merupakan Tanah Negara yang tidak terdapat penguasaan pihak lain, dibuktikan dengan pernyataan penguasaan fisik dari pemohon dengan disaksikan oleh tokoh masyarakat dan diketahui oleh lurah atau kepala desa setempat atau nama lain yang serupa dengan itu.
Dijelaskan bahwa Tanah Negara adalah tanah yang tidak dilekati dengan suatu hak atas tanah, bukan merupakan tanah ulayat Masyarakat Hukum Adat, bukan merupakan tanah wakaf, dan/atau bukan merupakan Barang Milik Negara/Daerah/Desa atau BUMN/BUMD.
Sementara dalam kasus ini, seluruh wilayah Desa Pematang Sapat seluas 6.461,00 kilometer persegi (data BPS 2021), semuanya masuk dalam izin HGU PTPN VI. Tanah desa sudah jelas-jelas bukan tanah negara.
Terkait permasalahan ini, Sekretaris PTPN 6 Achmedi Akbar dikonfirmasi melalui pesan singkat WhatsApp belum memberi jawaban.
Reporter: Syahrial
PERKARA
PT LAJ Diduga Kembali Lakukan Kriminalisasi, Masyarakat Bakal Mengadu ke Jakarta

DETAIL.ID, Tebo – Anak usaha PT Royal Lestari Utama yakni PT Lestari Agro Jaya diduga kembali melakukan upaya kriminalisasi terhadap masyarakat yang sudah lama menggarap areal yang diklaim masuk ke dalam konsesi Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI).
Ketua Indonesia Human Right Committe For Social Justice (IHCS) Provinsi Jambi, Ahmad Azhari menyampaikan setidaknya terdapat 3 panggilan kepada petani di Sungai Salak Desa Balai Rajo dari Polres Tebo pada akhir tahun 2024.
Salah satunya, Ketua Forum Tani Sungai Salak yaitu James Barus. IHCS Jambi menilai upaya kriminalisasi ini dilatarbelakangi karena James Barus tidak mau menyerahkan lahan yang sudah digarap keluarganya selama belasan tahun untuk dijadikan areal perumahan karyawan PT LAJ.
Dalam Laporan Polisi: LI/64/XI/RES.5./2024/Reskrim tertanggal 08 November 2024, dan Panggilan Polisi Nomor: B/168 /II/RES.5/2025 /Reskrim, mereka didalilkan melanggar UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
“Hal ini menjadi dasar agar para petani tersebut dipanggil, ditekan, diancam, pidana kemudian menyerahkan tanah garapannya kepada PT LAJ,” kata Azhari, dalam keterangan tertulis pada Kamis, 20 Februari 2025.
Wiranto Manalu selaku Sekretaris IHCS Provinsi Jambi pun menilai seharusnya PT LAJ tidak lagi menggunakan cara-cara lama dalam menakut-nakuti rakyat dengan upaya kriminalisasi. Sebab hal tersebut menunjukkan bahwa kehadiran PT LAJ hanya menimbulkan traumatik bagi masyarakat di sekitar PT LAJ.
Dengan segala riwayat konflik PT LAJ dengan masyarakat sekitar, menurut Wiranto pemerintah pusat melalui Kementerian Kehutanan harusnya segera melakukan evaluasi dan adendum terhadap Izin PT LAJ. Lantaran dari jumlah Izin HTI seluas 61.459 hektare, hanya sekitar 15.000 hektare lebih yang bisa dikuasai oleh PT LAJ.
Dia menilai hal itu disebabkan oleh sudah adanya kedudukan petani penggarap sebelum izin PT LAJ diberikan oleh Kementerian Kehutanan serta tidak adanya sinkronisasi luasan izin dengan lahan yang sudah terlebih dahulu diduduki masyarakat.
IHCS Jambi pun mendorong Kementerian Kehutanan untuk memberikan kepastian kepemilikan lahan terhadap masyarakat yang terlebih dahulu tinggal di areal yang diklaim PT LAJ.
“Kementerian Kehutanan harus segera dapat mendorong penyelesaian konflik ini dengan menggunakan berbagai skema termasuk Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH). Harus dilakukan identifikasi dan verifikasi agar ada kejelasan bagi masyarakat,” katanya.
Karena pada prinsipnya, menurut Wiranto, masyarakat yang tinggal di dalam Kawasan hutan yang diklaim areal PT LAJ tersebut siap dibina oleh skema pemerintah yang nantinya.
“Apakah pasca dikeluarkan dari Izin LAJ para petani akan diwajibkan membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) itu tidak menjadi masalah, selain itu juga dapat mengurangi beban PT LAJ dalam membayar Pajak PBPH nya apalagi PT LAJ tidak menguasai lahan tersebut,” katanya.
Dengan berbagai persoalan yang timbul saat ini, IHCS Jambi bakal mendampingi Forum Tani Sungai Salak dan akan mendatangi beberapa institusi negara untuk melaporkan dugaan kriminalisasi dan resolusi konflik bagi masyarakat yang tinggal di areal klaim izin PT LAJ.
Petani disebut bakal akan jalan kaki dari Merak menuju Kementerian Kehutanan, Kementerian Polkam, Kementerian Hukum, Mabes Polri serta Komnas HAM, hal ini disebabkan oleh keyakinan para petani bahwa negara masih belum hadir untuk melindungi dan memberikan solusi terhadap nasib para petani.
Adapun yang menjadi Tuntutan Forum Tani Sungai Salak yakni;
- Hentikan kriminalisasi yang dilakukan PT LAJ terhadap petani Sungai Salak Desa Balai Rajo, Kecamatan VII Koto Ilir, Kabupaten Tebo.
- Meminta Kementerian Kehutanan melakukan Evaluasi dan Adendum Izin PT LAJ yang sudah terlebih dahulu diduduki oleh para petani.
- Meminta Kementerian Kehutanan melakukan langkah penyelesaian konflik agraria terhadap penguasaan tanah dalam kawasan hutan yang sudah diduduki terlebih dahulu oleh masyarakat sebelum izin PT LAJ.
- Meminta Komnas HAM memberikan perlindungan kepada petani Forum Tani Sungai Salak terhadap kriminalisasi yang dilakukan PT LAJ.
- Meminta Mabes Polri untuk memerintahkan Polres Tebo menghentikan upaya kriminalisasi petani yang dilakukan PT LAJ.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Kejati Sita Rp 1,7 Miliar dari Kasus Korupsi MTN PT SNP pada Bank Jambi 2017-2019

DETAIL.ID, Jambi – Tim penyidik tindak pidana korupsi gagal bayar MTN PT SNP pada Bank Jambi tahun 2017-2019, menyita uang senilai Rp 1,7 miliar dari salah satu tersangka atas nama Arif alias AE pada Rabu, 19 Februari 2025.
Dalam keterangan tertulis, Kasipenkum Kejati Jambi, Noly Wijaya menyampaikan penyitaan tersebut melengkapi barang bukti dalam perkara korupsi gagal bayar MTN PT SNP pada Bank Jambi 2017-2019.
Uang senilai Rp 1,7 miliar tersebut pun kini telah dititipkan sementara di pekening penitipan Kejati Jambi pada Bank BRI Cabang Jambi.
Adapun AE disangka melanggar ketentuan primair Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) KUHPidana.
Subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
“Perkara ini melibatkan tersangka AE yang diduga melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan beberapa pihak,” kata Kasipenkum Kejati Jambi, Noly Wijaya.
Di antaranya yakni, Yunsak El Halcon bin H. Zaihifni Sihak (alm) – telah dijatuhi pidana penjara selama 13 tahun, Dadang Suryanto Bin Supandi, telah dijatuhi pidana penjara selama 9 tahun. Andri Irvandi Bin Djohan dijatuhi pidana penjara selama 13 tahun.
Leo Darwin diputuskan pidana penjara 16 tahun, yang saat ini terdakwa dan JPU Kejari Jambi sedang proses pengajuan upaya hukum banding di Pengadilan Tinggi Jambi.
Sebagaimana diketahui tindak pidana korupsi perkara gagal bayar dalam pembelian MTN PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) periode tahun 2017-2018, berdampak signifikan pada kerugian keuangan negara sebesar Rp 310 miliar lebih.
Dalam rilisnya, Kejati Jambi pun menegaskan komitmen untuk menyelesaikan perkara ini secara profesional, transparan, dan akuntabel demi penegakan hukum yang adil dan kepastian hukum dan dalam penanganannya tidak hanya berorientasi pada penghukuman namun juga pada pemulihan/penyelamatan keuangan negara.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Polres Merangin Tangkap Tiga Pelaku Spesialis Pencurian Hewan Ternak

DETAIL.ID, Merangin – Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Merangin berhasil menangkap tiga pelaku spesialis pencurian hewan ternak yang terjadi di Desa Kampung Baru, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin pada Kamis, 13 Februari 2025.
Tiga tersangka yakni, SH (43), warga Perumahan Khalifa Desa Tanjung Rambai, Kecamatan Sarolangun, IM (36) warga Desa Sungai Abang, Kecamatan Sarolangun dan DS (45) warga Bedeng Pelawan Kecamatan Pelawan, Kabupaten Sarolangun.
Penangkapan para pelaku bermula pada hari Kamis tanggal 13 Februari 2025 sekira pukul 03:30 WIB, dimana pada saat itu Tim opsnal Sat Reskrim Polres Merangin mendapatkan informasi bahwa telah terjadi pencurian hewan ternak berupa dua ekor kerbau yang terjadi di Desa Kampung Baru Kecamatan Tabir, kemudian Tim mendapatkan informasi bahwa para pelaku sudah membawa 2 ekor kerbau tersebut menggunakan mobil R4 pickup carry mengarah ke Kota Bangko.
Mendapat informasi tersebut, Tim langsung melakukan hunting di sekitaran jalan lintas Sumatera menuju arah Kota Bangko, setelah teridentifikasi selanjutnya Tim membututi para pelaku dan langsung melakukan penghadangan terhadap mobil yang bermuatan 2 ekor kerbau tersebut di depan Mako Polres Merangin.
“Saat hendak diamankan, tersangka sempat ada perlawanan, namun berhasil kita amankan,” kata Kapolres Merangin, AKBP Roni Syahendra melalui Kasubsi Penmas Aiptu Ruly pada Senin, 17 Februari 2025.
Ruly menjelaskan, ketiga pelaku saat ini sudah diamankan di Polres Merangin dan selain pelaku, polisi juga berhasil mengamankan barang bukti berupa 2 ekor kerbau betina, 1 unit mobil Carry Pickup warna hitam, 4 ikat tali tambang, 1/4 bungkus garam dan 3 buah putas.
“Untuk saat ini Penyidik sedang mendalami keterangan dari ketiga tersangka, karena tidak tertutup kemungkinan ada pihak lain yang membantu pencurian hewan ternak tersebut. Mengingat ketiga tersangka berdomisili di Sarolangun semua,” ujarnya.
Sementara itu, guna mempertanggungjawabkan perbuatannya para pelaku disangkakan melanggar Pasal 363 KUHP dengan ancaman diatas 7 tahun penjara.
Ia juga mengingatkan masyarakat untuk terus waspada terhadap hal – hal kecil yang mencurigakan di lingkungan tempat tinggal masing – masing demi terciptanya keamanan bersama.
“Tetap waspada apabila ada hal yang mencurigakan, segera melaporkan ke pihak Kepolisian terdekat,” tutur Ruly.
Reporter: Daryanto