LINGKUNGAN
Enam Masyarakat Adat Dayak Marjun Ditangkap, Organisasi Rakyat Desak Pemerintah

DETAIL.ID, Jambi – Masih seperti biasanya, konflik agraria yang tak kunjung menemui titik terang lagi-lagi bermuara pada kriminalisasi hingga penangkapan sejumlah masyarakat.
Terbaru konflik agraria di Talisayan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur yang melibatkan masyarakat adat Dayak Marjun dengan perusahaan perkebunan sawit bernama PT Tanjung Buyuh Perkasa Plantation (TBPP) yang telah berlangsung sedari tahun 2004 bermuara pada kriminalisasi dan penangkapan sejumlah warga oleh aparat kepolisian.
Dalam rilis pernyataan sikap Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) 24 Juni 2022, penangkapan terhadap warga Talisayan dilandasi oleh laporan PT TBPP yang menuduh warga melakukan pemanenan dan pencurian sawit milik PT TBPP, 6 warga dikenakan pasal 363 KUHP tentang pencurian.
KNPA pun bersuara keras lewat rilisnya yang diterima oleh awak media. KNPA mencatatkan dalam rilisnya, pemanenan sawit oleh masyarakat adat Dayak Marjun diatas tanah ulayatnya tidak dapat disebut sebagai kasus pencurian dengan menggunakan pendekatan hukum pidana.
Sebab jika ditilik lagi ke belakang, hal yang melatarbelakangi aksi pemanenan sawit oleh masyarakat disebabkan PT TBPP melakukan penanaman sawit diluar batas HGU nya dan telah merampas wilayah adat marjun seluas kurang lebih 1800 Hektare.
Perjuangan Masyarakat adat Dayak Marjun telah telah berlangsung dengan berbagai macam upaya protes dan penolakan terhadap kegiatan operasional PT TBPP yang telah merampas tanah ulayat dan merusak lingkungan. Namun upaya mereka tersebut justru mendapat respon yang tidak baik.
Mereka diarahkan pada tuduhan-tuduhan pidana. Padahal pasal 66 UU No 32 tahun 2009 tentang Pengolahan dan Perlindungan Lingkingan Hidup (UU PPLH) dengan tegas menyebutkan “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”
Menyikapi peristiwa itu juga, Kepala Perwakilan Indonesia Human Right Committee for Social Justice (IHCS) Provinsi Jambi, Ahmad Azhari meminta agar masyarakat adat Dayak Marjun yang telah ditangkap polisi agar segera dibebaskan.
“Tidak relevan upaya kriminalisasi oleh Polisi terhadap masyarakat adat Marjun, mereka tidak hanya subyek yang telah diatur dan dilindungi oleh undang-undang namun juga secara konstitusional MK 35 memberikan penghormatan, artinya untuk keadilan sosial ada hak menguasai negara terhadap obyek-objek konflik agraria. Kami minta saudara-saudara kami dibebaskan,” kata Ahmad Azhari, Sabtu 25 Juni 2022.
Atas konflik yang menimpa masyarakat adat Dayak Marjun tersebut KASBI, KPA, Aman, Walhi, dan IHCS yang berkoalisi dalam KNPA menuntut agar Kejaksaan, Polres dan Pemkab Berau segera membebaskan 6 warga yang dikriminalisasi dan ditangkap oleh kepolisian dan juga agar proses hukum yang menimpa masyarakat adat Dayak Marjun segera dihentikan.
Kemudian, Presiden segera mengintruksikan Kementrian dan lembaga terkait untuk mempercepat penyelesaian konflik agraria wilayah adat Marjun sebagai bagian dari komitmen pelaksanaan reforma agraria dan pengakuan serta pemulihan hak-hak masyarakat adat.
Reporter: Juan Ambarita
LINGKUNGAN
Sembilan Perusahaan Perkebunan di Provinsi Jambi Beroperasi di Kawasan Hutan

DETAIL.ID, Jambi – Sebanyak 436 perusahaan perkebunan sawit dinyatakan beroperasi dalam kawasan hutan. Di Provinsi Jambi, setidaknya terdapat 9 perusahaan sebagaimana tercantum dalam SK Menteri Kehutanan RI Nomor 36 tahun 2025.
Dalam lampiran subjek hukum kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan yang berproses atau ditolak permohonannya di Kementerian Kehutanan.
Perusahaan perkebunan yang beroperasi di Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi yakni PT Indokebun Unggul, grup KPN Plantation tercatat mengajukan permohonan perizinan sebanyak 771 hektare, Seluas 765 hektare di antaranya sedang berproses, dan 6 hektare ditolak.
Kemudian PT Pratama Sawit Mandiri dengan permohonan 116 hektare, berproses 111 hektare, dan 5 hektare ditolak.
Di Kabupaten Muarojambi, ada PT Puri Hijau Lestari dengan permohonan 379 hektare, berproses 393 hektare, ditolak 4 hektare. Selanjutnya PT Muaro Kahuripan Indonesia permohonan 863 hektare, 698 hektare berproses, 165 hektare ditolak dan PT Ricky Kurniawan Kertapersada, permohonan 300 hektare, berproses 267 hektare dan 33 hektare ditolak.
Di wilayah Kabupaten Bungo dan Tebo ada PT Satya Kisma Usaha (Sinarmas Agro) dengan catatan permohonan 105 hektare, 7 hektare berproses dan 98 hektare ditolak.
Selanjutnya, PT Sukses Maju Abadi, group Incasi, permohonan 403 hektare, berproses 324 hektare, ditolak 79 hektare.
Kabupaten Tanjungjabung Barat PT Pradira Mahajana, permohonan 49 hektare dan berproses 49 hektare.
Kabupaten Tanjungjabung Timur juga tercatat 1 perusahaan yakni PT Ladang Sawit Sejahtera group PT Nusantara Sawit Sejahtera Tbk permohonan 51 hektare berproses 51 hektare.
“Penetapan daftar subjek hukum kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam amar kesatu sebagai bahan masukan Kementerian Kehutanan kepada Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan,” demikian bunyi putusan kedua, Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 36 tahun 2025.
Reporter: Juan Ambarita
LINGKUNGAN
Hasil Laboratorium, Sumur Milik Sawal di Dekat Kolam Limbah PT SGN Tak Layak Dikonsumsi

DETAIL.ID, Merangin – Teka-teki hasil laboratorium terhadap sumur milik Sawal yang berada tak jauh dari kolam limbah milik PT Sumber Guna Nabati (SGN) sudah terjawab.
Dasar pengujian sampel air limbah sesuai dengan Permen LH Nomor 5 tahun 2004 pasal 16 ayat 3, dan dasar pengujian air sumur no p.68/MenLhk.setjen/2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, serta Permenkes No 32 tahun 2017.
Dari hasil pengujian sampel yang diambil oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Merangin didapat hasil bahwa sumur milik Sawal dengan hasil PH 3,09 tidak layak konsumsi.
Hal ini berdasarkan hasil uji laboratorium, dengan mengunakan parameter fisika padatan tersuspensi total (TTS), temperatur dan padatan terlarut total dan juga mengunakan parameter kimia seperti PH, BOD, COD dan CL.
“Dari hasil uji laboratorium, dengan menggunakan parameter fisika dan kimia, untuk air sumur milik Sawal tidak layak konsumsi sebab PH airnya 3,09 atau lebih asam jika diminum maka berasa seperti asam air jeruk,” kata Kadis DLH Kabupaten Merangin, Syafrani pada Senin, 13 Januari 2025.
Sementara itu hasil laboratorium di outlet 13 milik PT SGN, terdapat PH air 9,05, BOD 39, COD 188, outlet parit warga diketahui PH airnya 9,7, BOD 24, COD 283. Sementara sampel air yang diambil di hulu Sungai Retih PH 5,36, BOD 2, COD 54, CL 1 dan sampel air di hilir Sungai Retih PH 6,52, BOD 2, COD 51, Cl 11.
“Dengan hasil yang kami rilis, ada beberapa titik sampel yang diambil mengalami peningkatan. Agar warga berhati-hati tidak mengonsumsi air yang tercemar dan jika terkonsumsi maka bisa saja ada reaksi pada tubuh,” ujarnya.
Terkait dengan hasil yang dirilis DLH Kabupaten Merangin, Feri Irawan Direktur Perkumpulan Hijau, mengatakan bahwa izin perusahaan PT SGN bisa saja direkomendasikan untuk dicabut, dan mendorong pemerintah daerah dan pemerintah provinsi untuk meninjau ulang izin Amdal yang pernah dikeluarkan.
“Ada kejahatan lingkungan, pemerintah wajib meninjau ulang, jika tidak bisa saja aparat kepolisian menindaklanjuti agar kejadian ini tidak terulang,” kata Feri Irawan yang juga anggota forum WALHI.
Reporter: Daryanto
LINGKUNGAN
Kadis LH Merangin: Secara Kasat Mata Sumur Milik Sawal Tercemar

DETAIL.ID, Merangin – Hingga saat ini sampel air sumur milik Sawal yang sudah tidak bisa dimanfaatkan, masih menunggu hasil uji laboratorium. Yang berwenang untuk mengumumkan hasilnya adalah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Merangin.
Kadis LH Merangin, Syafrani mengatakan, secara kasat mata sumber air sumur milik warga yang bernama Sawal sudah jelas tercemar.
“Dari warna dan bau air sumurnya saja sudah menjelaskan secara kasat mata bahwa umur tersebut tercemar,” katanya pada Sabtu, 21 Desember 2024.
Namun untuk kepastiannya, ia masih menunggu hasil dari Lakesda Merangin.
“Nanti hasilnya dari laboratorium kesehatan daerah, bakal kita umumkan ke masyarakat, sebab sampel yang diambil kemarin bukanlah berasal dari PT SGN tetapi dari sumur warga yang tinggalnya dekat dengan PT SGN,” ujarnya.
Ditegaskan Syafrani, dengan turunnya DLH dan juga laboratorium daerah menjadi fokus atas pengaduan masyarakat kepada DLH.
“Ini harus dibedakan, kita bukan dalam rangka pembinaan rutin kepada perusahaan, tetapi karena ada pengaduan dan jika terbukti mencemari lingkungan kita umumkan dan tentu ada sanksinya,” tuturnya.
Reporter: Daryanto