Ketua Umum KADIN Indonesia Arsjad Rasjid mengungkapkan pemerintah perlu merumuskan kebijakan pengupahan yang lebih tertarget, sejalan dengan perkembangan ekonomi dan karakter setiap sektor industri.
Selain itu, kebijakan pengupahan tersebut juga perlu bersifat adil dan tidak memberatkan pelaku usaha dan tidak merugikan tenaga kerja atau buruh. Pasalnya, baik pelaku perjuangan maupun tenaga kerja, keduanya merupakan siklus perkembangan ekonomi yang tidak dapat dipisahkan.
Menurutnya, insentif mampu ditargetkan pada industri tertentu dan tepat target sesuai dengan keadaan sektoral. Arsjad menyebut industri padat karya yang menyerap lebih banyak tenaga kerja dan menciptakan lapangan pekerjaan berlainan aksara dengan industri padat modal yang mengandalkan teknologi dan modal besar.
Sementara itu, industri yang berorientasi pada ekspor mirip industri alas kaki dan pakaian jadi berlainan dengan industri yang berorientasi pada impor, mirip masakan dan minuman yang mengandalkan materi baku sereal, industri plastik, dan peralatan elektronika.
“Dalam suasana pelemahan ekonomi global yang bakal berlanjut pada tahun depan, kami berharap biar kebijakan kenaikan upah diikuti dengan pemberian insentif bagi industri yang terkena imbas gejolak ekonomi global, mirip industri padat karya dan yang berorientasi pada ekspor,” kata Arsjad melalui informasi resmi, Selasa, 22 November 2022.
Ia menyertakan pihaknya memang menyambut baik aturan formulasi penetapan upah tahun depan yang gres diterbitkan Kementerian Ketenagakerjaan, Permenaker Nomor 18/2022 ihwal Penetapan Upah Minimum Provinsi.
Namun, kebijakan tersebut harus mempertimbangkan juga keberlangsungan usaha pada setiap sektor semoga tidak kontraproduktif.
Pihaknya tidak menampik bahwa tantangan ekonomi global yang dipicu oleh konflik geopolitik terus menyebabkan lonjakan inflasi. Pada Oktober 2022, inflasi Indonesia telah mencapai 5,71 persen yang bakal berimbas pada kenaikan harga-harga bahan pokok dan daya beli masyarakat.
Di sisi lain, kata Arsjad, dengan tantangan yang serupa, industri dalam negeri juga mencicipi pengaruh yang berlainan-beda. Hal ini tercermin dari penurunan usul global yang mempunyai efek pada ekspor Indonesia.
Berdasarkan catatannya, kinerja ekspor tercatat turun 10,99 persen pada September tahun ini menjadi US$24,8 miliar dibandingkan pada bulan sebelumnya. Imbasnya, sektor industri padat karya sebagai penopang perembesan tenaga kerja di Indonesia menjadi lesu darah alasannya adalah permintaan yang menurun.
“Kebijakan peningkatan upah minimum pada satu kurun seharusnya menargetkan pada industri dengan laju pertumbuhan ekonomi paling besar atau winning industry pada kurun tersebut. Jika tidak, kebijakan kenaikan upah tersebut akan memberatkan pelaku perjuangan,” ujar Arsjad.