MENDEKATI Pemililu 2024, pembahasan terkait Revisi Undang Undang Desa No 6 tahun 2014 semakin menarik. Terbaru, Presiden Jokowi bersurat kepada DPR RI terkait pembahasan revisi UU Desa.
Saat itu juga asosiasi pemerintahan desa melakukan aksi demonstrasi di depan gedung DPR RI guna menuntut pengesahan RUU Desa. Mereka menuntut DPR segera mengesahkan RUU Desa.
Berdasarkan penelusuran penulis, terdapat setidaknya 20 pasal yang diberubah dalam Revisi UU Desa, di antaranya; Pasal 3 Asas Legalitas, Pasal 4 dan 4A Kedudukan dan Wilayah Desa, Pasal 26 – 27 Tugas, kewenangan dan kewajiban Kepala Desa, Pasal 44 – 50 Perangkat desa, Pasal 56 dan 62 Badan Permusyawaratan Desa, Pasal 67 Kewajiban masyarakat desa, Pasal 72 Keuangan desa (termasuk alokasi dana desa), Pasal 78, 79, 86 Rencana pembuangan dan sistem informasi pengunan desa, Pasal 118 Ketentuan peralihan masa jabatan dan peralihan masa jabatan dan periodisasi kepala desa, BPD, dan perangkat desa.
Jika dirunut dari peristiwa sebelumnya Revisi UU Desa mulai ramai setelah pada 20 April 2021, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan pembatasan kepala desa sepanjang 6 tahun dengan paling banyak tiga kali masa jabatan konstitusional.
Selanjutnya, pada 17 Januari 2023 ribuan kepala desa berunjuk rasa di depan gedung DPR menuntut penambahan masa jabatan dan revisi UU Desa.
Hal tersebut kemudian disikapi oleh DPR, pada 22 Juni 2023 dengan sepakatnya rapat panja baleg untuk mengubah masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun dan dapat dipilih kembali sebangak dua kali.
Selanjutnya, pada 23 Januari 2023 DPP Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia menyatakan akan menggelar demo besar pada Agustus – Oktober 2023 bila UU Desa tidak segera direvisi dan disahkan. Bahkan aksi-aksi demontrasi yang menuntut untuk pengesahan RUU Desa masih tetap bergulir.
Sejak pertama kali dibahas pada pertengahan Juli lalu, penyusunan RUU Desa oleh Baleg terus menjadi perhatian publik. Sebab Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa itu sebelumnya tak ada dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023.
DPR mendadak menetapkan RUU Desa dalam daftar RUU Kumulatif Terbuka dengan alasan menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas perkara uji materi UU Nomor 6/2014 pada Maret 2023.
Panja Penyusunan RUU Desa pun menargetkan perumusan RUU tersebut segera tuntas dan mendapatkan persetujuan di tingkat panja. Setelah disetujui, Baleg akan mengusulkannya ke rapat paripurna untuk mendapatkan persetujuan sebagai RUU inisiatif DPR sebelum masa sidang ini berakhir pada 14 Juli mendatang. RUU Desa itu nantinya akan diusulkan kepada pemerintah untuk dibahas bersama DPR.
Jelang akhir tahun 2023, pimpinan DPR telah menerima surat presiden dari Presiden tentang penunjukan wakil pemerintah untuk membahas Revisi UU Desa tersebut.
Proses yang terkesan sangat cepat dan mulus dalam revisi UU ini pun tampak seakan sarat akan konflik kepentingan. Terlebih jika RUU ini sudah disahkan dan diberlakukan sebelum ajang Pemilu 2024 mendatang.
Terkait fenomena hukum dalam Revisi UU Desa ini penulis berpandangan bahwa terdapat ada azas universal dalam hukum, yang pada intinya untuk tidak memberlakukan UU secara langsung setelah disahkan.
Azas tersebut diterapkan untuk hal-hal yang bernuansa konflik kepentingan dan penyimpangan kekuasaan. Sebab perpanjangan masa jabatan kepala desa ini terkait erat dengan konflik kepentingan terlebih di masa Pemilu.
*Penulis merupakan mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Universitas Jambi
Discussion about this post