Connect with us

PERKARA

Enam Saksi Diperiksa Polisi Soal Tongkang Batu Bara Tabrak Jembatan Tembesi, Pelapor Tidak Hadir

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Sampai saat ini, peristiwa tongkang batu bara yang menabrak Jembatan Pelayangan, Muara Tembesi, Batanghari masih terus didalami oleh pihak kepolisian.

Direktur Polairud Polda Jambi Kombes Pol Agus Tri Waluyo lewat Kasubdit Gakum Ditpolairud Polda Jambi AKBP Wahyu Hidayat menyampaikan pihaknya sudah memeriksa 6 orang saksi, mulai dari masyatakat sekitar hingga kru kapal tugboat yang menarik tongkang batu bara tersebut.

Wahyu Hidayat juga mengungkap bahwa pihak BPJN IV Jambi sebagai pelapor juga harusnya sudah diperiksa pada Rabu kemarin, 3 April 2024. Namun Kasatker PJN Tembesi dan juga PPTK nya tidak hadir memenuhi panggilan pihaknya.

“Pemeriksaan dari pibak BPJN harusnya Rabu kemarin, tapi ga hadir. Undangan udah kita kirim, rencana kita agendakan setelah Idul Fitri nanti,” ujar AKBP Wahyu Hidayat, Jumat 5 April 2024.

Menurut Kasubdit Gakum Ditpolairud Polda Jambi tersebut, pihaknya sudah memeriksa sejumlah saksi mulai dari masyarakat sekitar TKP hingga kru kapal tugboat tersebut. Namun soal siapa pemilik tongkang tersebut, Wahyu enggan mengungkap lebih lanjut.

Dia berdalih pihaknya tetap mengedepankan praduga bersalah, oleh karena itu terhadap para saksi juga masih akan diagendakan pemeriksaan lebih lanjut dan juga pengecekan kondisi fisik tongkang serta Jembatan.

“Pokoknya kita agendakan, abis lebaran Insya Allah sudah ada titik teranglah,” kata Wahyu.

Terkait kerugian materil dari peristiwa tongkang yang menabrak jembatan Tembesi itu, Wahyu bercerita pengalaman sebelum-sebelumnya bahwa soal kerugian materil ini dapat dikembalikan ke pemilik kapal dan instansi terkait yang bertanggungjawab terhadap objek yang disenggol.

Apabila mereka ada kesepakatan, kata Wahyu, mereka melakukan mediasi di luar proses kepolisian.

“Dinotariskan dan lain-lain, nah setelah itu mereka memberikan tembusan kepada Polair dan Syahbandar,” katanya.

Apabila dalam prosesnya pihak yang menabrak kemudian melakukan perbaikan sementara, maka berarti berarti pihak pelaku bersedia untuk ganti rugi.

Dari pihak kepolisian pun maka tinggal mengeluarkan hasil penyelidikan bahwa sudah ada kesepakatan damai antara kedua belah pihak. Jika tidak maka Polair melimpahkan berkasnya ke KSOP.

Hal ini menurut Wahyu dikarenakan dalam UU Pelayaran ada beberapa segi yang masuk ke dalam pelanggaran. Dalam hal terjadi pelanggaran maka Polair menerbitkan laporan polisi kalau dalam hasil penyelidikan ada pelanggaran lalu menyerahkan ke KSOP.

“Didalam UU Pelayaran, kami limpahkan ke Syahbandar KSOP. Tindak lanjutnya nanti KSOP. Tapi apabila ada indikasi pidana, baru kita pihak Ditpolair,” katanya.

Misal kejadian sejelumnya, jembatan Gentala Arasty. “Yang Gentala sudah beres itu, sudah dipasang kembali fendernya segala macam sudah,” kata Wahyu.

Kasubdit Gakum tersebut pun kembali menyampaikan bahwa soal laporan Tongkang yang Jembatan Tembesi ini masih terus didalami pihaknya. Dan dia yakin pasca Lebaran Idul Fitri 1445 H, kasus ini sudah mulai mengarah pada titik terang.

Reporter: Juan Ambarita

PERKARA

Jaksa Nyatakan Banding Atas Vonis Yanto

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Polemik penolakan putusan majelis hakim terhadap terdakwa Riski Aprianto alias Yanto oknum ASN dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi terus bergulir.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Jambi pun akhirnya menyatakan banding terhadap putusan yang dijatuhkan kepada Yanto, dengan kurungan 2 tahun penjara.

“Jaksa Penuntut Umum Kejari Jambi sudah menyatakan banding, perkara Yanto ASN. Tanggal 8 Juli 2025,” kata Kasi Penkum Kejati Jambi Noly Wijaya pada Selasa, 8 Juli 2025.

Sebelumnya, Yanto divonis 2 tahun penjara, didenda Rp 15 juta, jika tidak dibayar selama 30 hari akan diganti dengan kurungan penjara selama 6 bulan tahanan.

Putusan itu, dibacakan Ketua Majelis Hakim, Suwarjo dalam sidang putusan, di Pengadilan Negeri (PN) Jambi pada Kamis, 3 Juni 2025.

Adapun putusan ini, jauh lebih ringan dibanding dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, dimana Yanto, dituntut 7 tahun kurungan penjara dan denda sebesar Rp 500 juta dengan subsidair 1 tahun penjara.

Begitupun dengan orang tua korban, Imelda yang teriak histeris usai mengikuti persidangan. Di pekarangan kantor PN Jambi orang tua korban menduga ada permainan atas putusan tersebut.

“Dak puas aku (putusan hakim), 2 tahun katanya. Bermain berarti hakim tuh. Pikirkan kalau anaknyo yang dikayak gitu kan, biso dak dia ngasih hukuman segitu!. Dak terimo. Banding aku,” ujar Imelda, berteriak histeris.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Yosi, menyatakan pihaknya masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya. Menurutnya, fakta persidangan tak cukup membuktikan dakwaan jaksa terhadap kliennya.

“Kami menghormati putusan hakim, tapi tetap akan pikir-pikir. Menurut kami, klien kami seharusnya dibebaskan karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan,” ujar Yosi.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Orang Tua Korban Pencabulan Masih Tak Terima dengan Vonis Rendah Yanto, Imelda Juga Ungkap Soal Tawaran Duit

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Imelda masih tak habis pikir dengan vonis ringan 2 tahun penjara yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim pada Yanto alias Risky Aprianto. Orangtua korban pencabulan tersebut bahkan menilai jika Yanto memutarbalikkan fakta sepanjang persidangan.

Dalam pertimbangan hal yang meringankan, sebagaimana Hakim Suwarjo menyebut terdakwa berperilaku sopan dan mengakui perbuatannya di muka persidangan. Juga dibantah oleh Imelda, menurut Imelda Yanto bahkan tidak pernah meminta maaf secara langsung pada keluarganya.

Padahal imbas aksi pencabulan yang dilakukan Yanto terhadap putranya yakni A (14), anak Imelda itu kini mengalami trauma berkepanjangan. Korban yang masih duduk di bangku SMP itu juga disebut kerap mengalami bullying ikhwal peristiwa yang dialaminya.

“Masih (trauma) sampai sekarang. Emosinya tuh kalau dia marah tuh, enggak stabil,” kata Imelda, Sabtu 5 Juli 2025.

Imelda juga mengungkap bahwa semenjak kasus pelecehan sesama jenis yang menimpa anaknya tersebut mulai mencuat di media massa, sampai ditangani polisi hingga bergulir di pengadilan. Rumahnya silih berganti didatangi orang tak dikenal.

Mereka berupaya meloby negoisasi agar kedua pihak bisa berdamai. Dalam negoisasi bahkan Imelda bilang keluarganya pernah dari Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

Namun semua tawaran duit gede tersebut diabaikan oleh Imelda bersama keluarga. Mereka takut, perkara serupa bakal kembali berulang kepada anak-anak yang lain. Terlebih pelaku Yanto sendiri disebut tak pernah meminta maaf secara langsung.

“Ado sampai 1 (Rp 1 M), ibu mau berapa Rp 500, Rp 1 M. Itu dikirim lewat WA, saya screnshoot saya kirim ke JPU. Wah banyak yang datang, saya yang ketakutan jadinya. Sampai jam setengah 12 malam datang,” ujarnya.

Sementara itu Ketua LPAI Provinsi Jambi Amsyarnedi Asnawi menyayangkan vonis ringan 2 tahun kepada Yanto. Dia juga bertanya-tanya, kenapa pasal yang dikenakan dalam perkara Yanto bukan Pasal Perlindungan Anak, melainkan Pasal Tindak Pidana Pencegahan Kekerasan Seksual (TPKS).

Padahal menurut Eed sapaan akrabnya, segala unsur telah terpenuhi dalam riwayat perkara. “Seharusnya kalau (pakai) UU Perlindungan Anak jelas itu menyatakan 5 tahun minimal. Kalau pun hakim punya hati nurani, ya minimal 5 tahun pelaku dihukum,” ujar Eed.

Ketua LPAI Provinsi Jambi tersebut pun menegaskan bahwa pihaknya bakal mendorong JPU buat banding. Selain itu ia juga berencana untuk bersurat kepada LPAI pusat. Semua demi mengupayakan agar kasus serupa tak lagi berulang.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Tanggapi Vonis Yanto, LPAI: Miris Terhadap Putusan Hakim yang Tidak Berpihak pada Anak

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Vonis 2 tahun terhadap Yanto alias Risky Apriyanto, oknum ASN pelaku pencabulan anak di bawah umur langsung mendapat sorotan tajam dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Provinsi Jambi.

Ketua LPAI Provinsi Jambi, Amsyarnedi Asnawi merasa miris dengan putusan pengadilan yang dalam perkara yang dinilai tidak berpihak terhadap anak, dimana Majelis Hakim yang mengadili perkara memilih menjatuhkan pidana dengan menitikberatkan pada pelecehan seksual dibanding perlindungan anak.

“Ini kasus sodomi yang dilakukan orang dewasa terhadap anak di bawah umur tentunya seharusnya hakim harus berpedoman pada UU Perlindungan Anak Nomor 35/2014 yang mana prinsipnya anak berhak atas perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan korban seksual,” kata Amsyarnedi menanggapi putusan pada Kamis, 3 Juli 2025.

Lebih lanjut Ketua LPAI Jambi itu bilang, bahwa jika hakim mengacu pada UU PA, terdakwa bisa diputus serendah-rendahnya 5 tahun pidana penjara atau maksimal 15 tahun.

Dia pun menilai bahwa keluarga korban sudah selayaknya banding atas putusan pengadilan tingkat pertama tersebut.

“Harus banding dan LPAI mengharapkan di pengadilan banding, hakim akan memutuskan hukuman maksimal,” ujarnya.

Sementara ibu korban yakni Imelda, usai sidang dengan penuh emosi tak terima atas vonis rendah yang diberikan hakim pada terdakwa. Dengan lantang dia menuding hakim telah bermain dalam perkara anaknya.

“Dak puas aku, 2 tahun katanya. Aku dak puas nian. Masa percobaan pula 2 tahun tuh. Bermain berarti hakim tu. Pikirkan macam mano kalau anaknya yang dikayak gitukan. Biso dak dia ngasih hukuman segitu. Dak terimo, banding aku,” ujar Imelda.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement ads ads
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs