Connect with us

PERKARA

Ahmadi Zubir Mangkir dari Sidang Korupsi KONI Sungaipenuh, Kuasa Hukum Soroti Surplus Uang Pengganti Kerugian

DETAIL.ID

Published

on

Suasana sidang kasus korupsi dana hibah KONI Sungaipenuh. (DETAIL/Juan)

DETAIL.ID, Jambi – Sidang kasus korupsi dana hibah KONI Sungaipenuh kembali bergulir di Pengadilan Tipikor Jambi pada Selasa, 5 November 2024.

Masih dengan agenda pemeriksaan saksi, kali ini JPU menghadirkan kembali saksi dari Dispora Kota Sungaipenuh yakni Daniel selaku PPK.

“Sebelumnya dia sudah dipanggil, namun ada keterangan yang kami butuhkan sehingga saksi kami panggil lagi terkait verifikasi laporan pertanggungjawaban dari KONI itu, seperti dia jelaskan tadi. Khusus untuk KONI itu dia tidak verifikasi,” ujar Yogi, usai sidang.

Menurut JPU Yogi, berdasarkan aturan Perwako, SKPD wajib melakukan monitoring terkait pencairan, pelaksanaan, hingga laporan pertanggungjawaban kegiatan. Namun dalam kasus korupsi dana hibah KONI Sungaipenuh, hal tersebut seolah tak terlaksana.

Sementara itu terkait pemanggilan terhadap saksi Ahmadi Zubir selaku Wali Kota Sungaipenuh saat kasus ini mulai mencuat tampak menemui jalan buntu. Mantan Wali Kota Sungaipenuh tersebut kembali tidak memenuhi panggilan JPU.

“Panggilan ke-3 ini dari yang bersangkutan tidak bisa hadir dengan alasan kampanye,” katanya.

Ahmadi disebut tak bisa dipanggil paksa guna memberikan kesaksian di persidangan lantaran masa kampanye yang sedang ia ikuti. Oleh karena itu keterangannya dalam BAP perkasa bakal dibacakan di muka persidangan dalam agenda selanjutnya.

Dalam perkara ini JPU Kejari Sungaipenuh tersebut juga mengaku bahwa pihak Kejari Sungaipenuh telah menerima titipan uang pengganti kerugian negara.

“Penitipan uang pengganti oleh 4 orang terdakwa dimana keseluruhannya itu hampir Rp 700 jutaan, maka sisanya sekitar Rp 85 juta lagi,” katanya.

Sementara itu Omar Syarif Abdullah selaku kuasa hukum salah satu terdakwa yakni Khusairi merasa janggal dengan nominal kerugian yang sudah dititipkan di Kejari Sungaipenuh.

Dimana sisa kerugian disebut-sebut kini hanya tersisa Rp 85 juta, sedangkan masih terdapat nilai kerugian dari hibah KONI yang mengalir ke mantan Wali Kota Sungaipenuh Ahmadi Zubir senilai Rp 148 juta sebagaimana tertulis dalam dakwaan jaksa.

“Dan sampai hari ini dari keterangan Jaksa belum ada pengembalian. Namun di satu sisi, sisa pengembalian yang tersisa sekarang hanya Rp 85 juta. Ini yang jadi pertanyaan,” kata Omar Syarif.

Kuasa hukum terdakwa Khusairi tersebut bertanya-tanya sebab kalkulasi sederhana atas nilai yang sudah dilakukan penitipan sebesar Rp 700 juta jika ditambah dengan yang belum dikembalikan sebesar Rp 148 oleh Ahmadi Zubir, ditambah lagi sisa sebesar Rp 85 juta sebagaimana klaim jaksa.

Maka total nilainya jelas melampaui angka kerugian negara dari kasus ini sebagaimana dakwaan JPU sebesar Rp 849 juta.

“Ini yang jadi pertanyaan. Surplus jadinya, semestinya kan sama seimbang. Ini kenapa malah ada kelebihan. Ini perhitungan dari tim jaksa seperti apa kita juga tidak tahu.

Reporter: Juan Ambarita

PERKARA

Jaksa Nyatakan Banding Atas Vonis Yanto

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Polemik penolakan putusan majelis hakim terhadap terdakwa Riski Aprianto alias Yanto oknum ASN dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi terus bergulir.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Jambi pun akhirnya menyatakan banding terhadap putusan yang dijatuhkan kepada Yanto, dengan kurungan 2 tahun penjara.

“Jaksa Penuntut Umum Kejari Jambi sudah menyatakan banding, perkara Yanto ASN. Tanggal 8 Juli 2025,” kata Kasi Penkum Kejati Jambi Noly Wijaya pada Selasa, 8 Juli 2025.

Sebelumnya, Yanto divonis 2 tahun penjara, didenda Rp 15 juta, jika tidak dibayar selama 30 hari akan diganti dengan kurungan penjara selama 6 bulan tahanan.

Putusan itu, dibacakan Ketua Majelis Hakim, Suwarjo dalam sidang putusan, di Pengadilan Negeri (PN) Jambi pada Kamis, 3 Juni 2025.

Adapun putusan ini, jauh lebih ringan dibanding dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, dimana Yanto, dituntut 7 tahun kurungan penjara dan denda sebesar Rp 500 juta dengan subsidair 1 tahun penjara.

Begitupun dengan orang tua korban, Imelda yang teriak histeris usai mengikuti persidangan. Di pekarangan kantor PN Jambi orang tua korban menduga ada permainan atas putusan tersebut.

“Dak puas aku (putusan hakim), 2 tahun katanya. Bermain berarti hakim tuh. Pikirkan kalau anaknyo yang dikayak gitu kan, biso dak dia ngasih hukuman segitu!. Dak terimo. Banding aku,” ujar Imelda, berteriak histeris.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Yosi, menyatakan pihaknya masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya. Menurutnya, fakta persidangan tak cukup membuktikan dakwaan jaksa terhadap kliennya.

“Kami menghormati putusan hakim, tapi tetap akan pikir-pikir. Menurut kami, klien kami seharusnya dibebaskan karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan,” ujar Yosi.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Orang Tua Korban Pencabulan Masih Tak Terima dengan Vonis Rendah Yanto, Imelda Juga Ungkap Soal Tawaran Duit

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Imelda masih tak habis pikir dengan vonis ringan 2 tahun penjara yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim pada Yanto alias Risky Aprianto. Orangtua korban pencabulan tersebut bahkan menilai jika Yanto memutarbalikkan fakta sepanjang persidangan.

Dalam pertimbangan hal yang meringankan, sebagaimana Hakim Suwarjo menyebut terdakwa berperilaku sopan dan mengakui perbuatannya di muka persidangan. Juga dibantah oleh Imelda, menurut Imelda Yanto bahkan tidak pernah meminta maaf secara langsung pada keluarganya.

Padahal imbas aksi pencabulan yang dilakukan Yanto terhadap putranya yakni A (14), anak Imelda itu kini mengalami trauma berkepanjangan. Korban yang masih duduk di bangku SMP itu juga disebut kerap mengalami bullying ikhwal peristiwa yang dialaminya.

“Masih (trauma) sampai sekarang. Emosinya tuh kalau dia marah tuh, enggak stabil,” kata Imelda, Sabtu 5 Juli 2025.

Imelda juga mengungkap bahwa semenjak kasus pelecehan sesama jenis yang menimpa anaknya tersebut mulai mencuat di media massa, sampai ditangani polisi hingga bergulir di pengadilan. Rumahnya silih berganti didatangi orang tak dikenal.

Mereka berupaya meloby negoisasi agar kedua pihak bisa berdamai. Dalam negoisasi bahkan Imelda bilang keluarganya pernah dari Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

Namun semua tawaran duit gede tersebut diabaikan oleh Imelda bersama keluarga. Mereka takut, perkara serupa bakal kembali berulang kepada anak-anak yang lain. Terlebih pelaku Yanto sendiri disebut tak pernah meminta maaf secara langsung.

“Ado sampai 1 (Rp 1 M), ibu mau berapa Rp 500, Rp 1 M. Itu dikirim lewat WA, saya screnshoot saya kirim ke JPU. Wah banyak yang datang, saya yang ketakutan jadinya. Sampai jam setengah 12 malam datang,” ujarnya.

Sementara itu Ketua LPAI Provinsi Jambi Amsyarnedi Asnawi menyayangkan vonis ringan 2 tahun kepada Yanto. Dia juga bertanya-tanya, kenapa pasal yang dikenakan dalam perkara Yanto bukan Pasal Perlindungan Anak, melainkan Pasal Tindak Pidana Pencegahan Kekerasan Seksual (TPKS).

Padahal menurut Eed sapaan akrabnya, segala unsur telah terpenuhi dalam riwayat perkara. “Seharusnya kalau (pakai) UU Perlindungan Anak jelas itu menyatakan 5 tahun minimal. Kalau pun hakim punya hati nurani, ya minimal 5 tahun pelaku dihukum,” ujar Eed.

Ketua LPAI Provinsi Jambi tersebut pun menegaskan bahwa pihaknya bakal mendorong JPU buat banding. Selain itu ia juga berencana untuk bersurat kepada LPAI pusat. Semua demi mengupayakan agar kasus serupa tak lagi berulang.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Tanggapi Vonis Yanto, LPAI: Miris Terhadap Putusan Hakim yang Tidak Berpihak pada Anak

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Vonis 2 tahun terhadap Yanto alias Risky Apriyanto, oknum ASN pelaku pencabulan anak di bawah umur langsung mendapat sorotan tajam dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Provinsi Jambi.

Ketua LPAI Provinsi Jambi, Amsyarnedi Asnawi merasa miris dengan putusan pengadilan yang dalam perkara yang dinilai tidak berpihak terhadap anak, dimana Majelis Hakim yang mengadili perkara memilih menjatuhkan pidana dengan menitikberatkan pada pelecehan seksual dibanding perlindungan anak.

“Ini kasus sodomi yang dilakukan orang dewasa terhadap anak di bawah umur tentunya seharusnya hakim harus berpedoman pada UU Perlindungan Anak Nomor 35/2014 yang mana prinsipnya anak berhak atas perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan korban seksual,” kata Amsyarnedi menanggapi putusan pada Kamis, 3 Juli 2025.

Lebih lanjut Ketua LPAI Jambi itu bilang, bahwa jika hakim mengacu pada UU PA, terdakwa bisa diputus serendah-rendahnya 5 tahun pidana penjara atau maksimal 15 tahun.

Dia pun menilai bahwa keluarga korban sudah selayaknya banding atas putusan pengadilan tingkat pertama tersebut.

“Harus banding dan LPAI mengharapkan di pengadilan banding, hakim akan memutuskan hukuman maksimal,” ujarnya.

Sementara ibu korban yakni Imelda, usai sidang dengan penuh emosi tak terima atas vonis rendah yang diberikan hakim pada terdakwa. Dengan lantang dia menuding hakim telah bermain dalam perkara anaknya.

“Dak puas aku, 2 tahun katanya. Aku dak puas nian. Masa percobaan pula 2 tahun tuh. Bermain berarti hakim tu. Pikirkan macam mano kalau anaknya yang dikayak gitukan. Biso dak dia ngasih hukuman segitu. Dak terimo, banding aku,” ujar Imelda.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement ads ads
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs