DETAIL.ID, Jambi – Setelah menghabiskan waktu pekerjaan selama 208 hari plus adendum selama 90 hari kalender, toh pekerjaan pembangunan gedung auditorium serbaguna Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Thaha Syaifuddin (STS) Jambi senilai Rp35 miliar masih mangkrak dengan estimasi pekerjaan di bawah 50 persen.
Dari data yang dihimpun detail, proyek gedung itu memang bermasalah sejak awal. Dari data yang dikumpulkan bahwa proyek itu dimulai dengan proses tender yang bermasalah. Nama pemenang tender justru disingkat menjadi PT LAMNA – kepanjangan dari PT Lambok Ulina.
Baca Juga: Perusahaan Pemenang Tender Gedung IAIN STS Jambi Tak Terdaftar di Kemenkumham
Lantas setelah menang tender PT Lambok Ulina bersama pemilik proyek yaitu UIN STS Jambi mengikat kontrak lewat Surat Keputusan DR. H. Hadri Hasan MA selaku Rektor UIN sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dengan Surat Perjanjian Nomor 46-Un.15/PPK-SBSN/KU.01.2/06/2018 untuk memulai pelaksanaan pekerjaan selambat-lambatnya selama 208 hari kalender terhitung sejak 7 Juni 2018 hingga 31 Desember 2018.
Direktur PT Lambok Ulina mencairkan uang muka sebesar 20 persen atau sekitar Rp7 miliar. Namun pekerjaan itu diputus kontrak oleh Hermantoni selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan KPA di tengah jalan, persisnya pada 16 September 2018 dalam posisi pekerjaan masih terhitung 7 persen.
Kemudian, Hermantoni berupaya mencari pengganti untuk meneruskan pekerjaan tersebut melalui makelar berinisial R, D dan Y yang diduga salah seorang ASN di lingkup Provinsi Jambi dengan imbalan fee 2 persen dari nilai kontrak.
Diduga pada tanggal 20 Oktober 2018, Hadri Hasan beserta Hermantoni melakukan take over pekerjaan tersebut kepada Kristiana, ST, MPSDA – salah seorang oknum pegawai negeri sipil di Sumatra Selatan. Kristiana diduga mengambil pekerjaan itu dengan kontrak “di bawah tangan”.
Pada 1 November 2018, Kristiana mengajukan pencairan 30 persen dengan mengatas namakan Jhon Simbolon selaku Direktur PT Lambok Ulina. Johanis selaku bendahara UIN akhirnya mencairkan 25 persen atau sekitar Rp6,3 miliar, saat Kristiana baru mengerjakan 9 persen.
Padahal sangat jelas sekali dalam perjanjian yang ditandatangani Rektor/Kuasa Pengguna Anggaran yaitu Hadri Hasan yang menyatakan bahwa pembayaran kedua 25 persen setelah prestasi pekerjaan mencapai 30 persen seperti yang tertuang dalam pasal 8 perjanjian.
Hal tersebut sangat bertentangan dengan pihak yang ditunjuk sebagai Konsultan pengawas yaitu CV Reka Ruang Konsultan dan diperkuat dengan adanya surat tegurannya/Rekomendasi Teknis pekerjaan kepada pihak PT Lambok Ulina tertanggal 19 November 2018 bahwa hasil evaluasi dan monitoring konsultan pengawas berdasarkan bobot realisasi minggu ke-24 periode 12 November 2018 s/d 18 November 2018 pekerjaan baru mencapai 15.044 persen sedangkan rencana 83.667 persen jadi deviasi: -68,623 persen sisa waktu hanya tinggal 42 hari kalender.
Dalam surat tegurannya, pengawas bernama Rinaldi Yamali mengatakan keterlambatan pekerjaan itu disebabkan oleh kurangnya tenaga kerja, material terlambat dan jarangnya kerja lembur, di samping itu juga sering tertundanya pengecoran.
Adendum kontrak Nomor 116-Un.15/PPK-SBSN/KU.01.2/12/2018 tanggal 6 Desember 2018 juga menyebutkan bahwa hasil evaluasi dan monitoring lapangan per tanggal 6 Januari 2019 bobot realisasi baru mencapai 23,031 persen.
TP4D Mundur
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jambi (Kasi Penkum), Leksi saat dikonfirmasi di ruang kerjanya mengatakan bahwa Tim TP4D Kejaksaan Tinggi Jambi telah mengundurkan diri.
“Saat kami mengundurkan diri pasti ada alasannya. Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui si pemohon pengawalan proyek tersebut. Sejak awal sudah banyak tahapan tidak sesuai dengan awal pekerjaan, misalnya bangun pilar 8, perencanaan gedung itu kanan 8 kiri 8 tiba-tiba di MC.0 juga masih sama 8, Tapi tiba-tiba ada CCO di tengah jalan, CCO itulah yang mungkin membuat perubahan drastis,” kata Leksi belum lama ini.
Leksi menilai pelaksana pekerjaan telah menyimpang dari ketentuan pekerjaan. “Kalau ada temuan terkait dugaan korupsi, pembayaran tidak sesuai, mangkrak dan lain sebagainya, itu semua tanggung jawab kepada si pemilik pekerjaan, tata cara dia seperti apa, kalau dia bayar pekerjaan tidak sesuai dengan perencanaan awal, itu mutlak pasti ada perbuatan melawan hukum,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Rektor II H. Hidayat berdalih pihaknya akan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung pekerjaan pada akhir Maret 2019. “Kesimpulan kami proyek itu bekerja sampai akhir bulan ini, dan kami akan meminta kepada pihak audit, agar pihak audit BPK segera mengaudit berapa perhitungan proyek ini, kalau perhitungan kami kurang kami bayar, kalau mereka kurang kembalikan uang kekurangannya,” katanya baru-baru ini.
Saat ditanya mengenai alasan mundurnya TP4D pada proyek tersebut, dia mengatakan “Awalnya saya yang tampil ke kejaksaan untuk meminta pengawalan namun dalam perjalanan mereka mundur saya tidak tahu itu, silakan tanya langsung ke TP4D,” ucapnya dengan santai.
Mengenai pencairan yang tidak sesuai dan diduga ada permainan, dia berkilah tidak tahu persoalan itu karena katanya melalui tanda tangan semua. (DE 01/Tholip)
Discussion about this post