Lima Perusahaan Sawit Merambah Kawasan Hutan di Batanghari, Salah Satunya Milik Konglomerat

HUTAN: Camp perkebunan PT Brahma yang berada dalam kawasan hutan produksi. Foto diambil pada 14 September 2017. (DETAIL/LP2LH)

DETAIL.ID, Batanghari – Perambahan hutan oleh korporasi di Kabupaten Batanghari ternyata gila-gilaan dan telah berlangsung hampir 10 tahun. Ironisnya, perambahan ini dibiarkan oleh pemerintah yang acuh tak acuh.

Bahkan perambahan ini berada dalam satu kecamatan: Pemayung. Luasannya mencapai sekitar 1.200 hektar.

Tercatat lima perusahaan yang merambah kawasan hutan. Mereka adalah PT Inti Indosawit Subur (IIS) seluas 350 hektar di Desa Sungai Baung, PT Cipta Prasasti Lestari (CPL) seluas 350 hektar di Desa Teluk Ketapang, PT Kebun Indah Selaras (KIS) seluas 150 hektar di Desa Kuap 150 hektar, PT Pratama Sawit Mandiri (PSM) di Desa Kuap seluas 200 hektar.

Yang paling banyak merambah adalah PT Brahma Bina Bhakti (BBB) di Desa Kuap mencapai 400 hektar. PT Brahma dulunya bernama PT Kirana Sekernan. Setelah diakusisi oleh PT Brahma, kini tergabung dalam grup perusahaan PT Triputra Agro Persada. Pemiliknya adalah salah seorang konglomerat papan atas Indonesia yakni Theodore Permadi Rachmat (74).

Pada 2014, Forbes menempatkan Theodore sebagai orang terkaya di Indonesia pada urutan ke-14. Kekayaannya diperkirakan mencapai 1,74 miliar USD.

Lembaga Pemantau Penyelamat Lingkungan Hidup (LP2LH) telah melaporkan perambahan ini pada September 2017 lalu kepada Dinas Kehutanan Provinsi Jambi. Namun laporan itu dicuekin. “Sampai sekarang, laporan kami itu tak dibalas oleh Dinas Kehutanan,” kata Tri Joko, Ketua DPP LP2LH kepada detail, Jumat (26/1/2018) siang.

Padahal, Tri Joko melampirkan data lengkap soal perambahan itu, termasuk koordinatnya. Ia berbulan-bulan memverifikasi perambahan itu dibantu dengan rekan-rekannya. Ia menduga ada persekongkolan oknum pejabat tertentu dengan kelima perusahaan tersebut.

“Kalau tidak ada persekongkolan, tentu laporan kami ditindaklanjuti oleh instansi terkait. Paling tidak, kami diajak duduk bersama untuk membahas soal temuan ini,” Tri Joko menjelaskan.

Menurut Tri Joko bahwa setiap pejabat yang dengan sengaja melakukan pembiaran perbuatan pembalakan liar sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 sampai pasal 17 dan 19 dalam UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, tetapi tidak menjalankan tindakan sesuai dengan kewenangannya dapat diancam pidana.

Ancamannya, kata Tri Joko, pidana penjara minimal 6 bulan dan maksimal 15 tahun. Plus denda minimal Rp1 miliar dan maksimal Rp7,5 miliar. (DE 01)

Exit mobile version