Connect with us

PERKARA

Dilaporkan Pungli, Warga Minta Kades Matra Manunggal Dicopot

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Muaro Jambi – Setelah resmi dilaporkan warganya ke Mapolres Muaro Jambi pada Januari 2018, Kepala Desa Matra Manunggal, Badi alias Markonyet diminta segera dicopot. Penyebabnya, Markonyet dinilai tak transparan mengelola dana desa dan melakukan pungutan liar buat pembuatan KTP Elektronik hingga Rp25 juta.

“Kami semua warga desa meminta Markonyet sesegera mungkin dicopot dari jabatan kades. Tindakannya sudah keterlaluan dan sangat meresahkan kami. Jika Bupati Muarojambi tak percaya, datanglah ke sini, cek sendiri kebenaran laporan kami ini,” kata Ketua RT 07, Jumadi kepada detail, Kamis (29/3/2018) usai dimintai keterangan di Mapolres Muaro Jambi.

RT 07 berada di Dusun III, Desa Matra Manunggal — Unit 13 Transmigrasi Sei Bahar, Kecamatan Bahar Utara, Kabupaten Muaro Jambi.

Menurut Jumadi, mereka telah dimintai keterangan di Mapolres Muaro Jambi sebanyak dua kali. Keterangan diberikan setelah seorang warga bernama Kasrun melaporkan pungli yang dilakukan Markonyet itu pada Januari 2018.

Jumadi memperkirakan, jumlah warga Desa Matra Manunggal sebanyak 500 Kepala Keluarga (KK) berdasarkan mata pilih. Markonyet dinilai telah menipu warganya. Awalnya, pada November 2017, Markonyet mengutus Kepala Dusun III, Slamet mendatangi Jumadi. Slamet mengimbau agar seluruh warga memperbaharui KTP elektroniknya agar berlaku seumur hidup.

“Biayanya gratis kok,” kata Jumadi menirukan ucapan Slamet ketika itu. Jumadi langsung menyampaikan kabar gembira itu kepada seluruh warganya. Apalagi, ketika berkampanye mencalonkan diri menjadi Bupati Muaro Jambi, Masnah Busroh juga menjanjikan hal yang sama: bikin KTP elektronik gratis.

Warga lantas memperbaharui datanya. Tidak lama kemudian, Slamet kembali datang pada awal Desember 2017 sambil membawa KTP elektronik baru. Betapa kagetnya Jumadi, begitu Slamet bilang bahwa warga harus mengambil sendiri dengan dirinya dengan syarat membayar Rp50 ribu per orang.

“Yang bikin KTP itu diperkirakan 700 orang karena suami istri. Ya, mau tidak mau, sebagian besar terpaksa bayar. Total yang sudah bayar sekitar 500 orang dan yang masih belum mau membayar sekitar 200 orang,” ujar Jumadi.

Jumadi memperkirakan 500 orang dikalikan Rp50 ribu maka sekitar Rp25 juta. Angka itulah yang sudah dikantongi Markonyet.

Menariknya, seorang warga bernama Kasrun bersedia bayar jika ada bukti pembayarannya. Kasrun langsung bikin kuitansi bermeterai Rp3 ribu yang langsung ditandatangani Markonyet. “Kuitansi inilah yang menjadi bukti pungli yang dilakukan oleh Markonyet,” Jumadi mengatakan.

Markonyet awalnya terpilih jadi kades pada tahun 2012, dua tahun kemudian dia mengundurkan diri karena menjadi salah satu caleg dari PAN. Setelah kalah, dia maju kembali menjadi kades dan terpilih. Sejak tahun 2016 dia kembali menjadi kades.

Pada periode 1995-1996, Markonyet pernah dipenjara 3 bulan. Ia tersandung kasus penggelapan dana KUD Mukti Bahari. Jadi Markonyet punya track record yang cukup buruk. Apalagi di tangan Markonyet, Desa Matra Manunggal praktis menjadi desa terisolir di Kecamatan Bahar Utara. Jalannya paling parah dibanding desa lain yang jalannya telah dibangun rigid beton. (DE 01)

PERKARA

Jaksa Nyatakan Banding Atas Vonis Yanto

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Polemik penolakan putusan majelis hakim terhadap terdakwa Riski Aprianto alias Yanto oknum ASN dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi terus bergulir.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Jambi pun akhirnya menyatakan banding terhadap putusan yang dijatuhkan kepada Yanto, dengan kurungan 2 tahun penjara.

“Jaksa Penuntut Umum Kejari Jambi sudah menyatakan banding, perkara Yanto ASN. Tanggal 8 Juli 2025,” kata Kasi Penkum Kejati Jambi Noly Wijaya pada Selasa, 8 Juli 2025.

Sebelumnya, Yanto divonis 2 tahun penjara, didenda Rp 15 juta, jika tidak dibayar selama 30 hari akan diganti dengan kurungan penjara selama 6 bulan tahanan.

Putusan itu, dibacakan Ketua Majelis Hakim, Suwarjo dalam sidang putusan, di Pengadilan Negeri (PN) Jambi pada Kamis, 3 Juni 2025.

Adapun putusan ini, jauh lebih ringan dibanding dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, dimana Yanto, dituntut 7 tahun kurungan penjara dan denda sebesar Rp 500 juta dengan subsidair 1 tahun penjara.

Begitupun dengan orang tua korban, Imelda yang teriak histeris usai mengikuti persidangan. Di pekarangan kantor PN Jambi orang tua korban menduga ada permainan atas putusan tersebut.

“Dak puas aku (putusan hakim), 2 tahun katanya. Bermain berarti hakim tuh. Pikirkan kalau anaknyo yang dikayak gitu kan, biso dak dia ngasih hukuman segitu!. Dak terimo. Banding aku,” ujar Imelda, berteriak histeris.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Yosi, menyatakan pihaknya masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya. Menurutnya, fakta persidangan tak cukup membuktikan dakwaan jaksa terhadap kliennya.

“Kami menghormati putusan hakim, tapi tetap akan pikir-pikir. Menurut kami, klien kami seharusnya dibebaskan karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan,” ujar Yosi.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Orang Tua Korban Pencabulan Masih Tak Terima dengan Vonis Rendah Yanto, Imelda Juga Ungkap Soal Tawaran Duit

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Imelda masih tak habis pikir dengan vonis ringan 2 tahun penjara yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim pada Yanto alias Risky Aprianto. Orangtua korban pencabulan tersebut bahkan menilai jika Yanto memutarbalikkan fakta sepanjang persidangan.

Dalam pertimbangan hal yang meringankan, sebagaimana Hakim Suwarjo menyebut terdakwa berperilaku sopan dan mengakui perbuatannya di muka persidangan. Juga dibantah oleh Imelda, menurut Imelda Yanto bahkan tidak pernah meminta maaf secara langsung pada keluarganya.

Padahal imbas aksi pencabulan yang dilakukan Yanto terhadap putranya yakni A (14), anak Imelda itu kini mengalami trauma berkepanjangan. Korban yang masih duduk di bangku SMP itu juga disebut kerap mengalami bullying ikhwal peristiwa yang dialaminya.

“Masih (trauma) sampai sekarang. Emosinya tuh kalau dia marah tuh, enggak stabil,” kata Imelda, Sabtu 5 Juli 2025.

Imelda juga mengungkap bahwa semenjak kasus pelecehan sesama jenis yang menimpa anaknya tersebut mulai mencuat di media massa, sampai ditangani polisi hingga bergulir di pengadilan. Rumahnya silih berganti didatangi orang tak dikenal.

Mereka berupaya meloby negoisasi agar kedua pihak bisa berdamai. Dalam negoisasi bahkan Imelda bilang keluarganya pernah dari Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

Namun semua tawaran duit gede tersebut diabaikan oleh Imelda bersama keluarga. Mereka takut, perkara serupa bakal kembali berulang kepada anak-anak yang lain. Terlebih pelaku Yanto sendiri disebut tak pernah meminta maaf secara langsung.

“Ado sampai 1 (Rp 1 M), ibu mau berapa Rp 500, Rp 1 M. Itu dikirim lewat WA, saya screnshoot saya kirim ke JPU. Wah banyak yang datang, saya yang ketakutan jadinya. Sampai jam setengah 12 malam datang,” ujarnya.

Sementara itu Ketua LPAI Provinsi Jambi Amsyarnedi Asnawi menyayangkan vonis ringan 2 tahun kepada Yanto. Dia juga bertanya-tanya, kenapa pasal yang dikenakan dalam perkara Yanto bukan Pasal Perlindungan Anak, melainkan Pasal Tindak Pidana Pencegahan Kekerasan Seksual (TPKS).

Padahal menurut Eed sapaan akrabnya, segala unsur telah terpenuhi dalam riwayat perkara. “Seharusnya kalau (pakai) UU Perlindungan Anak jelas itu menyatakan 5 tahun minimal. Kalau pun hakim punya hati nurani, ya minimal 5 tahun pelaku dihukum,” ujar Eed.

Ketua LPAI Provinsi Jambi tersebut pun menegaskan bahwa pihaknya bakal mendorong JPU buat banding. Selain itu ia juga berencana untuk bersurat kepada LPAI pusat. Semua demi mengupayakan agar kasus serupa tak lagi berulang.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Tanggapi Vonis Yanto, LPAI: Miris Terhadap Putusan Hakim yang Tidak Berpihak pada Anak

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Vonis 2 tahun terhadap Yanto alias Risky Apriyanto, oknum ASN pelaku pencabulan anak di bawah umur langsung mendapat sorotan tajam dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Provinsi Jambi.

Ketua LPAI Provinsi Jambi, Amsyarnedi Asnawi merasa miris dengan putusan pengadilan yang dalam perkara yang dinilai tidak berpihak terhadap anak, dimana Majelis Hakim yang mengadili perkara memilih menjatuhkan pidana dengan menitikberatkan pada pelecehan seksual dibanding perlindungan anak.

“Ini kasus sodomi yang dilakukan orang dewasa terhadap anak di bawah umur tentunya seharusnya hakim harus berpedoman pada UU Perlindungan Anak Nomor 35/2014 yang mana prinsipnya anak berhak atas perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan korban seksual,” kata Amsyarnedi menanggapi putusan pada Kamis, 3 Juli 2025.

Lebih lanjut Ketua LPAI Jambi itu bilang, bahwa jika hakim mengacu pada UU PA, terdakwa bisa diputus serendah-rendahnya 5 tahun pidana penjara atau maksimal 15 tahun.

Dia pun menilai bahwa keluarga korban sudah selayaknya banding atas putusan pengadilan tingkat pertama tersebut.

“Harus banding dan LPAI mengharapkan di pengadilan banding, hakim akan memutuskan hukuman maksimal,” ujarnya.

Sementara ibu korban yakni Imelda, usai sidang dengan penuh emosi tak terima atas vonis rendah yang diberikan hakim pada terdakwa. Dengan lantang dia menuding hakim telah bermain dalam perkara anaknya.

“Dak puas aku, 2 tahun katanya. Aku dak puas nian. Masa percobaan pula 2 tahun tuh. Bermain berarti hakim tu. Pikirkan macam mano kalau anaknya yang dikayak gitukan. Biso dak dia ngasih hukuman segitu. Dak terimo, banding aku,” ujar Imelda.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement ads ads
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs