DETAIL.ID, Jambi – Minggu (1/4/2018), mentari pagi bersinar cerah di Cengkareng, Jakarta. Novillia Dewi (39) setelah boarding jam 05.45, masih sempat berselfie di depan pesawat Lion Air nomor penerbangan JT 600 dengan wajah sumringah. Ia hendak terbang pulang ke Jambi.
Novi — demikianlah sapaan akrabnya — terbang bersama anak bungsunya dan sang suami. Begitu duduk, Novi merasa gerah dan kepanasan. Setelah pintu pesawat semua ditutup, kuping Novi terasa berdengung. Suaminya juga merasakan hal yang sama. “Setelah pesawat take off, kuping saya dan suaminya mulai terasa sakit sekali,” katanya kepada detail, Senin (2/4/2018).
Setelah 20 menit terbang, selang oksigen otomatis keluar. Suasana di kabin pesawat mulai panik dan gaduh. Para penumpang merasa cemas. Apalagi ia merasa selang oksigen kosong. Bentuknya gepeng. Ia sangat ketakutan.
Kuku anaknya mulai membiru. Ia melihat para penumpang ada yang mengalami gangguan. Seorang anak lelaki berusia 7 tahun, kupingnya mengeluarkan darah. Bahkan, ada penumpang dewasa yang mimisan dan batuknya mengeluarkan darah dari tenggorokan.
Begitu mendarat di bandara Sultan Mahmud Badarudin II, Palembang sekitar jam 07.10 WIB, Novi langsung dilarikan ke ruangan kesehatan. Dari hidungnya keluar darah. Ia mimisan. Semua penumpang yang berisi 206 orang terpaksa mendarat darurat.
Novi sangat kecewa dengan pihak Lion Air. Sejak mendarat sampai jam 10 pagi belum ada kepastian dari Lion Air kapan akan melanjutkan penerbangan ke Jambi. Suaminya langsung minta pengembalian 100 persen tiket pesawat atau refund. “Saya beli tiket sendiri,” kata Novi. Selama menunggu, ia tak diberi snack.
Sementara salah seorang penumpang lainnya asal Jambi, Saman akhirnya jam 16.10 WIB melanjutkan penerbangan ke Jambi. “Syukurlah, akhirnya saya bisa mendarat dengan selamat di Jambi,” kata Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Jambi ini dengan lega.
Belakangan Novi baru tahu bahwa masalah teknis penyebab mendarat darurat di Palembang adalah cabin pressure. “Masalah teknis, cabin pressure,” kata Corporate Communications Strategic Lion Air, Danang Mandala Prihantoro kepada detik.com, Minggu (1/4/2018).
Cabin pressure atau cabin pressurization system adalah sistem tekanan udara yang diterapkan pada saat pesawat sedang terbang. Sistem ini diterapkan untuk kenyamanan penumpang dan awak pesawat mengingat adanya perbedaan tekanan udara dengan di permukaan.
Dikutip dari situs World Health Organization (WHO), konsekuensi dari sistem tekanan udara ini adalah berkurangnya oksigen yang dibawa darah ke seluruh tubuh. Tetapi efek ini tetap bisa ditoleransi oleh kondisi tubuh yang sehat.
Pada saat pesawat take off, berkurangnya tekanan udara mengakibatkan penyebaran gas. Namun ketika pesawat landingatau mendarat, udara bisa terjebak dalam tubuh. Hal ini yang menyebabkan adanya sensasi ‘meletus’ dalam telinga.
Namun masalahnya, masker oksigen itu diduga tak berisi oksigen sama sekali. “Saya yakin isi oksigen tak ada. Bentuknya gepeng kok. Dan kita terasa kalau ada oksigen yang mengalir ke dalam tubuh kita,” kata Novi.
Ia benar-benar trauma dengan kejadian itu. Pastinya, Novi kapok naik Lion Air! (DE 01)
Discussion about this post