DETAIL.ID, Jakarta – Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menyampaikan fatwa terkait pelaksanaan tata cara ibadah termasuk ibadah salat Jumat selama masa pandemi Virus Corona atau Covid-19. MUI pun menyerahkan Fatwa tersebut ke Dewan Masjid Indonesia (DMI).
Fatwa tersebut diberikan langsung oleh Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyiddin Junaedi dan diterima langsung oleh Jusuf Kalla selaku Ketua Umum DMI di Kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa (17/03/2020).
Baca Juga : “Ekonom Khawatir Indonesia Alami Krisis Ekonomi Berkepanjangan Akibat Corona”Â
“Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya,” ujar Muhyiddin dalam siaran persnya, Selasa (17/3/2020).
Fatwa tersebut ditetapkan pada 21 Rajab 1434 Hijriah atau 16 Maret 2020 Masehi dan dikeluarkan di Jakarta.
Isi fatwa MUI tersebut yakni mengatur tentang ibadah salat Jumat dan mengenai ketentuan yang harus dilakukan terhadap jenazah pasien yang positif terjangkit Virus Corona.
Selain itu, MUI juga menegaskan fatwa haram atas tindakan yang menimbulkan kepanikan, memborong, dan menimbun kebutuhan pokok berserta masker.
Menerima fatwa dari MUI, Ketua Umum DMI Jusuf Kalla mengatakan pihaknya akan menyebarluaskan Fatwa MUI tersebut ke seluruh masjid di Indonesia.
“DMI meminta kepada para jamaah masjid untuk melonggarkan saf saat salat atau memberi jarak antar saf guna menghindari penularan virus Covid-19,” ucap Jusuf Kalla.
Berikut isi lengkap Fatwa MUI
Ketentuan Hukum
1. Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkannya terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).
2. Orang yang telah terpapar virus Corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain.
Baca Juga : “Seseorang Pegawai BNI Positif Virus Corona“
Baginya Salat Jumat dapat diganti dengan Salat zuhur di tempat kediaman, karena Salat Jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal.
Boleh Tinggalkan Salat Jumat, Diganti Salat Zuhur
Baginya haram melakukan aktivitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jemaah shalat lima waktu atau rawatib, shalat tarawih, dan ied, (yang dilakukan) di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar.
3. Orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar COVID-19, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan Salat Jumat dan menggantikannya dengan Salat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah salat lima waktu atau rawatib, tarawih, dan ied di masjid atau tempat umum lainnya.
b. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus Corona.
Seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.
4. Dalam kondisi penyebaran Covid-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan Salat Jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan Salat Zuhur di tempat masing-masing.
Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran Covid-19, seperti jemaah salat lima waktu atau rawatib, shalat tarawih, dan ied, (yang dilakukan) di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim.
5. Dalam kondisi penyebaran Covid-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan Salat Jumat.
6. Pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam upaya penanggulangan Covid-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib mentaatinya.
7. Pengurusan jenazah (tajhiz janazah) terpapar Covid-19, terutama dalam memandikan dan mengkafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk mensalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid-19.
8. Umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca Qunut Nazilah di setiap shalat fardhu, memperbanyak shalawat, memperbanyak sedekah, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (doa daf’u al-bala’), khususnya dari wabah Covid-19.
9. Tindakan yang menimbulkan kepanikan dan atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan menimbun bahan kebutuhan pokok dan menimbun masker hukumnya haram.
Baca Juga : “Rekomendasi NasDem Jatuh ke Tangan Fadhil Arief – Bakhtiar“
Dalam fatwa ini MUI juga memberikan rekomendasi:
1. Pemerintah wajib melakukan pembatasan super ketat terhadap keluar-masuknya orang dan barang ke dan dari Indonesia kecuali petugas medis dan import barang kebutuhan pokok serta keperluan emergency.
2. Umat Islam wajib mendukung dan mentaati kebijakan pemerintah yang melakukan isolasi dan pengobatan terhadap orang yang terpapar COVID-19, agar penyebaran virus tersebut dapat dicegah.
3. Masyarakat hendaknya proporsional dalam menyikapi penyebaran Covid-19 dan orang yang terpapar Covid-19 sesuai kaidah kesehatan. Oleh karena itu masyarakat diharapkan menerima kembali orang yang dinyatakan negatif dan/atau dinyatakan sembuh.
Discussion about this post