DETAIL.ID, Jakarta – Epidemiolog Dicky Budiman menyatakan ketersediaan alat rapid test dan reagen untuk mengidentifikasi virus corona SARS-CoV-2 dinilai sebagai salah satu cara untuk mengendalikan pandemi. Hal itu merespons langkah pemerintah Joko Widodo yang memproduksi rapid test dan reagen Polymerase Chain Reaction (PCR) dalam negeri.
“Dengan bisa memproduksi rapid test dan reagen sendiri tentu akan sangat mendukung program pengendalian pandemi,” ujar Dicky seperti dilansir CNNIndonesia.com, Rabu (6/5/2020).
Meski demikian, Dicky menuturkan pemerintah Indonesia mesti memastikan adanya kolaborasi dengan berbagai pihak dalam menangani pandemi, misalnya dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengukur standar kualitas alat rapid test dan reagen.
Lebih lanjut, Dicky menuturkan banyaknya jumlah tes virus corona membuat pemerintah memahami pola pandemi. Selain itu, pemerintah juga memahami seberapa banyak orang yang terpapar dan pola transmisi virus tersebut.
“Semua data dari test yang masif ini akan sangat berguna untuk opsi strategi ke depan dan juga evaluasi intervensi yang sudah dilakukan,” ujarnya.
Di sisi lain, Dicky mengatakan setiap negara bukan hanya mengandalkan cakupan uji coba COVID-19. Dia mengatakan kapasitas dan kualitas tes juga harus diprioritaskan.
Dia berkata WHO menyatakan jika dalam satu wilayah dilakukan test dan ternyata 80 hingga 90 persen hasilnya positif memperlihatkan bahwa negara kehilangan banyak kasus positif sebelumnya.
“Artinya juga di sini tracing atau pelacakan kasus dari pasien COVID-19 sangat penting,” ujar Dicky.
Sebagai gambaran, dia menyebut Korea Selatan melakukan tes pada sekitar 2 persen warganya. Menurut jumlah itu, Indonesia dengan 260 juta penduduk harus melakukan sekitar 2,6 juta tes.
Adapun untuk mengetahui Indonesia sudah cukup melakukan tes COVID-19, dia mengatakan pedoman WHO cukup jelas memberikan keterangan untuk mengedepankan jumlah dan positivity rate.
“Untuk Indonesia rate positif tes di kisaran 5 persen cukup bagus. Australia dan New Zealand positivity rate-nya 2 persen. Positivity rate dihitung dari jumlah kasus positif (hasil test) dibagi jumlah total yang dites,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Pakar Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito menyatakan Indonesia tengah berupaya memproduksi sendiri perlengkapan tes virus corona (COVID-19) berupa reagen Polymerase Chain Reaction (PCR). Saat ini reagen PCR tersebut masih dalam pengujian tahap pertama.
Selama ini, Indonesia masih mengimpor reagen PCR, salah satunya dari Korea Selatan. Reagen adalah cairan yang digunakan untuk mengetahui reaksi kimia, dalam hal ini untuk mendeteksi infeksi COVID-19.
Wiku menjelaskan, produksi reagen PCR ini tengah dikembangkan oleh Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bersama sejumlah universitas.
Discussion about this post