OPINI
Konflik Internal dan Politikus Kutu Loncat

KONFLIK politik yang mengiringi arena Pilkada di tingkat lokal menunjukkan adanya gelagat pembelotan sejumlah kader partai politik dari gerbong asalnya. Masalah yang cukup rumit yang terjadi pada partai politik di Indonesia adalah tidak adanya konsep kaderisasi yang jelas di partai politik.
Hal ini bukanlah hal yang mudah untuk diungkap secara kasat mata. Mengungkap minimnya kaderisasi partai politik, sama saja mengkritisi kaum mapan (elite senior) partai yang tidak ingin membagi kekuasaan.
Kaum elite di partai politik sepertinya sengaja mendesain ketidakhadiran kader baru di partai, karena kehadiran kader baru akan mengancam posisi mereka yang sudah mapan. Persaingan sengit yang (akan) terjadi pada saat terjadi pertarungan pemilihan posisi elit partai politik cenderung dihindari, apalagi pada partai politik besar.
Wajah partai politik yang semacam ini merupakan jerawat dalam wajah demokrasi. Lihat saja, selama kurun waktu lima tahun terakhir, kita hampir tidak mendapati adanya wajah baru pada partai politik yang eksis di Senayan.
Ketiadaan kaderisasi pun berakhir pada konflik internal partai politik. Di tingkat lokal, pembelotan terhadap dukungan Calon Kepala Daerah harus dibaca sebagai kritik nihilnya partai politik atas proses kaderisasi. Jika kaderisasi berjalan dengan baik, maka tidak akan mungkin terjadi pembelotan dan tidak akan tercipta politikus kutu loncat.
Partai politik yang memiliki kaderisasi mapan memiliki mekanisme tersendiri untuk menyelesaikan konflik internal. Sedangkan pada partai politik yang belum mapan, konflik internal sengaja diumbar ke publik untuk memberi legitimasi dukungan pada para pihak yang sedang bersiteru.
Menurut H. Anto Djawamaku (Percehan Partai Politik, Pemberantasan Korupsi dan Berbagai Masalah Politik Lainnya, dalam Jurnal Analisis CSIS: Peran Masyarakat dan Demokrasi Lokal, Jakarta, Vol.34, No.2, 2005), ada beberapa macam konflik internal dalam tubuh parpol, yaitu: 1. Karena partai politik tidak memiliki platform yang jelas, sehingga mengakibatkan tidak adanya ikatan ideologis di antara anggota partai.
Ketika terjadi perpecahan yang bersifat klik, personal atau kelompok, dengan mudah hal itu memecah belah partai. 2. Faktor kepemimpinan tunggal dan manajemen yang buruk. Terlalu kuatnya figur pemimpin parpol berpotensi mematikan kaderisasi di tubuh partai politik bersangkutan.
Figur yang kuat dianggap mampu menjadi perekat sementara pada saat bersamaan kader yang memiliki kualifikasi sepadan tidak pernah dipersiapkan sebagai calon pengganti. 3. Dipandang dari proses regenerasi yang harus dilakukan, kegagalan munculnya tokoh baru dalam parpol menunjukan kegagalan parpol melakukan reformasi internal, terutama untuk revitalisasi dan regenerasi terutama karena figur petingginya menjadi simbol institusi.
[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” autoplay_delay=”2500″ newsticker_animation=”vertical”]
Ketiadaan kaderisasi ini merupakan embrio organisasi politik yang rentan dengan konflik. Hal ini karena, pertama, anggota partai politik tidak memiliki kepastian atas karir mereka di partai politik (jenjang karir tidak jelas).
Sehingga banyak sekali manuver-manuver yang dilakukan di internal partai, meskipun kadang manuver tersebut justru merugikan partai politik secara umum. Kedua, para anggota partai politik senior akan sangat cemburu dengan anggota partai politik yunior yang diusung secara instan dalam ranah Pilkada langsung.
Fenomena ini lazim terjadi, sebab dalam kalkulasi Pilkada, yang terpenting bukanlah menaikkan kader menduduki jabatan kepala daerah, tetapi yang terpenting adalah menjadi pemenang dalam Pilkada langsung.
Menaikkan seseorang non kader yang potensial (populer dan memiliki modal potensial) menjadi kepala daerah diyakini akan mendongkrak perolehan suara pilihan legislatif pada periode berikutnya. Hal ini lebih dipilih pengurus partai politik lokal daripada menggusung kader dari internal yang kurang populer dan apalagi nir modal. Hal-hal seperti ini mau tidak mau membawa pada situasi rentan konflik pada pengurus partai politik lokal.
Konflik internal di partai politik kemudian memaksa kita berdiskusi mengenai politikus kutu loncat. Politikus kutu loncat amat lazim pada negara dengan sistem multi partai. Politikus kutu loncat tidak hanya mudah berpindah-pindah parpol, namun ia juga lihai bergonta-ganti ideologi dan identitas.
Mereka juga piawai meracik citra serta jago menyusun argumen untuk membenarkan tiap manuver politik yang dilakukan. Pilihan partai politik yang amat beragam menjadi bumbu penyedap loncatan-loncatan para kutu. Secara tegas, memang tidak ada yang mengklaim bahwa kutu loncat politik merupakan tindakan yang tercela.
Hanya saja, etika berpolitik patut dikedepankan. Tidak seperti sekarang, jika yang menjadi kutu loncat adalah seekor kutu yang memiliki kantong tebal, banyak sekali partai politik yang membuka pintu plus karpet merah. Pemberian perilaku yang istimewa secara berlebihan kepada politikus kutu loncat akan berdampak kepada masalah baru bagi partai politik penerima kutu loncat.
Para kader partai politik senior sudah mulai memasang kuda-kuda untuk bersaing dengan anggota yunior yang berkantong tebal. Politik kita hari ini telah terjerumus kedalam logika Laswellian, yakni who gets what, when dan how. Nalar Laswellian menempatkan politik sebagai aktivitas pertukaran yang saling menguntungkan.
Dalam logika yang demikian itu, perilaku dan manuver politikus lebih sering dituntun oleh kehendak untuk berkuasa (will to power), bukan kehendak untuk mengubah (will to change). Lebih ekstrim politik transaksional itu seolah membenarkan tesis Machiavellian, “the end justifies the means”, demi meraih tujuan segala cara digunakan.
Politik hanya menjadi alat tukar kepentingan dan rebutan kursi kekuasaan semata minus idealisme dan kenegarawanan. Pertanyaan lebih lanjut adalah, apakah ini bukti telah terjadi pertunangan antara partai politik dengan pemodal?
*Akademisi UIN STS Jambi


Setelah rumah Ahmad Sahroni jadi panggung gladi resik marah rakyat, dan rumah Eko Patrio berubah jadi workshop gratis “redistribusi barang-barang rumah tangga”, kini giliran rumah Surya Utama alias Uya Kuya di Duren Sawit, Jakarta Timur, yang didaulat menjadi studio utama reality show rakyat berjudul, “Tutorial Merampas Aset Tanpa Perlu RUU.”
Ironis? Justru di sinilah absurditasnya. Selama bertahun-tahun, DPR RI sibuk berdebat soal RUU Perampasan Aset, undang-undang yang katanya akan membuat harta hasil korupsi bisa disita dengan cepat. Namun pembahasannya selalu mentok dari rapat paripurna ber-AC, diselipkan dalam agenda politik, ditunda seakan itu hanya tugas tambahan. Rakyat pun bosan menunggu. Minggu malam, 30 Agustus 2025 mereka membuat keputusan radikal, kalau DPR lambat, biar kami sendiri yang sahkan RUU itu, langsung di lapangan, tanpa tanda tangan Ketua Baleg.
Tragisnya, rumah anggota DPR yang juga presenter kondang, lulusan Ilmu Politik Universitas Indonesia, lahir 4 April 1975, mantan personel Tofu, penyanyi playboy insyaf, suami Astrid Khairunisha, ayah dua anak, sekaligus pengusaha kucing miliaran. Dari kacamata rakyat, inilah simbol sempurna, politisi baru dengan panggung glamor. Maka begitu pagar rumah Uya roboh, itulah bunyi ketok palu rakyat. RUU Perampasan Aset versi jalanan resmi disahkan.
Uya Kuya sebenarnya sudah coba “lobi politik” ke publik dengan video permintaan maaf di Instagram, 30 Agustus 2025 pukul 23:50 WIB. Dalam bahasa televisinya, itu semacam iklan layanan masyarakat, “Tak ada sedikit pun niat buat gaduh.” Tapi massa sudah berubah channel. Mereka tak lagi peduli dengan siaran permintaan maaf, mereka ingin live action, mereka ingin “tutorial.”
Tutorial itu berlangsung dramatis, barang-barang berharga hilang, hingga koleksi kucing eksotis bernilai miliaran rupiah raib. Ada meja, kursi, bahkan sapu lidi katanya ikut dibawa. Apakah rakyat butuh sapu untuk membersihkan DPR? Atau kursi untuk mengganti kursi empuk Senayan? Tak ada yang tahu. Tapi satu pesan pasti, rakyat sedang belajar cepat bahwa teori keadilan sosial bisa dipraktikkan tanpa perlu sidang paripurna.
Di sinilah letak satire paling getir. RUU Perampasan Aset belum sah? Rakyat sudah mendahului. Hukum negara lambat, hukum jalanan kilat. DPR gagal mengesahkan aturan? Rakyat bikin tutorial manual, “Begini caranya, tonton, tiru, modifikasi.”
Uya Kuya, yang dulu menipu mata penonton dengan trik sulap di Uya Emang Kuya atau Jebakan Betmen, kini tak mampu menyulap rumahnya aman. Dulu ia jadi sutradara jebakan, sekarang ia korban jebakan. Inilah panggung teater terbesar di Asia Tenggara, di mana rakyat jadi aktor utama, politisi jadi figuran, dan undang-undang hanyalah properti panggung yang tak pernah dipakai.
Sejarah akan menulis ini sebagai bab unik, setelah Sahroni dan Eko, kini Uya. Besok siapa lagi? Who is the next? Apakah si menteri yang bilang Guru dan Dosen adalah Beban? Tak penting. Yang jelas, rakyat sudah menemukan hobi baru, mengesahkan RUU versi mereka sendiri lewat tutorial lapangan.
Mungkin ini pelajaran paling mahal bagi DPR, jangan biarkan rakyat belajar terlalu cepat. Sebab ketika rakyat sudah bisa bikin tutorial perampasan aset sendiri, tinggal tunggu waktu mereka bikin RUU baru, “Undang-Undang Balas Dendam Kolektif.”
Saat itu tiba, DPR tak perlu sidang paripurna. Cukup siapkan rumah masing-masing. Karena di luar sana, rakyat sudah siap membawa palu.
“Bang, cobalah buat narasi mendamaikan.”
“Gini, wak. Di saat rakyat sedang marah sampai ubun-ubun, lalu kita nasihati, damailah, itu sama saja menyiram api berkobar dengan setetes air dan meledak. Juga, seperti meremehkan perjuangan mereka yang siang malam menuntut keadilan. Ngopi yok, tanpa gula.”
#camanewak
Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

“Rasa Aman, Lingkungan Yang Nyaman, Dan Relasi Sosial Yang Erat Menjadi Pondasi BATINIAH Yang Membuat Masyarakat Tetap Bahagia Meski Tantangan Ekonomi Datang Silih Berganti”.
KEBAHAGIAAN selalu menjadi dambaan setiap manusia. Ia tidak bisa dihitung semata dari tumpukan materi atau kemegahan bangunan fisik, melainkan lebih dalam, rasa tentram, syukur, dan keyakinan bahwa hidup yang dijalani memiliki arti. Pemerintah melalui Badan Pusat Statistik sejak beberapa tahun terakhir berusaha menangkap denyut rasa itu melalui Indeks Kebahagiaan Indonesia, sebuah instrumen yang menyatukan dimensi kepuasan hidup, perasaan, dan makna hidup. Indeks ini menjadi cermin bahwa pembangunan tidak boleh berhenti pada angka pertumbuhan ekonomi atau laporan proyek, tetapi harus sampai pada kualitas batin masyarakat.
Di Provinsi Jambi, makna kebahagiaan itu menemukan ruang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun bukan provinsi dengan pendapatan per-kapita tertinggi di Indonesia, masyarakat Jambi tetap menunjukkan tingkat kebahagiaan yang tinggi. Pendapatan memang memberi ruang bagi seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar ; makanan, pendidikan, kesehatan, dan tempat tinggal, tetapi kebahagiaan lebih dari sekadar kecukupan materi. Di banyak desa, ketika harga karet atau sawit naik, wajah-wajah petani berseri, bukan semata karena uang yang mereka peroleh, melainkan karena hasil kerja keras yang diakui dan memberi mereka kesempatan menyekolahkan anak, memperbaiki rumah, atau sekadar menambah tabungan. Begitu pula ketika UMKM lokal berkembang dan pasar-pasar rakyat kembali ramai, terlihat jelas bahwa kebahagiaan hadir dalam wujud rasa aman bahwa besok masih ada harapan untuk hidup lebih baik. Dalam konteks inilah, pendapatan dan kebahagiaan berjalin erat; cukupnya kebutuhan dasar menghadirkan ketenangan, sementara iklim sosial yang rukun dan kepemimpinan yang peduli menumbuhkan rasa syukur yang lebih dalam.
Indeks kebahagiaan nasional menempatkan Jambi sebagai salah satu provinsi yang berada di atas rata-rata dengan Nilai 75,17 diatas Provinsi Kepulauan Riau. Hal ini memberi pesan penting bahwa kebahagiaan masyarakat bukan monopoli provinsi metropolitan atau daerah dengan industri raksasa. Justru di wilayah seperti Jambi, di mana kearifan lokal masih dijunjung tinggi, kehidupan masyarakat menemukan harmoni. Nilai adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah tetap menjadi pijakan dalam interaksi sosial, menciptakan jaringan solidaritas yang membuat masyarakat merasa lebih dekat satu sama lain. Rasa aman, lingkungan yang nyaman, dan relasi sosial yang erat menjadi pondasi batiniah yang membuat masyarakat tetap bahagia meski tantangan ekonomi datang silih berganti.
Namun, kebahagiaan bukanlah sesuatu yang hadir begitu saja. Ada usaha nyata dari pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota untuk menghadirkannya dalam kehidupan rakyat. Gubernur Al Haris, melalui visi Jambi Mantap 2024, menegaskan bahwa pembangunan harus menyentuh langsung kebutuhan masyarakat. Program DUMISAKE misalnya yang beralih pada Program PRO JAMBI (Program Jaringan Majukan Jambi) ada beberapat bagian yakni ; Pro-Jambi Cerdas, Pro-Jambi Sehat, Pro-Jambi Responsif, Pro-Jambi Tangguh dan Pro-Jambi Agamis, adalah merupakan bentuk nyata perhatian pemerintah Provinsi Jambi hingga ke tingkat bawah. Infrastruktur jalan diperbaiki, fasilitas kesehatan dan pendidikan ditingkatkan, ruang-ruang publik dibangun agar masyarakat merasakan langsung manfaat dari kebijakan. Infrastruktur yang baik tidak hanya mempermudah mobilitas, tetapi juga memberi rasa nyaman, mengurangi beban psikologis, dan pada akhirnya meningkatkan kepuasan hidup.
Kesehatan dan pendidikan juga menjadi fokus penting. RSUD Raden Mattaher dan berbagai rumah sakit daerah terus ditingkatkan pelayanannya, akses obat dan tenaga kesehatan semakin diperkuat, sementara di sektor pendidikan, beasiswa dan dukungan fasilitas sekolah diarahkan agar anak-anak Jambi memiliki kesempatan belajar yang lebih baik. Kesehatan yang terjamin dan pendidikan yang terbuka luas adalah modal kebahagiaan jangka panjang, sebab masyarakat merasa masa depan anak-anak mereka aman dan penuh harapan.
Program pemberdayaan ekonomi kerakyatan pun menjadi perhatian besar. UMKM dan pelaku usaha kecil diberikan pelatihan, akses permodalan, serta ruang promosi. Pasar-pasar lokal diperkuat sehingga produk masyarakat mendapat tempat di hati konsumen. Pemerintah provinsi bahkan mendorong terbentuknya korporasi petani agar posisi tawar para petani lebih kuat di hadapan tengkulak maupun pasar global. Semua ini menumbuhkan keyakinan bahwa masyarakat kecil tidak ditinggalkan, melainkan menjadi bagian penting dari roda pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi dalam beberapa tahun terakhir juga menunjukkan arah positif. Data Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Jambi stabil di kisaran empat hingga lima persen. Sektor andalan seperti pertambangan, perkebunan, dan industri pengolahan memberi kontribusi besar. Namun lebih penting dari angka itu adalah bagaimana hasil pertumbuhan ekonomi dirasakan langsung oleh masyarakat. Pembangunan kawasan industri di Tanjung Jabung, pengembangan pelabuhan di Kuala Tungkal, hingga pariwisata Kerinci dan Merangin menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan keluarga, dan menghadirkan optimisme di tengah masyarakat. Pertumbuhan yang inklusif inilah yang menjadi jembatan nyata antara ekonomi dan kebahagiaan.
KEBAHAGIAAN di tingkat provinsi tentu tidak akan tercapai tanpa usaha serius pemerintah kabupaten dan kota. Kota Jambi dengan pengembangan taman kota dan ruang terbuka publiknya memberi kesempatan bagi keluarga untuk berkumpul dan menikmati suasana tanpa biaya besar. Kabupaten Kerinci dengan keindahan Danau Kerinci dan festival budayanya membuat masyarakat bangga sekaligus menggerakkan ekonomi lokal. Merangin dan Sarolangun menguatkan sektor wisata alam, sementara Bungo dan Tebo mendorong UMKM desa agar lebih berdaya. Tanjung Jabung Barat dan Timur mengoptimalkan potensi perikanan dan maritim, memberi harapan baru bagi nelayan dan pedagang kecil. Semua ini memperlihatkan bahwa kebahagiaan dibangun dari bawah, dari desa, dari kabupaten, hingga akhirnya bermuara di tingkat provinsi.
Di balik semua pencapaian itu, tentu masih ada pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan. Tantangan pengangguran, kesenjangan pendapatan, serta persoalan harga komoditas perkebunan yang fluktuatif kerap memengaruhi rasa puas masyarakat. Namun, modal sosial masyarakat Jambi berupa solidaritas, kearifan adat, serta kepemimpinan yang dekat dengan rakyat memberi optimisme bahwa tantangan tersebut bisa diatasi dengan baik. Predikat sebagai provinsi bahagia menjadi cermin bahwa masyarakat memiliki daya tahan tinggi, serta pemerintah hadir dengan program-program yang mendukung kualitas hidup secara nyata.
Makna di balik provinsi paling bahagia di Indonesia bukan sekadar peringkat di atas kertas. Ia adalah bukti bahwa pembangunan sejati adalah pembangunan yang menyentuh hati rakyat, menghadirkan rasa aman, memberikan ruang bagi masyarakat untuk bekerja dan berkarya, serta menumbuhkan keyakinan bahwa masa depan akan lebih baik. Kebahagiaan rakyat adalah tujuan akhir dari setiap kebijakan. Dan ketika masyarakat Jambi tersenyum lega di pasar, di kebun, di sekolah, maupun di rumah sakit, di situlah pembangunan menemukan arti sejatinya.
Kebahagiaan pada akhirnya adalah puncak dari cita-cita pembangunan. Ia bukan hanya soal naiknya pertumbuhan ekonomi atau bertambahnya pendapatan daerah, melainkan soal hadirnya rasa syukur, tentram, dan keyakinan dalam hati rakyat bahwa mereka hidup dalam keadilan. Jambi telah menunjukkan jalan bahwa kebahagiaan bisa diraih melalui kombinasi nilai budaya yang kokoh, kepemimpinan yang peduli, dan program pembangunan yang menyentuh langsung kehidupan rakyat. Itulah makna terdalam di balik predikat provinsi paling bahagia di Indonesia, dan itulah warisan yang layak dijaga untuk generasi mendatang.
Referensi
Badan Pusat Statistik (BPS). (2022). Indeks Kebahagiaan Indonesia 2022.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. (2023). Provinsi Jambi dalam Angka 2023.
Pemerintah Provinsi Jambi. (2022). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jambi 2021–2026.
Haris, Al. (2023). Pernyataan Gubernur dalam berbagai kesempatan tentang program DUMISAKE dan ekonomi kerakyatan.
OPINI
Fasilitas Olahraga Yang Modern, Ekonomi Rakyat Yang Tumbuh dan Kebanggaan Kolektif Masyarakat Jambi
Oleh : FAHMI RASID*

URGENSI RENOVASI GOR KOTA BARU PROVINSI JAMBI
Renovasi Gelanggang Olahraga Kota Baru sejatinya adalah sebuah investasi jangka panjang. Investasi ini tidak berhenti pada perbaikan fisik sebuah bangunan, melainkan sebuah penanaman modal sosial, ekonomi, dan budaya yang akan memberi manfaat luas bagi masyarakat Jambi hingga generasi mendatang. Dalam perspektif pembangunan daerah, infrastruktur olahraga yang baik selalu menjadi penopang kemajuan, karena olahraga tidak hanya dipahami sebagai aktivitas fisik, tetapi juga sebagai instrumen penggerak ekonomi, pemersatu masyarakat, sekaligus pembentuk identitas suatu daerah. Gelanggang Olahraga Kota Baru telah lama menjadi ikon olahraga di Jambi. Sejak pertama kali berdiri, tempat ini menjadi saksi bisu perjalanan banyak atlet, penyelenggaraan kompetisi, dan pertemuan masyarakat dalam suasana sportivitas. Namun, waktu telah berjalan, fasilitasnya semakin tertinggal, dan daya dukungnya tidak lagi memadai untuk kebutuhan masa kini. Atap yang mulai menua dan bocor, kursi yang tidak lagi nyaman, pencahayaan yang redup, serta fasilitas pendukung yang minim menjadikan GOR ini kehilangan sebagian wibawanya. Padahal, di tengah derasnya arus perubahan, keberadaan gelanggang olahraga modern adalah kebutuhan mendesak, apalagi ketika Provinsi Jambi nantinya akan dipercaya sebagai tuan rumah Pekan Olahraga Nasional yang akan datang.
Menunda renovasi berarti menunda kesempatan emas. GOR Kota Baru tidak bisa lagi dipandang sekadar bangunan tempat bertanding. Ia harus dilihat sebagai mesin pembangunan yang bisa menggerakkan berbagai sektor. Dengan renovasi menyeluruh, GOR akan menjelma menjadi pusat aktivitas olahraga, pusat kegiatan ekonomi rakyat, sekaligus ruang publik yang membanggakan. Dalam konteks pembangunan ekonomi masyarakat, GOR memiliki potensi besar untuk menghidupkan usaha kecil menengah. Setiap event olahraga yang digelar selalu menjadi magnet bagi keramaian. Masyarakat datang bukan hanya untuk menonton pertandingan, tetapi juga untuk mencari hiburan, menikmati kuliner, hingga membeli cendera mata. Jika renovasi GOR dilakukan dengan desain modern yang ramah bagi pelaku usaha, maka ruang-ruang komersial di sekitarnya dapat menjadi wadah tumbuhnya UMKM. Pedagang makanan tradisional, pengrajin batik, hingga pelaku usaha kreatif akan memiliki pasar baru yang dinamis.
Kehadiran GOR yang representatif juga akan memperkuat citra Jambi di mata nasional. Daerah yang memiliki fasilitas olahraga bertaraf tinggi akan lebih mudah dipercaya sebagai tuan rumah event besar. Dengan begitu, aliran wisatawan, atlet, dan media akan datang ke Jambi, membawa perputaran ekonomi yang besar. Hotel, restoran, transportasi, hingga jasa pariwisata akan merasakan dampak positifnya. Renovasi GOR bukan hanya memberi keuntungan pada satu sektor, tetapi menyebarkan manfaat ke berbagai lini kehidupan masyarakat. Lebih jauh, renovasi GOR sejalan dengan arah pembangunan Jambi yang terangkum dalam visi Jambi Mantap 2025-2029. Visi tersebut menekankan pentingnya pembangunan manusia, peningkatan daya saing, dan penguatan ekonomi kerakyatan. Gelanggang olahraga modern adalah wadah ideal bagi pembinaan generasi muda. Dari sini lahir atlet yang tidak hanya kuat secara fisik, tetapi juga berkarakter disiplin, tangguh, dan sportif. Mereka adalah generasi penerus yang akan membawa nama Jambi di tingkat nasional bahkan internasional. Dari sisi daya saing, fasilitas olahraga yang baik akan membiasakan atlet Jambi berlatih dan bertanding dalam atmosfer yang profesional. Mereka tidak lagi merasa asing ketika harus berlaga di arena besar, karena sudah terbiasa di rumah sendiri. Hal ini akan meningkatkan mental juara dan memperbesar peluang atlet Jambi untuk meraih prestasi gemilang.
Sementara itu, dari sisi ekonomi kerakyatan, renovasi GOR akan membuka ruang baru bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi. Pedagang kecil bisa berdagang dengan nyaman, pelaku ekonomi kreatif bisa memasarkan produk dengan lebih luas, dan masyarakat umum bisa menikmati manfaat langsung dari perputaran uang di sekitar arena olahraga. Dengan begitu, olahraga bukan lagi aktivitas yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari ekosistem pembangunan ekonomi. Momentum terbesar yang membuat renovasi GOR menjadi kebutuhan mendesak adalah ditetapkannya Jambi sebagai tuan rumah Pekan Olahraga Nasional. PON bukan sekadar kompetisi, melainkan pesta olahraga terbesar di negeri ini. Jutaan mata akan tertuju ke Jambi, ribuan orang akan datang dan menyaksikan bagaimana kesiapan daerah ini menyambut event bergengsi. Gelanggang Olahraga Kota Baru akan menjadi salah satu ikon utama yang paling disorot. Jika tampil dengan wajah baru yang megah dan modern, GOR akan meninggalkan kesan mendalam, bukan hanya bagi atlet dan penonton, tetapi juga bagi masyarakat luas yang menyaksikan melalui layar televisi dan media.
PON adalah peluang emas yang jarang datang. Dampaknya tidak berhenti setelah event selesai. Daerah yang sukses menjadi tuan rumah selalu dikenang dan dilihat sebagai daerah yang siap maju. Infrastruktur yang dibangun untuk PON tetap bisa digunakan untuk berbagai kegiatan di tahun-tahun berikutnya. Maka, renovasi GOR bukan hanya untuk menjawab tantangan PON, tetapi juga untuk warisan jangka panjang bagi masyarakat Jambi. GOR Kota Baru yang baru akan menjadi ruang publik yang multifungsi.
Selain event olahraga, tempat ini bisa digunakan untuk konser musik, pameran budaya, seminar besar, hingga kegiatan sosial kemasyarakatan. Dengan pengelolaan profesional, jadwal kegiatan bisa diatur agar GOR selalu hidup, tidak pernah sepi, dan selalu memberi dampak positif bagi masyarakat sekitar. Sebagian orang mungkin bertanya, apakah renovasi besar seperti ini tidak akan membebani anggaran daerah. Pertanyaan ini wajar, tetapi perlu dipahami bahwa renovasi GOR bukan pengeluaran, melainkan investasi. Investasi yang memberi manfaat sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Investasi yang mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah karena mampu menyediakan fasilitas publik yang membanggakan. Investasi yang menyiapkan Jambi memasuki era baru sebagai daerah yang mampu berdiri sejajar dengan provinsi besar lain di Indonesia. Masyarakat tentu berharap renovasi GOR dilakukan dengan sungguh-sungguh, bukan sekadar mengejar target fisik. Kualitas bangunan harus diutamakan, kelengkapan fasilitas harus dipikirkan, dan tata kelola pasca-renovasi harus dirancang matang. Jangan sampai GOR yang sudah indah hanya menjadi bangunan monumental yang jarang dimanfaatkan. GOR harus selalu hidup, selalu ramai, dan selalu produktif. Jika hal ini terwujud, maka Jambi benar-benar akan memiliki sebuah gelanggang olahraga yang tidak hanya membanggakan tetapi juga bermanfaat. Gelanggang yang menjadi tempat lahirnya atlet berprestasi, ruang tumbuhnya ekonomi rakyat, dan simbol kebersamaan masyarakat. Gelanggang yang sejalan dengan cita-cita besar visi Jambi Mantap, yaitu membangun manusia seutuhnya, meningkatkan daya saing, dan memperkuat ekonomi kerakyatan.
Renovasi GOR Kota Baru adalah momentum yang tidak boleh terlewat. Ini adalah kesempatan sekali dalam sejarah bagi Jambi untuk menunjukkan diri sebagai daerah yang siap melangkah maju. Olahraga telah terbukti mampu menyatukan bangsa, menggerakkan ekonomi, dan melahirkan kebanggaan. Dengan renovasi GOR, Jambi akan berada di jalur yang tepat untuk mewujudkan cita-cita besar itu.
Pada akhirnya, Urgensi Renovasi GOR bukan hanya tentang persiapan menghadapi Pekan Olahraga Nasional, tetapi juga tentang warisan bagi generasi mendatang. Warisan berupa fasilitas olahraga yang modern, ekonomi rakyat yang tumbuh, dan kebanggaan kolektif masyarakat Jambi. Inilah saatnya Jambi melangkah dengan visi besar, menjadikan olahraga sebagai investasi jangka panjang, dan menjadikan GOR Kota Baru sebagai pusat kejayaan baru bagi bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah.
Referensi :
Andriyanto, A. (2020). Ekonomi Olahraga dan Potensi Pengembangan UMKM di Sekitar Infrastruktur Olahraga. Jurnal Ekonomi Kreatif Indonesia, 5(2), 101–115.
Chalip, L. (2006). Toward a distinctive sport management discipline. Journal of Sport Management, 20(1), 1–21.
Coalter, F. (2007). A Wider Social Role for Sport: Who’s Keeping the Score? Routledge.
Gratton, C., & Preuss, H. (2008). Maximizing Olympic impacts by building up legacies. International Journal of the History of Sport, 25(14), 1922–1938.
Horne, J., & Manzenreiter, W. (2006). Sports Mega-Events: Social Scientific Analyses of a Global Phenomenon. Blackwell Publishing.
Preuss, H. (2019). Event Legacy and Sustainability. Routledge.
Smith, A. (2010). The development of “sports tourism” and the legacy of mega sporting events. Journal of Sport & Tourism, 15(2), 65–86.
Pemerintah Provinsi Jambi. (2024). Visi dan Misi Jambi Mantap 2025–2029. R.P.J.M.D
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia. (2023). Strategi Nasional Pembangunan Olahraga Menuju Indonesia Emas 2045. Jakarta: Kemenpora RI.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). (2022). Olahraga sebagai Instrumen Pembangunan Ekonomi Daerah. Jakarta: Bappenas.
* Doktor Manajemen SDM
* Magister Administrasi Publik (M.AP)
* Sekretaris PUSDIKLAT L.A.M Provinsi Jambi