Connect with us

TEMUAN

IUP PT Berkat Sawit Utama Baru Diusulkan 2019 Meski Telah Beroperasi Selama 34 Tahun

DETAIL.ID

Published

on

PT Berkat Sawit Utama

DETAIL.ID, Batanghari – PT Berkat Sawit Utama (BSU) salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit terbesar yang berada dalam wilayah Kabupaten Batanghari, Jambi. Celakanya, PT BSU tak punya Izin Usaha Perkebunan (IUP) meskipun telah beroperasi sejak tahun 1986 silam.

“Baru mengusulkan. Setelah dia (PT BSU) mengajukan itu, setelah pengurangan-pengurangan untuk Suku Anak Dalam (SAD) dan lain-lainnya, koperasi,” kata Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Batanghari, Rijaluddin dikonfirmasi detail di halaman Kantor Kejari Batanghari, Jumat, 7 Agustus 2020 lalu.

Pengajuan IUP PT BSU menjadi rancu. Hal ini disebabkan Kabupaten Muaro Jambi telah menerbitkan terlebih dahulu IUP sekitar 615 hektar, rekomendasi masuk wilayah Muaro Jambi.

“Kami tidak mau. Kalau dua wilayah, artinya kewenangan Provinsi Jambi, salah kita menerbitkan (IUP). HGU bisa kita proses, tapi HGU kita tidak punya, saya tidak tahu itu, kapan itu keluar kami tidak tahu,” ucapnya.

Menurut dia, PT BSU pada 2018 baru mengajukan IUP. Kemudian ada pengurangan, perusahaan yang sebelumnya bernama PT Asiatic Persada ini pada 2019 mengajukan permohonan IUP lagi.

“Kemudian rapat. Saya kan baru masuk di DPMPTSP. Kemudian disimpulkan bahwa belum bisa untuk menindaklanjuti permohonan IUP PT BSU,” ujarnya.

Baca Juga: Dalam Selimut Konflik

Karena Kabupaten Muaro Jambi sudah mengeluarkan rekomendasi dalam rangka untuk penerbitan IUP, kata dia,  artinya, ada sebagian masuk wilayah Muaro Jambi, ternyata dalam HGU PT BSU tidak ada.

“HGU suratnya kita tidak tahu, sampai kini kita tidak tahu karena baru diperpanjang,” katanya.

Kalau seperti itu, menurut dia untuk akan datang seperti petunjuk Kajari Batanghari, harus diproses. Tetapi kewajiban PT BSU berkenaan dengan pajak, BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), Dinas PMPTSP akan berkoordinasi dengan Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Batanghari.

Persoalan IUP dan HGU PT BSU menjadi buah bibir dalam gelaran Rapat Koordinasi (Rakor) Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Batanghari dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Batanghari, Jumat pekan lalu.

Kepala Kejari Batanghari Dedy Priyo Handoyo dalam Rakor Optimalisasi PAD mengatakan, Kejaksaan mempunyai fungsi salah satunya pengamanan investasi agar memberikan kenyamanan dan mendorong para pengusaha. Baik yang telah menanamkan atau yang akan menanamkan investasinya di Kabupaten Batanghari.

“Kejagung Agung (Kejagung) Republik Indonesia telah melaksanakan Memorandum of Understanding (MoU) bersama Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Pusat,” katanya.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” autoplay_delay=”2500″ newsticker_animation=”vertical”]

Di tengah relaksasi perpajakan dan retribusi yang ditawarkan pemerintah pusat, kata Priyo, Kejari Batanghari akan mencoba menggali kembali terkait dengan pajak daerah dan retribusi pajak. Pihaknya telah melakukan full data dan full baket terkait investasi sektor perkebunan dan pertambangan.

“Kami menemukan ada perusahaan-perusahaan yang sudah menanamkan investasinya di Kabupaten Batanghari, namun secara legalitas beserta regulasi yang ada, pengurusan izinnya belum efektif,” ucapnya.

Ada beberapa perusahaan yang sudah dilisting. Ada yang sudah beroperasi tanpa ada HGU dan IUP, ada perusahaan yang memiliki IUP tapi HGU belum ada, atau telah memiliki IUP dan HGU namun potensi penerimaan pendapatan daerah belum optimal. Salah satu contoh misalnya PT BSU atau dulunya bernama Asiatic Persada, saat ini sedang heboh masalah konflik pertanahan.

“PT Asiatic atau BSU memiliki kawasan perkebunan. Kami mengetahui kendala-kendala di lapangan sungguh berat untuk dijalankan secara maksimal. Tapi setidaknya apabila kita secara bersama-sama sesuai dengan kewenangan masing-masing, ada yang mengurus AMDAL, ada yang mengurus IUP, ada yang mengusung HGU atau rekomendasi teknis lainnya,” ujarnya.

Dia ingin Kejari dan OPD terkait Pemkab Batanghari dapat sinergi bersama, sehingga harapan ke depan PAD Kabupaten Batanghari bisa meningkat. Kejaksaan tidak akan bisa bekerja tanpa bantuan dari instansi terkait.

“Pada saat kami melakukan full data dan full baket di lapangan, mohon kami dibantu dan diterima dengan tangan terbuka. Tujuan kami tidak akan membinasakan orang yang telah menanamkan investasi yang ada di Kabupaten Batanghari. Justru kami mendorong perusahaan-perusahaan yang sudah menanamkan investasinya untuk mematuhi secara regulasi yang sudah ditentukan sesuai peraturan perundang-undangan,” katanya.

Kalau upaya peningkatan PAD tidak bisa dilakukan bersama-sama, kata Priyo, maka penegakannya di satu sisi pihaknya bisa bergerak sendiri, tapi disektor penegakan hukum. Penegakan hukum sektor swasta itu sesuai dengan amanat Undang-undang Pasal 146, bahwa Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pembubaran PT apabila PT itu melanggar kepentingan umum dan melanggar ketentuan perundangan.

“Tetapi itu adalah langkah yang merupakan upaya terakhir, karena ini menyangkut dengan potensi penerimaan. Kami juga minta bantuan dengan bapak-bapak, misalnya terkait dengan potensi atau pajak terutang yang belum tertagih, silakan ajukan surat kuasa khusus ke Kejaksaan. Karena kita ada batuan hukum dalam rangka penagihan,” ucapnya.

Priyo mencontohkan salah satu perusahaan, yakni PT BSU. Perusahaan ini sebelumnya bernama PT Asiatic Persada, salah satu perusahaan yang paling besar memiliki HGU di Kabupaten Batanghari. Dulu, perusahaan ini memiliki HGU seluas 19000 hektar, kini menyusut menjadi 15.600 hektar.

“Kalau ada terkait dengan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) peralihan dari PT Asiatic ke PT BSU, apakah itu sudah masuk ke rekening kas daerah,” kata Priyo.

Bisa juga terhadap perusahaan-perusahaan lain, seperti PT PAT, PT SJL, PT Indo Sawit Subur, potensinya besar. Mari bersama-sama untuk tidak membinasakan, tetapi mendorong iklim berinvestasi di Kabupaten Batanghari.

Rakor Kejari Batanghari dengan OPD Pemkab Batanghari dihadiri Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kepala Dinas Koperindag, Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan, Kepala Bappeda, Kepala DPMPTSP dan Sekretaris Bakeuda Kabupaten Batanghari.

 

Reporter: Ardian Faisal

TEMUAN

Proyek Jalan Tol Diduga Jadi Muara Material Galian C Ilegal, Pihak HKI Sebut Izin Dilampirkan Saat Penagihan

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Proyek jalan tol Seksi 4 Tempino – Ness di Kabupaten Muarojambi nampak menyimpan sejumlah misteri. Salah satunya adanya dugaan penggunaan material galian C ilegal oleh sub kontraktor terhadap item pekerjaan berlabel PSN.

Isu ini sebenarnya sudah lama bergulir, tak lama pasca pekerjaan pekerjaan Jalan Tol Betung – Tempino – Jambi (Betajam) seksi 4 (Tempino – Simpang Ness) dimulai pada Juni 2024 lalu.

Pekerjaan jalan tol sepanjang 18,5 kilometer yang dilaksanakan oleh Hutama Karya Infrastruktur (HKI) diduga jadi muara bisnis galian C Ilegal untuk item pekerjaan penimbunan jalan. Selain itu juga beredar di media massa bahwa alat berat yang bekerja di lokasi pun mengonsumsi BBM ilegal.

Atas berbagai dugaan pelanggaran pada proyek PSN tersebut, Humas HKI, Fauzi bilang bahwa soal galian C berada pada domain vendor atau pemasok. Pihaknya pun bertindak hanya sebagai pembeli dengan klaim vendor punya perizinan.

“Itu kan pihak ke-3, kita kan beli udah lengkap dengan perizinannya. Dan mereka sudah melampirkan izin sebagai macam lah untuk melakukan penagihan ke kita,” kata Fauzi.

Adapun penggunaan material galian C ilegal dalam proyek infrastruktur berskala nasional jelas punya sanksi hukum berat. Tak hanya penambang namun pengguna atau penadah termasuk kontraktor proyek pemerintah yang dengan sengaja menggunakan material dari sumber ilegal semua dapat diseret ke jalur hukum.

Pasal 161 UU No 3 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, menyebutkan bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, atau mengolah hasil penambangan dari pemegang IUP, IUPK, atau IPR yang tidak memiliki izin usaha dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.

Soal keabsahan material oleh vendor yang digunakan oleh HKI dalam proyek Jalan Tol Seksi 4, Fauzi pun tidak menegaskan secara gamblang. Namun dia menekankan bahwa vendor tidak akan bisa melakukan penagihan atas material yang dipasok ketika tidak melampirkan bukti resmi ataupun pembayaran pajak.

“Terhadap vendor-vendor yang melakukan penjualan material galian C ke kita kalau dia tidak melampirkan bukti resmi ataupun pembayaran pajak ke daerah ya enggak akan bisa menagihkan ke kita,” ujarnya.

Dugaan penggunaan material ilegal serta tidak adanya kelengkapan perizinan dalam penggunaan Jalan Ness, yang ditutup dengan segala klaim HKI, kini mewarnai rangkaian cerita proyek PSN Jl Tol Jambi Seksi 4 Simpang Ness – Tempino yang ditarget selesai pada pertengahan 2025.

Ditengarai ada semacam pembiaran sistemik. Kontraktor diduga dengan sengaja mencari material dari penambang ilegal karena harganya lebih murah, sementara pengawas proyek diduga tutup mata karena ada kepentingan tertentu.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

TEMUAN

Proyek PSN Jalan Tol Seksi IV Kerjaan HKI Ternyata Tak Punya Izin Penggunaan Jalan Nes, HKI Klaim Begini…

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Sudah berbulan-bulan Jalan Nes mengalami kerusakan di sejumlah titik imbas proyek Jalan Tol Baleno Seksi IV Tempino – Pijoan. Kondisi ruas jalan alternatif milik Pemprov Jambi tersebut kini rusak dan berlobang. Para pelintas pun harus berhati-hati, sementara warga setempat harus bersabar.

Mobilisasi angkutan material proyek Jalan Tol Seksi IV yang jauh melebihi batas toleransi jalan, disinyalir menjadi faktor utama rusaknya Jalan Nes. Di balik hal itu, terungkap bahwa Hutama Karya Infrastruktur (HKI) selaku pelaksana proyek Jalan Tol Baleno Seksi IV ternyata belum sama sekali mengantongi perizinan terkait penggunaan Jalan Nes.

Meski tak punya izin, Humas HKI Fauzi mengklaim bahwa pihaknya sudah berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Dinas PUPR Provinsi Jambi hingga Balai Jalan terkait penggunaan Jalan Nes.

“Kalau untuk Jalan Nes itu kita udah komunikasi dengan pihak PU dan Balai. Itu terkait pengunaan jalan nes,” kata Humas HKI, Fauzi pada Senin, 7 April 2025.

Adapun komunikasi yang dimaksud Humas HKI tersebut berbentuk paparan dari pihak HKI terhadap Dinas PUPR Provinsi Jambi. Yang pada intinya menurut pengakuan Fauzi, bahwa Jalan Nes dipakai oleh pihaknya sebagai akses masuk material ke lokasi proyek.

“Jika ada kerusakan maka dilakukan perbaikan secara berkala. Nah secara ini udah terus dilakukan, sampai nanti selesai juga akan perbaikan. Karena ini jalan tol statusnya PSN, dimana kita juga perlu percepatan disitu. Sedangkan akses satu-satunya melalui jalan nes,” ujar Fauzi.

Disinggung soal ketaatan pelaksana atas ketentuan perizinan bagi penggunaan jalan, utamanya pelaksana proyek yang mesti mengantongi perizinan atas penggunaan jalan milik daerah sebagaimana ditegaskan dalam Permen PU No 20 tahun 2010 dan juga Perda Provinsi Jambi No 12 tahun 2021.

Fauzi tetap berdalih bahwa pihaknya sudah berkomunikasi terkait penggunaan jalan tersebut. Dan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kerusakan jalan, pihaknya melakukan perbaikan secara berkala.

“Kalau sejauh ini mungkin sudah sekitar 25 ribu kubik untuk perbaikan itu, cuma saya perlu data dari tim teknis,” ujarnya.

Sementara Ketua Komisi 3 DPRD Provinsi Jambi Mazlan dikonformasi via WhatsApp belum merespons, begitu juga dengan Kabid Bina Marga Dinas PUPR Provinsi Jambi, Wasis Sudibyo.

Soal klaim perbaikan tersebut, beberapa warga setempat tidak menyangkal. Namun mobilitas angkutan material proyek yang masif tampak jelas bikin kerusakan selalu timbul.

“Lobang-lobang tu ditambal lah samo mereka, ya cuman dak lamo rusak lagi. Di sini ditambal besok di sana berlubang lagi. Gitu-gitulah,” ujar salah seorang warga setempat.

Masyarakat setempat serta para pengguna jalan pun kini hanya bisa bersabar menunggu proyek jalan tol klir sebagaimana ditarget pada pertengahan 2025, dan menanti komitmen pertanggungjawaban dari pelaksana atas kerusakan yang ditimbulkan.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

TEMUAN

Pembangunan Tahap II Laboratorium Poltekkes Kemenkes Jambi Diduga Menadah Galian C Ilegal, LGN Segera Aksi

DETAIL.ID

Published

on

Proyek Tahap II Lab Poltekkes Kemenkes Jambi. (DETAIL/Juan)

DETAIL.ID, Jambi – Kisruh dugaan penggunaan material galian c ilegal pada pembangunan tahap II Gedung Laboratorium Poltekkes Kemenkes Jambi senilai Rp 34.678.754.000 dari duit APBN 2024 semakin panas.

Terbaru, sejumlah Pemuda Jambi yang mengatasnamakan Lingkar Gerakan Nusantara (LGN) menegaskan bahwa mereka bakal segera turun aksi ke Mabes Polri terkait persoalan pada proyek Poltekkes Kemenkes Jambi.

“Iya, kita Insya Allah turun,” ujar Ketua Umum LGN, Erwin Harahap pada Kamis, 20 Maret 2025.

Menurut Erwin, sebagai kontrol sosial pihaknya bakal mendesak agar Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung untuk segera memanggil dan memeriksa Direktur Poltekkes Kemenkes Jambi serta pimpinan PT Burniat Indah Karya atas dugaan pelanggaran Pasal 161 UU No 3 tahun 2020 tentang Minerba.

Dimana pasal ini mengatur sanksi pidana bagi setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan/pemurnian, pengembangan/pemanfaatan, pengangkutan, atau penjualan mineral/batu bara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB, atau izin lain.

Kemudian, LGN juga bakal meminta Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung memanggil dan memeriksa PPK dan Konsultan Pengawas Proyek Tahap II Laboratorium Terpadu Poltekkes Kemenkes Jambi yang diduga telah melakukan pembiaran dan kelalaian dalam pembangunan tersebut.

“Kita meminta kepada aparat penegak hukum mengusut tuntas dugaan praktik kolusi atas dugaan hubungan konsultan pengawas pembangunan laboratorium terpadu Poltekkes Kemenkes Jambi dengan penambang ilegal terkait pembangunan Laboratorium Terpadu Poltekkes Kemenkes Jambi karena diduga ada kepentingan tertentu,” katanya.

Sementara Zulkifli Lubis selaku bos PT Kalimanya Ekspert Konsultan yang merupakan konsultan pengawas dari proyek segede Rp 34.6 miliar tersebut dikonfirmasi lewat WhatsApp belum merespons.

Sama seperti Zulkifli, Dedi selaku Bos PT Burniat Indah Karya juga belum merespons. Sikap bungkam alias tidak adanya keterbukaan informasi itu pun kian menguatkan dugaan adanya kongkalingkong demi meraup cuan gede-gedean secara melawan hukum dalam proyek yang didanai oleh duit negara.

Erwin pun menilai bahwa ini adalah persoalan serius dan ia menegaskan pihaknya bakal mengawal semua proses sampai tuntas.

“Kami menduga perusahaan itu adalah pemenang tahap pertama, dan yang dimenangkan kembali pada tahap kedua, dan diduga akan di-RO-kan kembali sebagai rekanan yang akan mengerjakan tahap tiga nya. Dari awal proyek ini sudah ada kongkalikong antara, Pokja, PPk dan rekanan. Kami akan mengawal permasalahan ini,” katanya.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement ads ads
Advertisement ads