DETAIL.ID, Jakarta – Situasi di kawasan Laut China Selatan tegang setelah aparat maritim Malaysia menembak mati seorang nelayan Vietnam pada Minggu malam.
Hanoi menuntut jawaban dari Kuala Lumpur atas insiden itu. Pihak Kuala Lumpur mengklaim insiden penembakan terjadi di perairan mereka setelah pasukan Penjaga Pantai Malaysia berusaha memeriksa dua kapal di perairan timur Kelantan yang dianggap terlibat dalam penangkapan ikan ilegal.
Penjaga Pantai Malaysia mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa 19 awak kapal Vietnam di atas dua kapal bertindak agresif dan melemparkan “bom diesel” ketika mereka diperintahkan untuk menyerah.
Direktur Penjaga Pantai Kelantan Muhd Nur Syam Asmawie Yaacob mengatakan sebuah tembakan peringatan juga diletuskan tetapi diabaikan.
Kepala Penjaga Pantai Mohamad Zubil Mat Som mengatakan kepada Agence France-Presse bahwa para anak buahnya tidak punya pilihan selain melepaskan tembakan untuk membela diri.
“Mereka melakukannya untuk melindungi hidup mereka dan untuk melindungi kedaulatan nasional kami,” ujarnya, seperti dilansir South China Morning Post, Rabu 19 Agustus 2020.
Para analis telah menyuarakan keprihatinan atas implikasi insiden tersebut terhadap hubungan di dalam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN)—serta hubungan ASEAN dengan China, yang dituduh menangkap ikan di perairan Vietnam.
Collin Koh, seorang peneliti di S Rajaratnam School of International Studies di Singapura, mengatakan Vietnam perlu mengendalikan komunitas nelayannya dengan lebih ketat.
“Sebelumnya sudah ada tanda-tanda peringatan yang mengarah ke insiden terbaru dan paling serius ini,” katanya.
“Baru September lalu ada perselisihan antara patroli penangkapan ikan Malaysia dan Vietnam di lepas pantai Terengganu. Kita juga harus ingat bahwa (Hanoi) masih berusaha untuk membuat Uni Eropa mencabut kartu kuningnya untuk penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur karena alasan seperti itu,” ujarnya.
Menurut Koh, Thailand juga terpengaruh dengan serentetan laporan baru-baru ini tentang pasukan maritim Thailand yang menangkap kapal-kapal penangkap ikan Vietnam.
Laut China Selatan penuh dengan aksi penangkapan ikan ilegal, di mana Vietnam serta China memiliki industri perikanan yang lebih berkembang, dan keduanya dianggap sebagai pemain kunci.
Vietnam telah menerima ganjaran penegakan hukum terhadap penangkapan ikan ilegal oleh China, di mana kapal pengiriman Vietnam tenggelam pada bulan April lalu setelah bertabrakan dengan kapal penjaga pantai China.
Perselisihan lain adalah larangan memancing musim panas Beijing di perairan yang diklaimnya di atas garis paralel ke-12—termasuk daerah dekat Beting Scarborough, Kepulauan Paracel, dan Teluk Tonkin—yang menurut para nelayan Vietnam dan Filipina tidak berada dalam yurisdiksi maritim China.
Beijing mengatakan larangan itu, yang dimulai pada 1 Mei dan berakhir pada hari Minggu, diperlukan untuk menjaga stok ikan dan makanan laut.
China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan, dengan mengatakan memiliki hak historis atas fitur tanah dan perairan di daerah tersebut.
Namun sejumlah negara Asia Tenggara termasuk Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Brunei mengatakan pernyataan Beijing bertentangan dengan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) tahun 1982.
Discussion about this post