TUAH Fachrori lagi-lagi terbukti. Partai NasDem yang berkhianat padanya di Pilgub Jambi kena balak, harus menelan kopi pahit. Bahkan bukan cuma pil, partai ini juga harus minum jamu dan kopi pahit sekaligus.
Pelesetan pepatah terkenal untuk menggambarkan nasib partai Pak Brewok alias Surya Paloh ini adalah, “sudah jatuh ketimpa tangga, tepijak tai ayam pulak…” Tragis!
NasDem yang merupakan partai petahana Fachrori Umar justru menelikung ke Syarif Fasha. Eh, sang bakal calon ini malah gagal maju. Tak cukup kursi, kurang syarat untuk ikut bertarung dalam Pilgub Jambi kali ini.
Dalam situasi panik, NasDem yang kehilangan ‘bargaining’ ini mencoba merapat ke pasangan CE-Ratu. Koalisi Golkar-PDIP ini sudah memiliki 16 kursi.
Last minute mereka datang ke KPU. Tapi celakanya, di aplikasi sistem informasi pencalonan (silon) KPU, partai ini tidak tercantum sebagai partai pengusung.
Padahal sebagai pemilik dua kursi di DPRD, Ketua DPW NasDem Jambi Agus Roni ngotot betul partainya masuk sebagai partai pengusung.
Awalnya Ketua KPU Jambi Sanusi masih memberikan kesempatan kepada koalisi untuk mencantumkan NasDem sebagai pengusung pasangan CE-Ratu, asalkan mau memperbaiki silon dan menunda waktu pendaftaran. Tapi Ketua Tim Koalisi Edi Purwanto menyatakan, lanjut saja. Dia merasa tak perlu menunggu NasDem.
Kalau dalam bahasa kita-kitanya, jangan ditunggu lagi, tinggalkan baelah.
Dan demikianlah pemirsa, akhirnya NasDem ditolak sebagai partai pengusung. Meski masih berpeluang sebagai partai pendukung. Tapi apalah guna pendukung dalam situasi seperti ini. Ibaratnya, orang makan daging, awak nyicip sisanya saja tak bisa.
Jangankan untuk diajak berunding, logonya saja tak boleh ditempel di alat peraga kampanye pasangan CE-Ratu.
Pertanyaannya mengapa Edi Purwanto meninggalkan NasDem? Apakah perang dingin Megawati dan Surya Paloh masih terjadi sehingga Edi Purwanto berani mengambil keputusan seperti itu?
Kalau saya, pertanyaan itu tak perlu dijawab. Sebab saya yakin betul ini adalah buah pengkhianatan NasDem terhadap Fachrori. Ini tuah orang tua itu: Tuah Fachrori!
*Penulis adalah wartawan
Discussion about this post