DETAIL.ID, Jakarta – Petugas penyelamat, pada Sabtu 5 November malam, mengatakan tidak ada lagi tanda-tanda bahwa ada korban selamat di reruntuhan gedung ledakan Beirut.
Dilansir dari CNN, Ledakan dahsyat pada 4 Agustus di pelabuhan Beirut menewaskan sedikitnya 191 orang dan menjadi bencana paling mematikan di Libanon. Satu bulan kemudian, tujuh orang masih dinyatakan hilang.
Pada Rabu malam, seekor anjing pelacak yang dikerahkan oleh tim penyelamat dari Chile mendeteksi bau manusia di bawah bangunan runtuh yang rusak berat di lingkungan Gemmayzeh di dekat pelabuhan.
Sensor berteknologi tinggi sebelumnya mendeteksi keberadaan detak jantung yang cukup jelas dan diikuti dengan pencarian oleh tim penyelamat.
Namun setelah tiga hari melakukan upaya pencarian, Anggota tim SAR Chile, Fransesco Lermanda mengatakan pada Sabtu malam bahwa tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan di bawah reruntuhan.
“Sayangnya, hari ini kami dapat mengatakan bahwa secara teknis, kami tidak melihat tanda-tanda kehidupan di dalam gedung,” ujarnya kepada media.
Dia menambahkan, dua petugas penyelamat telah menyelinap melalui terowongan untuk memeriksa setiap korban di lokasi rongga udara terakhir, tapi tidak menemukan satu orang pun di sana.
Meski demikian, Lermanda menuturkan upaya penyelamatan akan terus dilakukan untuk mengamankan zona tersebut dan memastikan tidak ada kemungkinan korban tertinggal di dalam reruntuhan.
Sementara itu, Insinyur Riyadh al-Assad mengatakan para pekerja telah membersihkan dua lapisan puing dan memeriksa tangga tapi mereka tidak menemukan siapa pun.
Direktur Operasi Badan Pertahanan Sipil, Geroge Abou Moussa mengatakan kemungkinan untuk menemukan korban yang masih hidup “sangat rendah”.
Sebaliknya, Perwira Pertahanan Sipil, Qassem Khater, mengatakan timnya bertekad untuk tidak menyerah.
“Kami tidak akan meninggalkan lokasi sampai kami selesai melewati puing-puing, bahkan jika bangunan baru terancam runtuh,” ujarnya.
Anggota Penyelamat Chile, Walter Munoz mengatakan kemungkinan untuk menemukan korban selamat hanyalah “dua persen”.
Para pejabat Libanon juga meyakini bahwa kemungkinan korban selamat yang bisa bertahan begitu lama di bawah reruntuhan sangatlah kecil.
Libanon diketahui tidak memiliki alat dan keahlian untuk menangani operasi pencarian dan penyelamatan tingkat lanjut, sehingga mereka harus mendatangkan bantuan dari para ahli dari Chile, Prancis, dan Amerika Serikat.
Discussion about this post