DETAIL.ID, Saham – Bursa saham Indonesia mengakhiri sesi perdagangan pekan ketiga Jumat, 18 Desember 2020 dengan mencatatkan pelemahan 0,15% menjadi 6.104. Namun secara mingguan IHSG membukukan lonjakan 2,8% dibanding akhir pekan sebelumnya. Investor asing kembali mencatatkan nilai jual bersih sebesar Rp2,68 triliun, sehingga sepanjang tahun ini aksi jual bersih asing mencapai Rp47,05 triliun.
PT Ashmore Asset Management Indonesia mencatat beberapa peristiwa penting yang mempengruhi pergerakan dana investor di pasar modal dalam dan luar negeri antara lain:
- Update virus korona: Johnson & Johnson telah mendaftarkan uji coba sepenuhnya vaksin COVID-19 tahap akhir, dengan 45.000 peserta yang datanya diharapkan dapat diperloeh pada akhir Januari. Vaksin yang dibuat oleh anak perusahaan J&J, Janssen ini, tersedia dalam dosis tunggal. Badan Pengawas Obat dan Makanan AS berencana memberikan otorisasi penggunaan darurat vaksin virus korona dari Moderna.Jepang dan Korea Selatan melaporkan jumlah infeksi yang tinggi saat musim dingin tiba.
- Penjualan ritel AS pada November 2020 merosot 1,1% pada November 2020, lebih buruk dari ekpspektasi penurunan 0,3%, sekaligus penurunan penjualan ritel kedua berturut-turut sejak Oktober (-0,1%). Konsumen AS membatalkan belanja liburan di tengah lonjakan kasus virus korona dan penurunan pendapatan karena tunjangan pengangguran akan berakhir.
- Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar USD 2,62 miliar pada November 2020, bergeser dari selisih USD 1,39 miliar pada bulan yang sama tahun sebelumnya, dan sedikit di bawah konsensus sebesar USD 2,67 miliar. Ini adalah surplus neraca perdagangan ketujuh bulan berturut-turut, karena ekspor melonjak sementara impor turun.
- BI mempertahankan suku bunga 7DRR tidak berubah pada rekor terendah 3,75 persen, sejalan dengan perkiraan, setelah menurunkan 25bps pada pertemuan sebelumnya.
Weeky Commentary , Ashmoore Jumat 18 Desember 2020, merupakan edisi terakhir tiga tema utama tahun 2021, di edisi ini Ashmore membahas kemungkinan Boom Komoditas di Indonesia, sebagai berikut;
Ashmore menyatakan telah melihat peningkatan komoditas sepanjang tahun ini yang didorong oleh potensi pemulihan permintaan pada tahun 2021 dan 2022 sementara persediaan hanya mengalami sedikit peningkatan. “Namun pasar saham Indonesia telah merespon dengan indeks JAKMINE [47 emiten pertambangan] memperoleh 24% dalam satu bulan terakhir,” tulis Ashmore.
Apa yang dapat mendorong ledakan komoditas?
Secara global, salah satu indikator kuncinya adalah minyak. Menurut Ashmore, meskipun minyak mungkin akan menjadi bagian dari ekonomi masa lalu dalam dekade mendatang, total permintaan minyak baru mulai menurun pada tahun 2037, dan permintaan pada tahun 2050 masih akan sama dengan 2019. Artinya, ada cukup dukungan harga minyak yang selama ini menjadi komoditas acuan. “Di sisi lain, ekonomi baru ( new economy ) akan mengarah pada komoditas jenis EV [kendaraan listrik] yang akan tumbuh 10x lipat dalam 10 tahun ke depan.
“Indonesia adalah penerima manfaat utama dari ekonomi baru ini yang memiliki salah satu sumber daya utama untuk EV,” ujar Ashmore. Besi dan baja, yang telah menunjukkan pertumbuhan ekspor yang besar, diperkirakan akan terus berkembang karena ada lebih banyak kapasitas yang sedang dibangun.
“Berdasarkan perkiraan kami, ini berarti nilai ekspor Indonesia dalam dua tahun ke depan akan terus tumbuh pesat. Dan pada tahun 2023, nilai ekspor akan mencapai ukuran yang sama dengan tahun 2012 di mana Indonesia mengalami ledakan komoditas pertama,” kata Ashmore.
Apa artinya bagi Indonesia?
Berlanjut ke tema edisi pertama tahun 2021, Ashmore berpendapat, Indonesia siap untuk keluar dari perangkap defisit neraca transaksi berjalan (CAD) dengan berbagai peraturan yang berlaku dan pertumbuhan yang sedang berlangsung dalam perluasan kapasitas basis ekspor. “Ini juga berarti berpotensi untuk menemukan realitas baru surplus kembar di mana Rupiah dapat diperdagangkan pada tingkat yang lebih kuat meskipun pertumbuhannya sangat bervariasi.”
“Rupiah yang lebih kuat dan kemampuan fiskal yang meningkat kemungkinan besar akan menghasilkan ekspansi EPS dan PER tahun jamak,” Ashmore menambahkan. Oleh karena itu, Ashmore terus merekomendasikan untuk menambahkan ekuitas ke dalam portofolio Anda dan tetap bullish hingga 2021.
Discussion about this post