Mahfud MD Pastikan Revisi UU ITE Bakal Hilangkan Multitafsir

Menko Polhukam Mahfud MD memastikan revisi terbatas terhadap UU ITE dilakukan untuk menghilangkan multitafsir yang kerap berujung pada polemik kriminalisasi (Detail/ist)

DETAIL.ID, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memastikan revisi terbatas terhadap Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dilakukan untuk menghilangkan multitafsir yang kerap berujung pada upaya kriminalisasi di masyarakat.

Dia juga memastikan pemerintah bakal merevisi empat pasal lama dan penambahan satu pasal baru dalam UU ITE ini.

Empat pasal yang direvisi itu kata dia yakni Pasal 27, 28, 29 dan 36. Sementara pasal baru yang akan ditambahkan dalam aturan ini yakni Pasal 45 C.

“Bertujuan untuk menghilangkan multitafsir, pasal karet, dan upaya kriminalisasi. Ketiga poin tersebut, adalah hasil sebagaimana masukan yang diberikan kelompok masyarakat sipil selama proses pengkajian rencana revisi UU ITE,” kata Mahfud dalam keterangan tertulis, Seperti dilansir CNNIndonesia, Rabu 16 Juni 2021.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga ” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” number_post=”7″ post_offset=”1″]

Revisi UU ITE akan segera dikirim ke DPR setelah Kementerian Hukum dan HAM selesai melakukan sinkronisasi terkait aturan ini.

Sehingga jika sudah masuk ke DPR diharapkan aturan ini bisa masuk program legislasi dan pembahasannya bisa dipercepat.

Mahfud mengatakan, sebelum memutuskan untuk dilakukan revisi terbatas, Tim Kajian UU ITE telah melakukan rangkaian diskusi panjang dan menerima masukan dari semua elemen masyarakat.

“Dari awal tim kajian sangat terbuka dengan semua masukan dari masyarakat. Berbagai elemen masyarakat kita libatkan untuk memberikan masukan kepada Tim Kajian UU ITE,” kata dia.

Masukan ini kata Mahfud, mereka terima baik dari pihak akademisi, praktisi hukum, LSM, korban UU ITE, pelapor, politisi, jurnalis perorangan maupun asosiasi.

“Sekarang ini tim kajian telah selesai melakukan tugasnya, namun masukan-masukan dari masyarakat masih terbuka dan bisa disampaikan ke DPR,” ujar Mahfud.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga ” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” number_post=”7″ post_offset=”1″]

Tagih Keseriusan Pemerintah

Koalisi Serius Revisi UU ITE meminta komitmen pemerintah dalam menghapus pasal-pasal karet dalam rencana revisi UU ITE

Permintaan itu disampaikan Koalisi Serius Revisi UU ITE saat bertemu dengan Mahfud MD serta Tim Kajian UU ITE pada Senin 14 Juni lalu.

Direktur Eksekutif Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menyampaikan bahwa pihaknya menanyakan tentang hasil kerja Tim Kajian Revisi UU ITE beserta rumusan revisi regulasi yang diajukan oleh pemerintah dalam pertemuan itu.

Pihaknya puna telah menyerahkan secara resmi Kertas Kebijakan Revisi UU ITE yang disusun oleh pihaknya kepada Mahfud.

“Dari pertemuan tersebut, Koalisi menyoroti mengenai matriks revisi UU ITE yang beredar di masyarakat,” kata Erasmus kepada wartawan, Rabu (16/6)

Dia menerangkan bahwa fokus pihaknya ialah beberapa pasal yang masih menimbulkan ruang multitafsir, seperti penambahan Pasal 45C yang mengatur ihwal pidana bagi orang yang dengan sengaja menyebarluaskan informasi atau pemberitahuan bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat dan kedua serta pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja menyebarluaskan informasi elektronik yang berisi pemberitahuan yang tidak pasti atau yang berkelebihan atau yang tidak lengkap.

Erasmus berkata pihaknya mendesak pasal itu dihapus karena rentan disalahgunakan. Menurutnya, definisi berita bohong yang menimbulkan keonaran tidak didefinisikan secara jelas sehingga sangat berpotensi multitafsir.

“Selain itu, masuknya pasal 45C sangat bertentangan dengan harapan publik akan dihapusnya pasal-pasal bermasalah,” tuturnya.

Dalam pertemuan ini pula, lanjut Erasmus, pihaknya menyampaikan dampak kriminalisasi yang selama ini telah ditimbulkan oleh pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE, seperti kasus kriminalisasi yang terjadi di Surabaya, Bau-bau, serta Jakarta.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga ” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” number_post=”7″ post_offset=”1″]

Lebih lanjut, katanya, pihaknya meminta agar Surat keputusan bersama (SKB) pedoman implementasi UU ITE tidak dianggap sebagai proses pengganti revisi UU ITE.

Erasmus menekankan kepada pemerintah untuk memperhatikan bahwa praktik-praktik pembuatan pedoman untuk menjawab revisi sebuah undang-undang bermasalah tidak boleh menjadi kebiasaan di Indonesia.

Exit mobile version