Polisi Tetapkan 6 Tersangka Baru Kasus Investasi Bodong EDCCash

Penyidik Bareskrim Polri menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan investasi ilegal E-Dinar Coin (EDC) Cash, dengan salah satu tersangkanya yakni CEO EDC Cash, Abdulrahman Yusuf yang dijerat atas dugaan tindak pidana penipuan, penggelapan, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). (Detail/Antara)

DETAIL.ID, Jakarta – Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan kembali enam anak buah CEO EDCCash, Abdulrahman Yusuf sebagai tersangka dalam kasus dugaan investasi bodong melalui produk kripto atau mata uang virtual.

Dengan proses itu, total hingga saat ini sudah ada 12 tersangka yang diproses hukum.

“Jumlah tersangka sementara 6 orang ditahan dari 12 orang yang sudah ditetapkan tersangka,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Helmy Santika kepada wartawan, seperti dilasir CNNIndonesia, Jumat 4 Juni 2021.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga ” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” number_post=”7″ post_offset=”1″]

Namun demikian, Helmy tak menjelaskan lebih rinci mengenai identitas ataupun peran dari masing-masing tersangka. Dia hanya mengatakan bahwa para tersangka yang baru dijerat itu merupakan pihak yang berkaitan dengan dugaan tindan pidana tersebut.

“Yang terkait EDCCash, yang bersama-sama membantu melakukan,” ucapnya.

Helmy mengatakan, perkembangan perkara tersebut pun dilakukan usai 1.300 korban melapor ke Bareskrim terkait investasi bodong itu. Menurutnya, dari keseluruhan, sudah ada 63 korban yang diperiksa oleh Bareskrim.

Selain itu, Helmy mengungkapkan sejumlah barang bukti yang telah disita dari para tersangka EDCCash. Bukti itu antara lain, mobil mewah merk Ferrari dan McLaren, tanah, hingga bangunan.

“Barang bukti (yang sudah disita): tanah dan bangunan, kendaraan 26 buah, surat-surat bukti pembayaran dan transfer, aset barang mewah lainnya,” ucapnya.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga ” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” number_post=”7″ post_offset=”1″]

Aset-aset itu, kata dia, nantinya akan digunakan untuk dapat mengganti kerugian para korban. Perkara ini pun, lanjutnya, akan dikebut untuk diselesaikan sehingga dapat segera disidangkan.

“Penyidik masih mengembangkan untuk mencari aset yang merupakan hasil kejahatan. Masih dalam upaya verifikasi oleh penyidik. Belum disimpulkan (nilainya),” kata Helmy.

“Dan direncanakan minggu depan berkas akan dikirim ke Kejaksaan,” kata dia lagi.

EDCCash sendiri menggalang dana investasi dari masyarakat secara ilegal dan produk mereka pun tidak terdaftar di otoritas pemerintah seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ataupun Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Tercatat, ada sekitar 57 ribu member yang tergabung dalam perusahaan tersebut. Kerugian korban ditaksir mencapai Rp285 miliar.

Modus penipuan dalam perkara ini ialah perusahaan meminta agar para member membayar Rp5 juta dengan rincian Rp4 juta untuk dikonversi menjadi 200 koin, biaya sewa cloud sebesar Rp300 ribu dan biaya untuk para upline sebesar Rp700 ribu.

Para korban kemudian dijanjikan keuntungan 0,5 persen per hari, dan 15 persen per bulan. Hal itu bisa dilakukan meskipun mereka tidak bekerja sekalipun.

Kasus ini sendiri bermula saat sejumlah nasabah mengeluhkan investasi yang dilakukan selalu merugi.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga ” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” number_post=”7″ post_offset=”1″]

Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK sendiri telah memasukkan EDCCash ke daftar investasi ilegal karena melakukan kegiatan jual beli uang kripto tanpa izin. Satgas bahkan menduga investasi ilegal ini menggunakan skema ponzi untuk menarik minat para member.

Pasalnya, EDCCash menjanjikan keuntungan dengan cara merekrut member baru ke dalam komunitas dan menambang EDCCash, tapi harus membeli koin itu terlebih dahulu.

Exit mobile version