SEJAK awal saya memang menjagokan Timnas Italia dalam Euro 2020. Kenapa? Saya melihat permainan yang ditampilkan Tim Azzuri tersebut. Mereka tampil dengan meyakinkan.
Berada di Grup A bersama Swiss, Turki, dan Wales, Italia menyapu kemenangan dengan nilai sempurna. Ketiga negara itu dikalahkan semua oleh Italia.
Italia tinggal mengalahkan Spanyol di semifinal untuk mencapai final melawan Inggris atau Denmark.
[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga ” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” number_post=”7″ post_offset=”1″]
Dalam tiga tahun, Timnas Italia di bawah asuhan Roberto Mancini berbenah dengan cepat. Kegagalan mereka lolos ke Piala Dunia 2018, membuat Timnas Italia justru berubah menjadi tim yang menakutkan.
Mancini mampu memadukan pemain muda dan veteran menjadi kekuatan yang luar biasa.
Di depan, ada Ciro Immobile dan Andrea Belotti yang siap menjebol gawang lawan. Ciro Immobile membukukan 20 gol di Serie A 2020/2021 setelah memenangkan Sepatu Emas Eropa pada 2019/2020 sebagai pencetak gol terbanyak di semua klub sepak bola Eropa dengan 36 gol.
Meskipun utamanya adalah seorang striker, Immobile dapat ditempatkan di mana saja di lini depan, dan dikenal karena pekerjaannya yang tidak menguasai bola untuk masuk ke posisi mencetak gol yang berbahaya, serta kemampuan penyelesaiannya di depan gawang lawan.
Pemain sayap kiri Lorenzo Insigne dianggap sebagai pemain paling berbakat Italia dan penggunaan selama kampanye kualifikasi yang gagal untuk Piala Dunia 2018 kurang. Terutama ketika ia dicadangkan selama kekalahan play-off dari Swedia – membuat penggemar kesal tanpa akhir.
Lorenzo Insigne memiliki kecepatan dan fleksibilitas di lini depan. Insigne bisa mengisi posisi sayap kiri, gelandang serang bahkan second striker.
Ia Bergerak menyusup dan mengisi ruang kosong menyambut umpan terobosan. Jika ia dibiarkan lolos, menaklukkan kiper satu lawan satu bukan hal yang sulit baginya. Gaya eksekusi pemain mungil sangat tenang dan akurat.
[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga ” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” number_post=”7″ post_offset=”1″]
Kemampuannya ia buktikan kala mencetak gol ke gawang Turki. Alhasil, Italia melumat turki 3 gol tanpa balas. Umpan menyusur sektor kiri dieksekusi dengan tembakan melengkung dalam kotak 16 meter gawang Turki.
Di sayap lain, ada Federico Chiesa, putra mantan striker Italia Enrico Chiesa, sementara Federico Bernardeschi tetap menjadi opsi kuat lain di lini serang.
Di lini tengah ada Nicolo Barella, Jorginho, Manuel Locatelli, Lorenzo Pellegrini dan Matteo Pessina, ditambah Marco Verratti dan Stefano Sensi, cedera memungkinkan. Menariknya, mayoritas gelandang memiliki tinggi badan kurang dari 175 sentimeter.
Peran Barella cukup sentral di lini tengah Gli Azzuri. Pemain berpostur 172 sentimeter ini memainkan peran sebagai Mezzala. Barella bertugas menerima umpan dan melepaskan diri dari tekanan lawan.
Berbeda dengan seorang regista atau sering juga disebut deep-lying playmaker, yang mengatur ritme permainan dengan kemampuan bertahan dan melepaskan umpan menjadi peluang, mezzala lebih kepada penghubung regista dan lini serang.
Peran itu dapat membuat lini tengah lebih stabil. Meski perannya bukanlah seorang playmaker, sesekali ia bisa menciptakan assist yang memanjakan striker.
Satu-satunya gelar Kejuaraan Eropa Italia datang pada tahun 1968. Dan Mancini yakin Italia dapat mengincar gelar tersebut, yang akan memberikan kelegaan bagi salah satu negara yang paling terpukul oleh pandemi virus corona.
Timnas Italia pernah kalah dari Spanyol di final Euro 2012. Tapi komposisi pemain dan konsistensi permainan saat ini jauh berbeda. Spanyol saat itu bisa unggul 4-0 di final, namun masih diperkuat gelandang legendaris Xavi-Iniesta.
Belum lagi penyerang mereka Fernando Torres yang saat itu lagi moncer-moncernya. Kalau dilihat sekarang, peran Xavi-Iniesta praktis tidak ada pengganti sepadan. Mobilitas tinggi mereka serta akurasi umpan dan kecepatan mengambil keputusan membuat bola berpindah cepat dari kaki ke kaki. Berbeda dengan saat ini yang lebih cenderung lambat mengalirkan bola.
Memang dari empat semifinalis Euro 2020 ini, hanya Inggris yang belum pernah juara.
Timnas Spanyol paling banyak gelar juara Eropa, yaitu: tahun 1964, 2008, dan 2012. Timnas Italia dan Denmark masing-masing baru sekali juara. Italia pada tahun 1968 dan Denmark pada tahun 1992.
[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga ” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” number_post=”7″ post_offset=”1″]
Tapi tengoklah rekor yang dibukukan Italia hingga kini. Mereka tak pernah kalah dalam 30 laga terakhir. Musuh yang dihadapi juga tak tanggung-tanggung. Pada perempat final, Italia mengalahkan runner up Piala Dunia 2018, Belgia.
Italia tinggal menghadapi Spanyol pada semifinal. Bagi saya, jauh lebih indah dan meyakinkan permainan Timnas Italia ketimbang Spanyol. Saya yakin, Mancini punya resep jitu mengalahkan Spanyol.
Setelah itu, Timnas Italia pantas juara Euro 2020!
*jurnalis, tinggal di Jambi