TANGGAL 1 Muharram bagi umat Islam diperingati sebagai Tahun Baru. Substansi dari 1 Muharram tidak hanya diperingati sebagai pergantian tahun, tetapi menjadi penanda atas peristiwa besar yang paling mempengaruhi arah sejarah peradaban Islam: hijrahnya Nabi Muhammad dan para pengikutnya dari Mekkah ke Madinah. Hijrah ini sebagai langkah strategis untuk membangun basis kekuatan baru.
Peristiwa hijrah memiliki makna pragmatik bagi umat Islam. Peristiwa itu pertanda lahirnya ‘konteks baru’ untuk membumikan pesan-pesan spiritualitas menuju kehidupan yang lebih baik, lebih prospektif.
Dari perspektif pragmatik, hijrah dilakukan untuk melindungi, menyelamatkan dan membebaskan umatnya dari suasana ‘ketidaknyamanan” dan dalam upaya untuk membangun kehidupan baru demi membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan (termasuk penyakit) dan sebagai “titik awal” kebangkitan moralitas spiritual umat manusia.
Istilah pragmatik merupakan salah satu kajian linguistik yang menekankan pada penggunaan bahasa dalam konteksnya. Konteks merupakan kata kunci dalam kajian ini. Konteks berhubungan dengan keseluruhan faktor atau variabel yang berada dalam suatu peristiwa (Leech). Konteks tersebut mempengaruhi makna dari peristiwa itu.
Salah satu konteks dalam peristiwa hijrah adalah Nabi Muhammad SAW. Karena Nabi Muhammad SAW itulah membuat makna hijriah menjadi sebuah peristiwa besar. Sedangkan konteks hijriah perpindahan dari ‘alam ketidaknyamanan’ (Mekkah) ke ‘alam ukhwah’ (Medinah) menjadi salah satu tren kehidupan, kalau kita menghadapi suatu kejadian yang kita tidak sanggup melakukan atau mengatasinya, sudah saatnya kita hijrah.
Makna pragmatik dalam perspektif tahun baru hijrah secara holistik ditujukan untuk mengingatkan kaum muslimin untuk memosisikan peristiwa hijrah ini pada konteksnya dengan cara menghubungkan semua masalah kehidupan (ibadah, keluarga, kesehatan, pendidikan, sosial kemasyarakatan, dan lain-lain) dengan momentum tahun baru hijriah untuk kemaslahatan bersama.
Menurut Muhammad Iqbal, pengertian hijrah sesungguhnya dapat dianggap sebagai suatu proses pembebasan untuk mengekspresikan universalitas Islam dari dominasi yang akan memasung lahirnya kreativitas peradaban Islam. Dalam hal ini hijrah tidak saja migrasi fisik. Pesan moralnya adalah upaya untuk mewujudkan komunitas etis-spiritual yang mengandung visi pembebasan dan ketundukan atas nilai-nilai etis-spiritual.
Secara kontekstual, hijrah dapat direalisasikan ke dalam bentuk aktivitas konkret pembebasan diri dari kondisi ketidakadilan, ketidaknyamanan, kemiskinan, kebodohan dsb. ke kondisi yang lebih kondusif untuk menjalani kehidupan. Jadi hijrah dimaknai sebagai berpindah dari suatu keadaan kepada situasi yang lebih baik, situasi yang lebih menguntungkan untuk memberdayakan segala potensi diri, sehingga hidup dan kehidupan kita lebih bermakna.
Alquran memasang kata hijrah dengan jihad: Q.S al-Baqarah (2): 218 dan Q.S. al-Tawbah (9): 20. Secara konteks, inti makna hijrah dan jihad dalam kedua ayat tersebut adalah hijrah itu bukan perkara biasa, membutuhkan tekad kuat dan kesungguhan hati untuk keluar dari kondisi yang tidak kondusif. Tekad pantang menyerah dan kesungguhan hati dimaknai sebagai bentuk jihad. Oleh karena itu, tidak ada peristiwa hijrah tanpa jihad. (Muhammad Thahir Ibnu Asyur)
Motivasi utama hijrah adalah ingin memperoleh rida Allah. Menjelang hijrah kaum muslimin berada pada posisi yang lemah dan teraniaya, namun karena keyakinan yang kuat bahwa Allah akan menolong dan membantu mereka, pertolongan Allah pasti akan datang, dan mereka pasti akan memperoleh kemenangan. (Muhammad Husain Haekal, 2009)
Oleh karena itu, hijrah di saat pandemi perlu usaha serius, dibutuhkan pengorbanan total dan maksimal. Hijrah juga memerlukan pengerahan segala daya dan potensi yang dimilikinya, tenaga, pikiran, sikap dan materi bahkan jiwa dan raga. Ini menunjukkan hijrah di saat pandemi bertujuan untuk memutus hubungan dengan Covid-19, yang sudah banyak merugikan kita semua.
Kalau kita merasa sedih, cemas, tidak nyaman dan takut terpapar karena sebuah kondisi, misalnya pandemi, berhijrahlah. Hijrah tidak harus pindah lokasi, pindah rumah atau meninggalkan tanah kelahiran, saudara dan juga harta benda yang mereka miliki, tapi hijriah dengan melakukan sesuatu untuk menghindari hal-hal yang bisa menambah rasa sedih, rasa cemas dan takut.
Pandemi Covid-19 yang terjadi di seluruh dunia, secara pragmatik, meminta kita untuk hijrah dengan lebih berhati-hati dalam menjalankan aktivitas, hijrah untuk lebih menjaga kebersihan, hijrah untuk lebih patuh mengikuti anjuran pemerintah. Kita harus hijrah dengan mengambil makna lebih mendalam dari peristiwa Covid-19 ini, kita harus menyadari bahwa ada kekuasaan yang lebih besar yang mengendalikan sebuah kejadian yang terjadi di bumi pertiwi ini, yaitu Allah SWT.
Hijrah di tengah pandemi ini bukan berarti lari dari daerah, kampung, desa, RT kita, atau menyendiri tidak bergaul dengan orang lain, tetapi berikhtiar untuk mewujudkan kondisi lebih baik. Menjalani anjuran medis dan kebijakan pemerintah dalam melawan Covid-19, terus bergerak ke arah lebih baik dengan komitmen dan konsekuensi yang harus dilakukan untuk berpindah dari keadaan yang buruk menjadi keadaan yang baik, dari kondisi yang sudah baik menjadi kondisi yang lebih baik, itulah hijrah di tengah pandemi.
Hijrah tidak boleh salah kaprah, hijrah bukanlah milik orang tertentu. Namun, hijrah adalah keharusan, milik semua orang untuk terus-menerus memperbaiki diri. Memperbaiki cara berpikir, cara berucap, serta bersikap, dan menggunakan media sosial sehingga dengan berhijrah kita menyelamatkan diri sendiri dan juga orang lain.
Pada saat pandemi sekarang ini, hijrah bisa juga dilakukan dengan berkomunikasi santun dengan semua pihak, di tengah kepanikan akibat banyak informasi tentang Covid-19, diperlukan pola komunikasi yang bisa menyejukkan semua pihak, komunikasi untuk menambah semangat menghadapi Covid-19 yang belum berakhir.
Hijrah saat pandemi mesti ditunjuk dengan hal-hal yang sederhana, yakni istiqomah menerapkan protokol kesehatan 5 M dan 1 D: 1) mencuci tangan; 2) memakai masker; 3, menjaga jarak; 4) menjauhi kerumunan; 5) mengurangi mobilitas dan Doa. Ini kelihatan mudah dan sudah biasa dilakukan tapi pada saat pandemi ini bisa memberatkan dan mengganggu aktivitas.
Selamat Tahun Baru 1443 Hijrah. Mari hijrah untuk kehidupan yang lebih baik dengan terlebih dulu ‘menundukkan’ Covid-19. Amin!
*) Penulis adalah Pendidik di Madrasah
Discussion about this post