Connect with us
Advertisement

LINGKUNGAN

Gubernur Bersama Kajati Jambi Menanam Bibit Pohon Endemik di Kawasan Kelola Khusus MHA SAD

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Tebo – Gubernur Jambi, Dr. H. Al Haris S.Sos, MH bersama Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jambi, Sapta Subrata, SH meresmikan wilayah kelola khusus Masyarakat Hukum Adat Suku Anak Dalam (MHA SAD) Kelompok Temenggung Apung, di Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi, pada Jumat lalu, 27 Agustus 2021.

Pada kegiatan itu, Gubernur bersama Kajati Jambi dan Danrem 042/Gapu Brigjen TNI Zulkifli .S.I.P. M.M beserta unsur Forkopimda Kabupaten Tebo, menanam bibit pohon di wilayah kelola khusus MHA SAD tersebut.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga ” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” number_post=”7″ post_offset=”1″]

Ketua Yayasan Orang Rimbo Kito (ORIK), Ahmad Firdaus menggunakan, pohon yang ditanam adalah bibit pohon endemik hasil pembibitan MHA SAD Kelompok Temenggung Ngadap, di Desa Tanah Garo, Kecamatan Muara Tabir, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Pohon tersebut dibibitkan usai pesta buah-buahan hutan pada tahun 2020 lalu, di hutan MHA SAD Kelompok Temenggung Ngadap, di Sungkai Lubuk Dalam, Desa Tanah Garo.

Dijelaskan Firdaus, bibit pohon yang ditanam adalah bibit Tampui yang keberadaannya saat ini sudah sangat langka. Namun, ujar dia, pohon tersebut masih banyak ditemukan di kawasan hutan Sungkai Lubuk Dalam.

“Jumlahnya diperkirakan masih ribuan batang,” kata Firdaus yang juga merupakan pendamping MHA SAD Kelompok Temenggung Apung dan Kelompok Temenggung Ngadap, Minggu, 12 September 2021.

Selain Tampui kata Firdaus menjelaskan, masih banyak ditemukan pohon buah-buahan hutan yang keberadaan juga sudah sangat langka. Di antaranya, Jagul, Kuduk Kuyak, Tempunek, Durian Daun, Sio dan sebagainya. “Kalau jenis buah-buahan ini masih banyak di hutan Temenggung Ngadap,” ujarnya.

Agar keberadaan buah-buahan itu tetap lestari, Firdaus mengaku telah melakukan pembibitan bersama warga Desa Tanah Garo (KPA Tanah Garo) dan MHA SAD Kelompok Temenggung Ngadap.

“Selain pohon Tampui, kita juga telah membibitkan pohon Durian Daun, Tempunek dan Sio. Jumlahnya ada ribuan bibit,” ucap Firdaus.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga ” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” number_post=”7″ post_offset=”1″]

Tidak sampai di situ, lanjut Firdaus menjelaskan, pihaknya juga telah mengusulkan kepada Dinas Kehutanan Provinsi Jambi agar bibit buah-buahan hutan yang telah langka tersebut menjadi sumber benih (bibit). Usulan tersebut telah disampaikan secara tertulis lengkap dengan jumlah pohon dan titik koordinat pohon yang diusulkan sebagai sumber bibit.

“Tahun 2020 kemarin kita usulkan dan direspons positif sama pihak kehutanan. Bahkan bidang pendataan dari kantor wilayah Sumbagsel (Palembang) sudah mau turun melakukan verifikasi data. Sayangnya terhambat gara-gara Covid-19,” ujar Firdaus.

Firdaus berkata, saat ini pohon buah-buahan hutan di hutan Sungkai Lubuk Dalam mulai berkembang (berbunga) namun tidak sebanyak (selebat) tahun 2020 kemarin. Dia memperkirakan bulan depan sudah mulai tumbuh putik buah.

“Mudah-mudahan akhir tahun ini kita bisa kembali menikmati rasa buah-buahan hutan yang sudah langka,” katanya.

Ini dibenarkan oleh Pemimpin MHA SAD Desa Tanah Garo, Temenggung Ngadap. “Iya pohon buah-buahan sudah mulai berkembang. Sayangnya banyak yang gugur akibat musim yang tidak karuan. Terkadang panas, terkadang hujan, itu yang membuat bunganya rontok (gugur),” kata Temenggung.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga ” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” number_post=”7″ post_offset=”1″]

Meski banyak yang gugur, Temenggung yakin jika masih banyak bunga hutan yang nantinya menjadi putik. “Sebagian sudah berputik. Hanya saja jumlahnya tidak sebanyak tahun kemarin. Yang jelas tahun ini kita bisa makan buah-buahan hutan kembali,” ucap Temenggung singkat

Reporter: Syahrial

LINGKUNGAN

Bocor! Minyak dari Gudang BBM Ilegal PT Kerinci Toba Abadi Cemari Lingkungan Sekitar

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Gudang BBM ilegal di Kota Jambi lagi-lagi menuai sorotan. Kali BBM meluber dari gudang BBM PT Kerinci Toba Abadi (KTA) yang terletak di kawasan Rt 10, Pal Merah pada Senin, 15 Desember 2025 sekira pukul 00.00 WIB.

Entah bagaimana ceritanya BBM yang bersumber dari gudang ilegal tersebut mengalir ke saluran drainase sekitar, beruntung tidak terjadi kebakaran. Pantauan awak media di lokasi pada Senin siang, 15 Desember 2025, bau solar menyengat di sekitaran gudang.

Tim kepolisian tampak sudah memasangi garis polisi di sekitar gudang. Sementara kondisi gudang tampak sepi, tanpa aktivitas.

Soal insiden di gudang BBM Ilegal PT KTA tersebut, Kasat Reskrim Polresta Jambi Kompol Hendra Manurung dikonfirmasi lewat pesan WhatsApp belum ada respons.

Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Jambi, Mahruzar mengaku bahwa pihaknya telah mengambil sampel dari BBM yang meluber tersebut.

“Tadi pagi kita bersama pihak Polresta sudah ambil sampel, cuma kalau untuk hasilnya belum keluar,” ujar Mahruzar.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

LINGKUNGAN

Sarat Masalah Pengelolaan Ekosistem Gambut

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Sejumlah persoalan dalam kebijakan dan implementasi pengelolaan ekosistem gambut di Provinsi Jambi kembali mengemuka. Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (Warsi) Rudi Syaff, mengungkap eksploitasi besar-besaran terhadap ekosistem gambut berdampak sangat signifikan tergadap perubahan iklim.

Secara sederhana dia menguraikan bahwa kenaikan suhu global berbanding lurus dengan kenaikan permukaan air laut. Gambut di daerah sekitar pesisir pun lebih cepat kering, dan ketika terbakar melepaskan emisi karbon dalam jumlah besar. Sementara 2023 lalu, Indonesia menyatakan komitmen untuk menahan tingkat emisi diangka 29% secara mandiri.

“Kalau kita mau mempertahankan emisinya. Artinya mempertahankan hutannya dan mempertahankan muka air. Supaya gambut tidak kering dan emisi lepas. Bagaimama mempertahankan gambut, itu yang sangat penting,” kata Rudi Syaf, dalam dialog media Integrated Management of Peatland Lanscape in Indonesia (IMPLI), Kamis 23 Oktober 2025.

50 Persen Gambut Sudah Disulap

KKI Warsi mencatat, terdapat setidaknya 617 ribu hektar Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) di Provinsi Jambi. Namun 50% diantaranya sudah dikonversi menjadi perkebunan sawit maupun Hutan Tanaman Industri (HTI).

Padahal Undang Undang sudah melarang agar lahan gambut dengan kedalaman 3 Meter lebih tidak boleh dikelola untuk perkebunan alias berstatus hutan lindung gambut. Namun dilapangan, kriteria tersebut nyatanya dilabrak oleh pihak-pihak tak bertanggungjwab.

“Karna dia gambut dalam, Undang Undang bilang gambut diatas 3 meter itu (statusnya) lindung. Tapi prakteknya sudah berubah jadi kebun. Ada inkonsistensi kebijakan. Padahal berfungsi sangat penting bagi kehidupan,” ujarnya.

Padahal menurut Direktur KKI Warsi tersebut, lahan gambut Jambi dengan potensi kandungan karbon yang sangat tinggi sejatinya punya nilai ekonomi tinggi bagi Jambi maupun Indonesia jika dimanfaatkan dengan baik sebagaimana skema perdagangan karbon.

Oleh karena itu, ia pun mendorong peran aktif negara hingga penguatan peran masyatakat dalam menjaga dan merestorasi kawasan gambut. Menjaga gambut, kata Rudi, itu menjaga kehidupan, kunci keberhasilan kolaborasi, kebijakan yang berpihak hingga ekonomi lestari.

Penanganan Karhutla Belum Berfokus Pencegahan

Sementara itu Rektor Universitas Jambi Prof. Dr. Helmi yang juga merupakan pakar hukum lingkungan mengungkap persoalan krusial dalam paradigma penanggulangan karhutla yang belum sepenuhnya berfokus pada pencegahan. Prof Helmi, bahkan menilai terdapat politik anggaran yang ‘represif’ dalam hal karhutla.

“Ketika suatu kawasan ditetapkan masuk bencana, baru anggaran penanggulangan dicairkan. Karna (menggunakan) paradigma api dan asap, maka anggaran juga bukan angaran (untuk) mencegah atau mengatasi penyebab,” ujar Helmi.

Rektor Universitas Jambi tersebut berpandangan bahwa setidaknya terdapat beberapa penyebab yang sangat mendasar, mulai dari tata kelola lahan hingga sistem perizinan. Dia kembali mengungkit soal ketentuan perundang-undangan yang mengklasifikasikan gambut dengan kedalaman 3 meter lebih tidak boleh diusahakan lantaran masuk kawasan lindung. Namun pada prakteknya rawan pelanggaran dan minim penertiban.

“Trus apa yang harus dilakukan? Bagaimana kemudian memantau ini secara berkepanjangan? Cabut izinnya jika terjadi karhutla,” katanya.

Berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku, karhutla yang terjadi dalam areal konsesi atau HTI suatu badan usaha, sangsinya jelas yakni berupa pencabutan izin usaha atau administratif.

Namun pada prakteknya, kasus-kasus karhutla masih bergulir panjang pada proses pembuktian di persidangan. Padahal UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah menegaskan soal Strict Liability (Tanggungjawab Mutlak).

Dimana pada prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability), perusahaan atau pihak pemegang izin usaha dapat dimintai tanggung jawab hukum atas terjadinya kebakaran di arealnya, tanpa perlu dibuktikan adanya unsur kesalahan atau kelalaian.

“Jadi tidak pas menurut saya, tanggungjawab mutlak itu jelas sangsinya administratif, langsung saja dicabut izinnya,” katanya.

Ditengah tantangan pemulihan, konsistensi kebijakan, tekanan konversi, dan minimnya insentif. Restorasi gambut lewat pengelolaan berkelanjutan FOLU Net Sink atau pemanfaatan hutan dan lahan dengan netral dinilai menjadi kunci. Hal itu demi menjaga kelestarian ekosistem gambut, hingga menekan laju naiknya suhu dan muka air laut.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

LINGKUNGAN

Pertemuan Mendadak DPRD, PT SAS dan Sejumlah Warga Picu Kontroversi

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Pertemuan mendadak antara DPRD Provinsi Jambi, PT SAS, dan sejumlah warga Aur Kenali serta Mendalo Darat pada Kamis kenarin, 2 Oktober 2025 menuai sorotan tajam. Warga menilai agenda tersebut melanggar kesepakatan sebelumnya dengan Gubernur Jambi.

Ketua DPRD Provinsi Jambi Hafiz Fattah, Wakil Ketua I Ivan Wirata, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), serta sejumlah warga hadir dalam forum yang disebut sebagai mediasi. Namun, masyarakat mengaku baru menerima pemberitahuan dua jam sebelum pelaksanaan tanpa adanya surat undangan resmi.

Dalam rekaman video yang beredar, warga menolak berdialog. Mereka menyatakan pertemuan itu tidak sesuai jalur komunikasi yang telah ditetapkan bersama gubernur.

“Kami hadir hanya untuk memastikan tidak ada dialog. Yang harus ditindaklanjuti sekarang adalah adu data PT SAS mengenai rencana aktivitas mereka di lokasi stockpile,” kata perwakilan warga, Dlomiri.

Masyarakat menegaskan bahwa dialog resmi sudah pernah difasilitasi gubernur, sehingga tidak perlu ada pertemuan serupa. Mereka menuntut DPRD menyatakan sikap tegas menolak keberadaan stockpile PT SAS, bukan justru memfasilitasi dialog baru.

Selain itu, warga juga mempertanyakan kehadiran salah satu petinggi organisasi masyarakat dan perwakilan media tertentu dalam forum tersebut. Mereka menduga ada kepentingan lain di balik keterlibatan pihak yang dinilai tidak relevan.

“Yang kami butuhkan dari DPR bukan memediasi pertemuan, tapi berdiri bersama rakyat dengan jelas menolak stockpile PT SAS,” ujarnya.

Rencana pembangunan stokpile PT SAS di kawasan tersebut ditolak warga karena dinilai berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan mengganggu kehidupan masyarakat sekitar.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement Advertisement
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs