DETAIL.ID, Tebo – Kasus oknum Ketua DPRD Tebo secara resmi diteruskan ke Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) dan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Jamwas, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejjat(Jamwas) oleh Direktur Executive DPD TOPPAN RI Kabupaten Tebo, Muhammad Mukhlisin Harahap, Rabu lalu, 11 September 2021.
“Alhamdulillah, laporan saya sudah ditanggapi oleh Komisi Kejaksaan RI,” kata Muhammad Mukhlisin Harahap, Kamis, 4 November 2021.
Dia menjelaskan, laporan tersebut ditanggapi oleh pihak KKRI melalui surat Nomor: B-283/SKK/Yanis/09/2021, tanggal 15 September 2021 dengan perihal penerimaan surat.
Ada tiga poin yang terdapat pada surat tersebut. Pertama, surat dari Direktur Executive DPD TOPPAN RI Kabupaten Tebo Nomor: 146/DPD.TOPPAN-RI/TB/R/VIII/2021, telah diterima KKRI pada tanggal 1 September 2021 dan tercatat pada buku register Nomor: 7063 – 0683/IX/2021.
Kedua, laporan yang disampaikan sepanjang mengenai kinerja dan perilaku jaksa dan atau pegawai kejaksaan akan ditelaah dan ditindaklanjuti sesuai mekanisme penanganan laporan pengaduan di KKRI.
Ketiga, KKRI memberikan perhatian terhadap setiap laporan pengaduan masyarakat dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 13 Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Komisi Kejaksaan RI bahwa pelaksanaan tugas serta wewenang KKRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, tidak boleh mengganggu kelancaran tugas kedinasan Jaksa dan/atau Pegawai Kejaksaan atau mempengaruhi kemandirian Jaksa dalam melakukan penuntutan.
Muhammad Mukhlisin Harahap yang akrab disapa Harahap berkata, sebelum dia telah melaporkan oknum ketua dewan tersebut ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi.
Oknum berinisial Mz dari Fraksi Partai Golkar ini dilaporkan atas dugaan penyalahgunaan wewenang jabatan sebagai anggota DPRD Tebo. Dia diduga telah melakukan pungutan dana sertifikat Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) Tahun Anggaran 2013-2014. “Tahun 2019 kemarin kita laporkan ke Kejati Jambi,” kata dia.
Atas laporan itu, lanjut Harahap, dia telah dimintai keterangan oleh pihak Kejati Jambi pada Desember 2019. “Lima jam lebih saya diperiksa di ruang penyidik tindak pidana khusus Kejati Jambi,” ujarnya.
Yang menjadi persoalan, kata dia, hingga saat ini pihak Kejati Jambi tidak mampu mendeteksi atau menindaklanjuti laporan tersebut. Hal itu yang membuat dia meneruskan laporan itu ke KKRI dan Jamwas.
“Kita mohon kepastian hukum demi keadilan atas tidak tindaklanjutinya laporan kita kemarin di Kejati Jambi,” ujarnya.
Saat ini, lanjut Harahap, dia menunggu perkembangan hasil dari KKRI. Bahkan dia bersedia hadir jika diundang untuk dimintai keterangan terkait hal tersebut.
“Dipanggil (diundang) atau tidak dipanggil, DPD TOPPAN RI Kabupaten Tebo tetap akan mendatangi KKRI dan Jamwas. Kita minta pertanggungjawaban mereka sebagai pembina kejaksaan,” ucapnya.
Apabila hal itu tidak ditindaklanjuti, kata Harahap, langkah terakhir adalah DPD TOPPAN RI akan melakukan aksi penyampaian aspirasi di Kejaksaan Agung.
“Jika tugas dan wewenang KKRI dan Jamwas tidak juga berjalan, berarti masyarakat Tebo yang disuarakan DPD TOPPAN RI merasa tidak percaya lagi terhadap pihak kejaksaan atas kinerja yang ada selama ini,” katanya.
Terkait laporan yang dilayangkan DPD TOPPAN RI Kabupaten Tebo kepada Kejati Jambi tahun 2019 lalu, Ketua DPRD Tebo dan Kajati Jambi belum bisa dikonfirmasi. Konfirmasi tertulis yang telah dikirim pada 26 Juli 2021 lalu, hingga saat ini belum terjawab.
Informasi yang dirangkum media ini, Mz dilaporkan oleh DPD TOPPAN RI Kabupaten Tebo pada tahun 2019 lalu. Dalam laporannya, DPD TOPPAN RI mohon penindakan secara hukum (Yuridis) atas adanya dugaan penyalahgunaan wewenang jabatan sebagai anggota DPRD Kabupaten Tebo dalam melakukan pemungutan dana sertifikat Prona sebanyak 439 eksemplar.
Dimana Prona tersebut diperuntukkan bagi keluarga miskin (prasejahtera) di lima desa yakni, Desa Ulak Kemang, Desa Pintas Tuo, Desa Tambun Arang, Desa Bangko Pintas, dan Desa Tanah Garo, Kecamatan Muara Tabir. Oknum anggota DPRD Kabupaten Tebo yang dilaporkan adalah Mz dari fraksi partai Golkar.
Pada laporan itu disebutkan masing-masing keluarga miskin yang menerima Prona dipungut biaya Rp 1 juta sampai dengan Rp 3 juta per sertifikat.
Dari sebab dan akibat perbuatan tersebut, LSM TOPPAN RI Kabupaten Tebo menduga menyebabkan kerugian bagi masyarakat miskin penerima Prona.
Reporter: Syahrial
Discussion about this post