DAERAH
Kisah Atlet Wushu Melisa Tri Andani, Dilarang Hingga Banggakan Orang Tua

Pembuktian Melisa tak pernah sia-sia. Ia membuat orang tuanya begitu khawatir. Bahkan ia sempat dilarang untuk menekuni olahraga bela diri. Namun perjuangannya kini membuat mereka bangga.
Bertarung di final melawan atlet wushu asal DKI Jakarta, cukup berat bagi Melisa Tri Andani. Maklum, kaki Melisa belum pulih total dari cedera. Lawan tahu bekas cedera itu. Melisa terpaksa menahan berbagai tendangan maupun pukulan dari lawannya.
Semangat dan tekad kuat akhirnya membuat Melisa meraih emas pertama bagi Kontingen Jambi pada PON XX Papua. Ia menang telak dengan skor 2-0. Ia langsung bersujud syukur kepada Yang Maha Kuasa.
“Lawan kita semua berat, karena mereka juga telah melalui rangkaian proses yang sama seperti kita. Suatu kebanggaan, benar-benar cerita yang enggak bisa dilupain, saat saya final itu Presiden, orang nomor satu di negeri ini dan menteri-menteri, pejabat-pejabat penting lain ada di sana menyaksikan saya secara langsung. Setelah saya menang, dua jempol Jokowi menyambut saya,” kata Melisa kepada detail pada Selasa malam, 2 November 2021.
Tak ayal, kepulangan Melisa ke Jambi disambut meriah. Keluarga, Wakil Gubernur Jambi H Abdullah Sani, Wakil Wali Kota Jambi, Maulana serta sejumlah pejabat daerah lain menyambutnya saat mendarat di Bandara Sultan Thaha Jambi.
Sebelum menekuni bela diri Wushu, sebenarnya wanita tomboy berusia 28 tahun itu awalnya menekuni bela diri karate sejak kelas 3 SMP atau sekitar tahun 2008.
“Saya memang suka hal-hal yang menantang. Waktu SMP dulu, ada ekstrakurikuler karate. Sebenarnya yang ikut itu kelas 1 dan 2, sementara saya sudah kelas 3. Tapi yang namanya bandel, yang harusnya enggak ikut, saya tetap ikut,” kata wanita yang akrab disapa Imel ini.
Orang tuanya tak setuju. Mereka khawatir, Imel si anak bungsu bisa terluka. Biar pun terus menerus dilarang, diam-diam Imel tetap rajin berlatih karate. Berbagai jenis perlengkapan seperti baju dan keperluan lain ia beli sendiri untuk memantapkan langkanya menekuni ilmu bela diri asal negara Jepang ini. Namun seperti pepatah mengatakan bahwa sepandai-pandainya tupai melompat pasti jatuh juga, Imel akhirnya ketahuan oleh orang tuanya.
“Paniklah ya, namanya orang tua pasti takut kalau anaknya kenapa-kenapa. Cuma dari situ saya berusaha untuk terus meyakinkan kedua orang tua saya. Lama-kelamaan akhirnya diizinkan oleh orang tua,” ujar Imel.
Apalagi berhasil menoreh prestasi. Ia pernah mewakili Provinsi Jambi di Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga (PPLP) hingga digaji setiap bulan. Hal ini perlahan meruntuhkan kekhawatiran kedua orangtuanya.
Beralih ke Wushu
Tahun 2015 Melisa beralih ke bela diri wushu. Menurutnya, karate menarik namun wushu punya tantangan tersendiri karena memiliki kompetisi yang berat.
“Kalau karate, nasional. Insya Allah udah semua, maksudnya sudah pernah mewakili Provinsi Jambi. Cuma kalau ke PON baru di wushu, mungkin itu namanya rezekinya di sini ya. Kalau di karate pesaingnya itu banyak, di wushu tidak sebanyak karate tapi lebih berat dan lebih menantang. Alhamdulillah dari karate maupun wushu saya sudah keliling Indonesia bahkan di wushu pun saya sudah ke Cina, ibaratnya tuntutlah ilmu sampai ke negeri China,” katanya.
Melisa bercerita, tiga bulan sebelum PON, ia mengikuti pelatnas di Jakarta. Harusnya waktu itu merupakan pelatnas untuk persiapan SEA Games ke Vietnam, namun karena kondisi pandemi, persiapan SEA Games ke Vietnam ditunda.
“Jadi tahun depan mungkin akan diadakan pelatnas lagi untuk SEA Games ke Vietnam. kemarin itu, sekitar sebulan lebih menjelang PON kita atlet dipulangkan untuk persiapan PON Papua dan kemudian berangkatnya dari daerah masing-masing,” katanya.

Melisa saat di China (Foto koleksi pribadi Melisa)
Apa Harapan Melisa?
“Yang jelas jadilah diri sendiri, banggakan diri sendiri, bahagiakan orang tua, dan berusaha untuk mengharumkan nama daerah maupun negara,” kata Melisa.
Sebagai seorang yang sudah menjadi panutan bagi generasi muda ia mengatakan hal di atas untuk menyemangati generasi muda, khususnya bagi pemuda/i Jambi. Selain itu wanita tomboi ini juga berharap ada pembenahan dalam dunia olahraga Jambi agar ke depan ada peningkatan prestasi.
“Semoga pemerintah lebih memperhatikan lagi sarana prasarana bagi para atlet ya, ini aja kita masih menumpang untuk tempat latihan. Ya ibaratnya dengan segala keterbatasan yang ada kita mampu menorehkan prestasi gitu, apalagi jika difasilitasi dengan yang lebih memadai lagi. Mungkin prestasi atlet bisa meningkat,” katanya.
Menurut atlet yang juga merupakan seorang guru honorer di SMP N 4 Kota Jambi ini, pemerintah baik provinsi maupun kabupaten/kota harus memperhatikan serta memikirkan masa depan atlet pada saat usia sudah tidak mendukung lagi untuk berkompetisi di arena.
“Untuk pemerintah saya sendiri berharap jangan hanya mengapresiasi atlet dari segi materi, karena uang bisa habis ya. Dipikirkanlah pekerjaan mereka, baik atlet maupun pelatih. Apresiasinya juga jangan hanya yang dapat medali aja, yang tidak mendapatkan medali juga harus dihargai karena kita sama-sama telah berjuang mengerahkan semua kemampuan kita,” katanya.
Lalu ketika ditanyai lebih lanjut soal bonus bagi para atlet dan sejumlah hal yang telah dijanjikan oleh pemerintah sebelum PON dimulai, Melisa sangat berharap pemerintah tidak melupakan apa yang sudah dijanjikan.
“Kalau bonus sih belum tahu ya kapan akan dicairkan, sama kemarin itu kan juga ada dijanjikan akan diangkat menjadi PNS semoga ya sesuailah, kita tunggu realisasinya,” kata atlet yang merupakan guru honorer di SMPN 4 Kota Jambi ini.
Bonus berupa hadiah uang sejumlah Rp 300 juta sesuai yang dijanjikan oleh pemerintah Provinsi Jambi sebelumnya. Melisa berangan untuk bisa memberangkatkan orang tuanya pergi haji.
“Aku pengen untuk memberangkatkan haji orang tua dari hasil jerih payah, Insya Allah jika nanti bonus dari PON ini sudah cair saya ingin memberangkatkan orang tua saya umroh. Saya pengen membahagiakan orang tua. Kalau harapannya ke depan di bidang olahraga tentu bisa mengikuti dan menjuarai ajang-ajang internasional ya,” katanya.
Target Melisa Selanjutnya
Di tempat yang sama, terdapat tiga orang junior Melisa yang juga telah menorehkan medali perak, Ananda Srimardiana, Fatimah Putri Ramadhan, dan Ferent Aprilia. Mereka bertiga berhasil memperoleh 1 perak dari wushu beregu. Sementara Ananda Srimardita berhasil menambah perolehan medali perunggu dari kategori perorangan.
Ketika ditanyai tanggapannya terhadap Imel sebagai seniornya, bagi mereka sosok Imel merupakan senior pembimbing sekaligus teman satu profesi. Perjuangan gigih dan teguh dari Melisa merupakan salah satu hal yang jadi panutan bagi tiga atlet muda ini.
Sementara itu kembali ke Melisa, Ketika ditanya, apa setelah ini? Wanita tomboy ini menjawab target selanjutnya adalah kejuaraan Internasional. Di usianya yang masih muda ia ingin mengharukan nama bangsa Indonesia dengan mengibarkan bendera merah putih di kejuaraan Internasional.
“Terima kasih kepada warga Kota Jambi, Pemerintah Jambi, dan juga kepada Bapak Rektor beserta dosen-dosen lainya yang sudah menyambut baik semua atlet, baik yang dapat medali ataupun tidak. Bahkan kita diapresiasikan untuk yang medali emas itu gratis UKT selama 4 semester. Jadi mungkin saya bisa melanjutkan studi S2 saya di sana, dan yang kita salut itu yang tidak mendapatkan medali juga dijanjikan gratis UKT 1 semester,” katanya.
Reporter: Juan Ambarita

DAERAH
Lupakan Pola Asuh Kaku! Pesantren Kauman Galakkan “7 Jurus BK HEBAT” untuk Bentuk Karakter Santri Tangguh

DETAIL.ID, Padang Panjang – Dalam upaya membentuk karakter unggul santri, Pondok Pesantren Kauman Muhammadiyah Padang Panjang menyelenggarakan diseminasi dengan tema “Sinergi Bimbingan dan Konseling (BK) dengan Pola Asuh Pesantren”.
Acara yang digelar pada Senin, 13 Oktober 2025 ini menekankan transformasi peran para pengasuh dari yang sekadar pengawas menjadi pendamping yang empatik dan inspiratif, dengan keyakinan bahwa setiap anak adalah aset bangsa yang harus dilindungi dan dipenuhi haknya untuk tumbuh menjadi Generasi Emas 2045.
Paparan disampaikan oleh dua narasumber kompeten, Ummi Hilyati Fadhilla, M.Pd., Kons., dan Islah Hayati, S.Pd., Gr, yang merupakan Guru BK di pesantren tersebut.
Diseminasi ini dihadiri oleh seluruh tenaga pengajar dan para Musyrif serta Musyrifah sebagai ujung tombak pengasuhan sehari-hari di pesantren.
Mudir Pesantren Kauman Muhammadiyah Padang Panjang, Dr. Derliana, M.A., dalam sambutannya memberikan apresiasi dan dukungan penuh terhadap inisiatif ini.
Ia menegaskan, “Program ini sejalan dengan visi pesantren kami untuk mencetak kader bangsa yang tidak hanya unggul dalam ilmu agama dan umum, tetapi juga memiliki akhlak karimah dan ketangguhan mental. Transformasi peran Musyrif dan Musyrifah dari pengawas menjadi pendamping yang empatik adalah sebuah keniscayaan di era sekarang. Saya mendorong seluruh keluarga pesantren untuk mengadopsi ‘Tujuh Jurus BK’ ini dalam interaksi sehari-hari dengan santri.”
Dalam pemaparannya, Ummi Hilyati menegaskan pentingnya perubahan paradigma dalam memandang santri.
“Setiap anak bukanlah gelas kosong yang harus kita isi sepenuhnya, tetapi individu unik dengan potensi yang sudah Allah titipkan. Tugas kitalah untuk mengenali dan mengembangkannya. Peran Musyrif dan Musyrifah hari ini harus bertransformasi dari pengawas yang kaku menjadi pendamping yang memahami, mendengarkan, dan menginspirasi,” ujarnya.
Diseminasi ini juga mengurai secara jelas peran sentral Musyrif (untuk santri putra) dan Musyrifah (untuk santri putri). Mereka bukan hanya pengawas ibadah dan disiplin, tetapi lebih sebagai orang tua kedua yang bertugas membimbing, memberi keteladanan, dan memahami dunia serta kebutuhan psikologis santri.
Perubahan paradigma berpikir inilah yang menjadi kunci dalam membangun hubungan yang sehat dan konstruktif antara pengasuh dan santri.
Islah Hayati dalam sesinya menekankan pentingnya pemahaman tentang hak anak.
“Memahami dan melindungi hak-hak anak, termasuk hak untuk didengar, merasa aman, dan mendapatkan bimbingan, bukan hanya kewajiban moral. Ini adalah investasi kita untuk melindungi masa depan bangsa. Santri yang bahagia dan terpenuhi haknya akan tumbuh menjadi pribadi yang resilient dan berkontribusi positif,” katanya.
Untuk mewujudkan sinergi tersebut, diseminasi ini memperkenalkan “Tujuh Jurus BK” yang dapat diintegrasikan ke dalam pola asuh sehari-hari oleh Musyrif dan Musyrifah.
Ketujuh jurus tersebut adalah:
– Kenali Potensi: Mengidentifikasi kekuatan, bakat, dan minat unik setiap santri.
– Kelola Emosi: Membantu santri memahami dan mengelola emosi marah, sedih, dan kecewa dengan sehat.
– Tumbuhkan Resilensi: Membangun ketahanan mental dan kemampuan bangkit dari kegagalan atau kesulitan.
– Jaga Konsistensi: Menciptakan pola bimbingan yang konsisten untuk membangun rasa aman dan disiplin diri.
– Jalin Koneksi: Membangun kedekatan dan hubungan personal yang tulus dengan setiap santri.
– Bangun Kolaborasi: Bekerja sama dengan guru, orang tua wali, dan pihak lain untuk mendukung perkembangan santri.
– Menata Situasi: Menciptakan lingkungan fisik dan psikologis yang kondusif untuk belajar dan tumbuh kembang.
Antusiasme terlihat dari salah satu peserta diseminasi, Agus Irwanto, seorang Musyrif senior.
“Selama ini kami sering fokus pada penegakan disiplin. Diseminasi ini membuka mata kami bahwa pendekatan yang lebih manusiawi dan memahami psikologi anak justru akan membuat disiplin itu lahir dari kesadaran sendiri,” kata Agus.
‘Tujuh Jurus BK’ ini seperti panduan praktis yang sangat aplikatif. Saya merasa termotivasi untuk segera menerapkannya dalam mendampingi santri di asrama,” ujarnya dengan semangat.
Diharapkan, dengan internalisasi Tujuh Jurus BK ini, pola asuh di pesantren menjadi lebih terarah, holistik, dan berpusat pada anak.
Sinergi yang kuat antara layanan profesional BK dan pendekatan pengasuhan yang empatik dari Musyrif/Musyrifah ini diyakini akan melahirkan santri-santri berkarakter unggul; tidak hanya cerdas secara spiritual dan akademis, tetapi juga tangguh secara mental dan sosial, siap menyongsong Generasi Emas Indonesia.
Reporter: Diona
DAERAH
Wujud Sinergi Nyata, Pesantren Kauman Jadi Tuan Rumah Seleksi Calon Cendekiawan Muslim UIN Jakarta

DETAIL.ID, Padang Panjang – Pesantren Kauman Muhammadiyah Padang Panjang kembali meneguhkan perannya sebagai pusat pengkaderan ulama dengan dipercaya menjadi tuan rumah pelaksanaan tes bantuan Layanan Umum (BLU) untuk Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kegiatan yang berlangsung pada Kamis, 16 Oktober 2025 ini diikuti oleh 18 santri berprestasi dari berbagai pesantren dan madrasah terkemuka di Sumatera Barat.
Tes Bantuan Layanan Umum (BLU) yang diselenggarakan oleh FDI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan salah satu jalur seleksi khusus yang memberikan kesempatan kepada calon mahasiswa untuk mendapatkan pembiayaan pendidikan melalui skema BLU. BLU sendiri merupakan pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan dana operasional perguruan tinggi.
Melalui skema ini, FDI UIN Jakarta dapat memberikan dukungan finansial bagi mahasiswa berpotensi yang lolos seleksi ketat. Beasiswa BLU ini mencakup berbagai fasilitas pendukung akademik dan non-akademik selama menempuh studi di FDI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Menurut Willy Oktaviano, Lc., MA., selaku perwakilan FDI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tes BLU ini diharapkan dapat menjaring calon-calon terbaik dari Sumatera Barat yang tidak hanya unggul secara akademik tetapi juga memiliki komitmen kuat dalam pengembangan keilmuan Islam.
“Melalui program BLU ini, kami berharap dapat menemukan bibit-bibit unggul yang akan menjadi future leaders di bidang studi Islam. Kami ingin mencetak sarjana yang tidak hanya menguasai khazanah keilmuan Islam klasik tetapi juga mampu menjawab tantangan kontemporer,” ujar Willy.
Beliau juga menambahkan bahwa lulusan FDI diharapkan dapat menjadi duta-duta yang mempromosikan Islam wasathiyah (moderat) dan berkontribusi dalam membangun peradaban Islam di tingkat global.
Dalam sambutan pembukaannya, Mudir Pesantren Kauman Muhammadiyah Padang Panjang, Dr. Derliana, MA., menyampaikan rasa syukur dan kebanggaannya atas kepercayaan yang diberikan.
“Atas nama keluarga besar Pesantren Kauman, kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada FDI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memilih pesantren kami sebagai mitra dan tuan rumah dalam seleksi calon penerus ulama ini,” ujarnya.
Dr. Derliana menambahkan bahwa sinergi antara pesantren dengan perguruan tinggi Islam seperti UIN Syarif Hidayatullah adalah suatu keniscayaan.
“Kolaborasi ini bukan hanya tentang seleksi, tetapi lebih jauh tentang membangun jembatan emas untuk masa depan keilmuan Islam di Indonesia. Kami berharap para santri terbaik Sumatera Barat ini dapat melanjutkan estafet keulamaan dan berkontribusi untuk umat di tingkat global,” katanya.
Ke-18 peserta tersebut merupakan perwakilan dari enam lembaga pendidikan, yaitu:
- Pesantren Kauman Muhammadiyah Padang Panjang: 4 orang santri
- Pesantren Diniyyah Pasia: 2 orang santri
- MAN PK Koto Baru: 3 orang santri
- Pesantren Serambi Mekkah: 3 orang santri
- Pondok Pesantren Tarbiyah Islamiyah Malalo: 3 orang santri
- Ponpes Diniyah Limo Jurai: 3 orang santri
Rangkaian tes berlangsung ketat dan komprehensif, mencakup ujian tulis, tes baca kitab (kitab kuning), serta wawancara. Proses penilaian dilakukan langsung oleh tim penguji dari FDI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, H. Willy Oktaviano, Lc., MA., dan M. Hidayatullah, yang juga merupakan tenaga pengajar di fakultas tersebut.
Usai sesi tes, acara dilanjutkan dengan sosialisasi dan pemaparan mendetail tentang FDI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sosialisasi yang bertempat di Aula Hamka Pesantren Kauman Muhammadiyah Padang Panjang ini disampaikan langsung oleh Willy Oktaviano, Lc., MA.
Kegiatan hari itu ditutup dengan sesi foto bersama antara tim penguji, Mudir Pesantren, panitia lokal, dan seluruh peserta tes, menandai berakhirnya rangkaian acara dengan lancar dan penuh semangat kolaborasi untuk mencetak generasi ulama yang unggul.
Reporter: Diona
DAERAH
Pasca Kisruh Ribuan Pelamar SDUWHV, Shadiq Pasadigoe Desak Evaluasi Total Pelayanan Imigrasi

DETAIL.ID, Jakarta — Anggota Komisi XIII DPR RI Fraksi Partai NasDem, Ir. M. Shadiq Pasadigoe, S.H., M.M, menyampaikan keprihatinan mendalam dan mendesak evaluasi menyeluruh terhadap Direktorat Jenderal Imigrasi (Ditjenim) Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Republik Indonesia terkait kekacauan teknis dan lemahnya transparansi dalam pelaksanaan War SDUWHV (Special Day for Upload Working Holiday Visa) pada 15 Oktober 2025.
Menurut laporan masyarakat dan peserta program, kegiatan War SDUWHV yang telah diumumkan sejak awal Oktober 2025 mengalami gangguan server nasional, sehingga ribuan peserta dari berbagai daerah gagal mengakses laman resmi Imigrasi. Dari total kuota 5.500 peserta, hanya sekitar 80 orang yang berhasil terdaftar pada hari tersebut.
Lebih parah lagi, hingga pukul 21.00 WIB, tidak ada informasi resmi dari pihak Imigrasi, sebelum akhirnya diumumkan bahwa server mengalami gangguan dan pelaksanaan War diundur menjadi 17 Oktober 2025.
“Ini bukan sekadar masalah teknis, ini menyangkut nasib ribuan anak bangsa yang telah mempersiapkan diri, biaya, dan waktu untuk sebuah kesempatan masa depan. Negara tidak boleh abai apalagi bermain-main dengan harapan rakyatnya,” tegas Shadiq Pasadigoe di Jakarta, Kamis, 16 Oktober 2025.
Selain gangguan sistem, ditemukan pula ketidaksesuaian informasi resmi, di mana pada laman Imigrasi sebelumnya tercantum bahwa bank reference minimal 5.000 AUD, namun saat pengunggahan berkas, sistem meminta saldo minimal Rp60.000.000 tanpa ada pemberitahuan publik sebelumnya.
“Perubahan informasi administratif tanpa pengumuman resmi merupakan pelanggaran terhadap asas keterbukaan dan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, serta Pasal 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” ujar Shadiq tegas.
Ia menegaskan, peristiwa ini tidak hanya mencederai kepercayaan masyarakat terhadap sistem pelayanan publik, tetapi juga berpotensi melanggar hak konstitusional warga negara sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945, yang menjamin hak atas kepastian hukum yang adil.
“Pelayanan publik harus berlandaskan profesionalitas, akuntabilitas, dan kemanusiaan. Jika sistem digital negara lemah, maka rakyatlah yang jadi korban. Ini tidak bisa dibiarkan,” katanya.
Mantan Bupati Tanah Datar dua periode itu juga menyelipkan pesan moral dan pepatah Minang, menggambarkan perjuangan anak-anak muda yang rela datang dari pelosok negeri untuk mengikuti program tersebut.
“Banyak anak muda dari kampung datang ke kota, menyiapkan berkas, mengeluarkan uang, bahkan menjual harta demi cita-cita bekerja ke luar negeri secara sah dan bermartabat. Dalam pepatah Minang disebut, ‘Nan ka mancari sabuah nyawa, indak buliah dilawan jo talua,’ — perjuangan yang tulus jangan dikhianati oleh sistem yang lalai,” ujar Shadiq dengan nada prihatin.
Ia meminta Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) segera melakukan audit internal dan evaluasi total terhadap sistem dan tata kelola digital Ditjen Imigrasi, serta memastikan pengumuman publik dilakukan secara terbuka dan serentak melalui kanal resmi negara.
“Kami di Komisi XIII akan meminta klarifikasi langsung dari pihak Imigrasi dan Kementerian Imipas. Pelayanan publik bukan hanya soal teknologi, tapi soal tanggung jawab moral kepada rakyat. Negara harus hadir dengan keadilan, bukan kebingungan,” tuturnya.
Shadiq menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa hak masyarakat atas informasi dan pelayanan yang adil adalah bagian dari hak asasi manusia yang dilindungi konstitusi.
“Pemerintah wajib menghormati dan melindungi hak warga negara, terutama generasi muda yang berjuang untuk masa depan. Jangan biarkan kepercayaan rakyat luntur hanya karena kelalaian birokrasi,” ucapnya.
Reporter: Diona