PERKARA
Korban Rukiah Berahi Trauma, Kapolres: Ponpes Tak Berizin

DETAIL.ID, Batanghari – Kapolres Batanghari, Jambi, AKBP M Hasan mengatakan korban rukiah berahi pimpinan pondok pesantren dalam wilayah Kecamatan Pemayung, mengalami trauma.
“Memang keterangan persatuan pesantren di Kabupaten Batanghari, pesantren tersebut memang belum terdaftar. Namun kegiatan belajar keagamaan di tempat ini terjadi. Izin belum ada, tapi aktifitas kegiatan di ponpes ini ada,” kata Hasan dalam gelaran konferensi pers kemarin.
Korban telah kembali ke rumah orangtuanya akibat mengalami trauma. Unit PPA Polres Batanghari, kata Hasan sudah melakukan konseling sekaligus memberikan semangat bagi korban.
“Korban berdomisili dalam wilayah Kota Jambi. Korban sudah keluar dari pesantren, sementara kembali ke orang tuanya,” ucap mantan Kapolsek KPPP Udara Polres Jayapura ini.
Berdasarkan pengakuan pelaku dalam berkas acara pemeriksaan, modus rukiah berahi cuma satu korban. Meski begitu, Hasan minta anak buahnya menggali lebih dalam keterangan pelaku.
“Pelaku tak pernah memberi iming-iming. Aksi pencabulan merupakan spontanitas hasrat laki-laki kepada perempuan, mungkin karena setiap hari berinteraksi bersama-sama dan diajarkan masalah agama. Disinilah niat jahat itu muncul,” ucapnya.
Kapolsekta Wajo KPPP Makassar, Polwiltabes Makkasar, Polda Sulawesi Selatan tahun 2009 berujar, ponpes pelaku sudah berdiri hampir setahun. Hubungan keduanya hanya sebagai murid dan guru dalam mempelajari agama.
“Jumlah santri yang kami terima datanya sementara 40 orang dari berbagai daerah di Batanghari maupun luar Batanghari,” katanya.
Aktifitas ponpes sampai saat ini masih beraktifitas. Disana, pelaku tinggal bersama orangtuanya dalam satu rumah yang memiliki suatu tempat untuk dilakukan semacam kegiatan keagamaan.
“Sementara yang saya tahu pengajar berjumlah empat orang, diantaranya; orang tua, termasuk pelaku. Langkah ke depan kita melakukan kelengkapan data pemberkasan, supaya segera tahap satu ke JPU,” ucap Dosen Muda Akpol Lemdikpol 2013.
Editor: Ardian Faisal
PERKARA
Jaksa Agung Tugaskan Jaksa Koordinator Satgas Penertiban Kawasan Hutan, Berikut 9 Perusahaan di Jambi yang Merambah Kawasan Hutan

DETAIL.ID, Jambi – Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menugaskan jaksa koordinator untuk Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan di berbagai daerah, termasuk di Provinsi Jambi.
Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, Noly Wijaya mengonfirmasi bahwa Albertus Roni telah ditunjuk sebagai jaksa koordinator untuk Satgas Penertiban Kawasan Hutan di Provinsi Jambi. Penugasan ini berdasarkan surat Jampidsus bernomor B-602/F/Fjp/02/2025 tertanggal 7 Februari 2025, yang dikirimkan kepada 20 Kepala Kejaksaan Tinggi di berbagai provinsi seperti Sumatera Utara, Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Riau, Kepulauan Riau, Maluku, dan Papua.
“Jaksa Koordinator Albertus Roni dari Kejati Jambi saat ini merupakan anggota Satgas yang bertugas dalam penertiban kawasan hutan,” kata Noly pada Rabu 26 Februari 2025.
Adapun tugas satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 untuk memastikan keberlanjutan perlindungan kawasan hutan di Indonesia. Satgas ini memiliki tiga tugas utama yakni;
- Penagihan Denda Administratif, menindak pihak yang melanggar aturan dengan pemberian sanksi denda.
- Penguasaan Kembali Kawasan Hutan, mengembalikan lahan yang digunakan secara ilegal ke dalam pengelolaan negara.
- Pemulihan Aset Kawasan Hutan, mengelola kembali kawasan hutan yang telah ditertibkan.
Satgas PKH bekerja di bawah koordinasi langsung Presiden dengan sistem kerja yang terintegrasi bersama berbagai kelompok kerja (Pokja) antara lain;
Pokja Database, yang mengumpulkan dan memverifikasi data perkebunan sawit dalam kawasan hutan.
Pokja Identifikasi dan Verifikasi, yang mengklarifikasi kepemilikan lahan dan menilai potensi gangguan keamanan.
Pokja Keamanan dan Ketertiban, yang melakukan operasi intelijen, sosialisasi, dan edukasi kepada masyarakat.
Pokja Penegakan Hukum, yang bertindak jika ditemukan pelanggaran untuk menguasai kembali lahan atas nama pemerintah.
Pokja Pemulihan Aset, yang bertugas mengelola kembali kawasan hutan yang telah dikembalikan ke negara.
“Melalui Satgas ini, pihak yang melanggar aturan akan diwajibkan membayar ganti rugi kepada negara. Pada akhirnya, penguasaan kembali kawasan hutan akan dilakukan pemerintah melalui Pokja Pemulihan Aset,” ujar Noly.
Ia menegaskan bahwa Satgas PKH di Jambi akan bekerja secara sinergis dengan seluruh Pokja untuk menyelesaikan permasalahan kawasan hutan di daerah tersebut.
SK Menteri Kehutanan RI Nomor 36 tahun 2025
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI Nomor 36 tahun 2025 terdapat setidaknya 436 perusahaan perkebunan sawit dinyatakan beroperasi dalam kawasan hutan, 9 diantaranya berada di wilayah Provinsi Jambi, yakni;
Kabupaten Batanghari, PT Indokebun Unggul grup KPN Plantation tercatat mengajukan permohonan perizinan sebanyak 771 hektare, 765 hektare di antaranya sedang berproses, dan 6 hektare ditolak.
Kemudian PT Pratama Sawit Mandiri dengan permohonan 116 hektare, berproses 111 hektare, dan 5 hektare ditolak.
Di Kabupaten Muarojambi, ada PT Puri Hijau Lestari dengan permohonan 379 hektare, berproses 393 hektare, ditolak 4 hektare. Selanjutnya PT Muaro Kahuripan Indonesia permohonan 863 hektare, 698 hektare berproses, 165 Ha ditolak dan PT Ricky Kurniawan Kertapersada, permohonan 300 hektare, berproses 267 hektare dan 33 hektare ditolak.
Di wilayah Kabupaten Bungo dan Tebo ada PT Satya Kisma Usaha (Sinarmas Agro) dengan catatan permohonan 105 hektare, 7 hektare berproses dan 98 hektare ditolak.
Selanjutnya, PT Sukses Maju Abadi, group Incasi, permohonan 403 hektare, berproses 324 hektare, ditolak 79 hektare.
Kabupaten Tanjungjabung Barat PT Pradira Mahajana, permohonan 49 hektare dan berproses 49 hektare.
Terakhir, Kabupaten Tanjungjabung Timur tercatat 1 perusahaan yakni PT Ladang Sawit Sejahtera group PT Nusantara Sawit Sejahtera Tbk permohonan 51 hektare berproses 51 hektare.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Tiga Penjual Sisik Trenggiling Ditangkap Polresta Jambi

DETAIL.ID, Jambi – Unit Tipidter Satreskrim Polresta Jambi berhasil mengungkap kasus tindak pidana konservasi daya alam hayati dan ekosistemnya pada Senin, 24 Februari 2025 di kawasan Jl Raden Fatah, Kelurahan Sijenjang, Jambi Timur.
Kapolresta Jambi Kombes Pol Boy Sutan Binanga Siregar melalui Kasi Humas Ipda Deddy mengatakan pengungkapan berawal saat personel Unit Tipidter Sat Reskrim Polresta Jambi mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa ada yang ingin menjual bagian tubuh hewan yang dilindungi berupa sisik trenggiling.
“Atas informasi tersebut personel unit tipidter melakukan penyelidikan untuk memastikan apakah memang benar hal tersebut,” katanya pada Selasa, 25 Februari 2025.
Setelah didalami, tim pun mendapati fakta bahwa informasi tersebut benar adanya. Dimana terdapat pihak yang hendak menjual sisik trenggiling. Tim lantas melakukan undercover buy untuk tindak lanjut informasi yang didapatkan.
“Tim Unit Tipidter berhasil melakukan tangkap tangan terhadap 3 pelaku dengan barang yang dibawa tersebut adalah sisik trenggiling sebanyak kurang lebih 10 kg,” ujarnya.
Lebih lanjut Kasi Humas menjelaskan, para pelaku yang diamankan diantaranya adalah MT (48) warga Desa Lambur Tanjabtim yang merupakan pemilik, selanjutnya WW (43) warga Desa Tangkit Sungai Gelam yang perannya sebagai Kurir, dan TMS (33) warga Jelutung Kota Jambi yang tugasnya sebagai warga perantara.
“Dari tangan para pelaku ini kita mengamankan barang bukti sebanyak 10 kg sisik trenggiling yang dimasukkan kedalam karung plastic beras kayu manis dan 1 unit sepeda motor merek Honda Supra X warna Hitam Nopol BH 4191 IR,” katanya.
Saat ini ketiga pelaku berada di Mapolresta Jambi, atas perbuatannya mereka terancam dikenakan Pasal 21 ayat 2 jo pasal 40 ayat 2 UU nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
PT LAJ Diduga Kembali Lakukan Kriminalisasi, Masyarakat Bakal Mengadu ke Jakarta

DETAIL.ID, Tebo – Anak usaha PT Royal Lestari Utama yakni PT Lestari Agro Jaya diduga kembali melakukan upaya kriminalisasi terhadap masyarakat yang sudah lama menggarap areal yang diklaim masuk ke dalam konsesi Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI).
Ketua Indonesia Human Right Committe For Social Justice (IHCS) Provinsi Jambi, Ahmad Azhari menyampaikan setidaknya terdapat 3 panggilan kepada petani di Sungai Salak Desa Balai Rajo dari Polres Tebo pada akhir tahun 2024.
Salah satunya, Ketua Forum Tani Sungai Salak yaitu James Barus. IHCS Jambi menilai upaya kriminalisasi ini dilatarbelakangi karena James Barus tidak mau menyerahkan lahan yang sudah digarap keluarganya selama belasan tahun untuk dijadikan areal perumahan karyawan PT LAJ.
Dalam Laporan Polisi: LI/64/XI/RES.5./2024/Reskrim tertanggal 08 November 2024, dan Panggilan Polisi Nomor: B/168 /II/RES.5/2025 /Reskrim, mereka didalilkan melanggar UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
“Hal ini menjadi dasar agar para petani tersebut dipanggil, ditekan, diancam, pidana kemudian menyerahkan tanah garapannya kepada PT LAJ,” kata Azhari, dalam keterangan tertulis pada Kamis, 20 Februari 2025.
Wiranto Manalu selaku Sekretaris IHCS Provinsi Jambi pun menilai seharusnya PT LAJ tidak lagi menggunakan cara-cara lama dalam menakut-nakuti rakyat dengan upaya kriminalisasi. Sebab hal tersebut menunjukkan bahwa kehadiran PT LAJ hanya menimbulkan traumatik bagi masyarakat di sekitar PT LAJ.
Dengan segala riwayat konflik PT LAJ dengan masyarakat sekitar, menurut Wiranto pemerintah pusat melalui Kementerian Kehutanan harusnya segera melakukan evaluasi dan adendum terhadap Izin PT LAJ. Lantaran dari jumlah Izin HTI seluas 61.459 hektare, hanya sekitar 15.000 hektare lebih yang bisa dikuasai oleh PT LAJ.
Dia menilai hal itu disebabkan oleh sudah adanya kedudukan petani penggarap sebelum izin PT LAJ diberikan oleh Kementerian Kehutanan serta tidak adanya sinkronisasi luasan izin dengan lahan yang sudah terlebih dahulu diduduki masyarakat.
IHCS Jambi pun mendorong Kementerian Kehutanan untuk memberikan kepastian kepemilikan lahan terhadap masyarakat yang terlebih dahulu tinggal di areal yang diklaim PT LAJ.
“Kementerian Kehutanan harus segera dapat mendorong penyelesaian konflik ini dengan menggunakan berbagai skema termasuk Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH). Harus dilakukan identifikasi dan verifikasi agar ada kejelasan bagi masyarakat,” katanya.
Karena pada prinsipnya, menurut Wiranto, masyarakat yang tinggal di dalam Kawasan hutan yang diklaim areal PT LAJ tersebut siap dibina oleh skema pemerintah yang nantinya.
“Apakah pasca dikeluarkan dari Izin LAJ para petani akan diwajibkan membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) itu tidak menjadi masalah, selain itu juga dapat mengurangi beban PT LAJ dalam membayar Pajak PBPH nya apalagi PT LAJ tidak menguasai lahan tersebut,” katanya.
Dengan berbagai persoalan yang timbul saat ini, IHCS Jambi bakal mendampingi Forum Tani Sungai Salak dan akan mendatangi beberapa institusi negara untuk melaporkan dugaan kriminalisasi dan resolusi konflik bagi masyarakat yang tinggal di areal klaim izin PT LAJ.
Petani disebut bakal akan jalan kaki dari Merak menuju Kementerian Kehutanan, Kementerian Polkam, Kementerian Hukum, Mabes Polri serta Komnas HAM, hal ini disebabkan oleh keyakinan para petani bahwa negara masih belum hadir untuk melindungi dan memberikan solusi terhadap nasib para petani.
Adapun yang menjadi Tuntutan Forum Tani Sungai Salak yakni;
- Hentikan kriminalisasi yang dilakukan PT LAJ terhadap petani Sungai Salak Desa Balai Rajo, Kecamatan VII Koto Ilir, Kabupaten Tebo.
- Meminta Kementerian Kehutanan melakukan Evaluasi dan Adendum Izin PT LAJ yang sudah terlebih dahulu diduduki oleh para petani.
- Meminta Kementerian Kehutanan melakukan langkah penyelesaian konflik agraria terhadap penguasaan tanah dalam kawasan hutan yang sudah diduduki terlebih dahulu oleh masyarakat sebelum izin PT LAJ.
- Meminta Komnas HAM memberikan perlindungan kepada petani Forum Tani Sungai Salak terhadap kriminalisasi yang dilakukan PT LAJ.
- Meminta Mabes Polri untuk memerintahkan Polres Tebo menghentikan upaya kriminalisasi petani yang dilakukan PT LAJ.
Reporter: Juan Ambarita