LINGKUNGAN
Siap Hadapi Isu Negatif, Petani Kelapa Sawit ini Komitmen Menuju Sertifikasi ISPO dan RSPO
DETAIL.ID, Kalimantan Barat – Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi) akhirnya berhasil meyakinkan petani kelapa sawit di Kecamatan Air Upas, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Bertempat di Koperasi Kebun Mitra Sejahtera (SP8), Perkumpulan Swadaya Poliplant (PSP) Kalbar resmi terbentuk pada Sabtu, 5 Februari 2022 lalu.
Pembentukan PSP dihadiri 55 orang dari perwakilan koperasi, Farmers Development (FD), PT Poliplant Sejahtera (PSA) dan tim Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi). “Ini merupakan Group Manager kedua yang dibentuk sebagai komitmen petani menuju sertifikasi ISPO & RSPO,” ujar Tri Arianto selaku pendamping petani dari Yayasan Fortasbi, kepada detail Selasa, 8 Februari 2022.
“Program kelapa sawit berkelanjutan diharapkan mampu memberi rasa adil dan transparan kepada petani, dan bisa meningkatkan kesejahteraan petani secara ekonomi, sosial dan lingkungan,” ucap Tri.
Dalam materi yang disampaikan kepada petani, Tri menyebut bahwa ia menyampaikan pentingnya sertifikasi ISPO dan RSPO.
“Kita sampaikan bahwa banyak fungsi dan manfaat dalam pertanian kelapa sawit. Di antaranya, sumber makanan, bahan baku oleochemical, bahan bakar (biofuel), minyak nabati terbesar (48%), produksi terbesar, serapan tenaga kerja besar, serta dampak ekonomi luar biasa dari industri ini,” kata Tri.
Namun dengan fakta, besarnya fungsi manfaat tersebut, terdapat isu negatif yang menyerang. Hal ini tentunya menjadi penghambat bagi keberlangsungan industri ini. Untuk itu, perlu dilakukan langkah-langkah lebih lanjut untuk memastikan industri kelapa sawit berkelanjutan.
“Isu yang kita hadapi misalnya soal kasus tanah baik mengenai lokasi, legalitas dan kepemilikan, selanjutnya ada kecemburuan sosial dan konflik sosial, hak pekerja, perempuan dan perlindungan anak, perubahan dan kerusakan hutan (deforestasi), isu pemanasan global, penyebab hilangnya HCV/NKT, Isu Stok Karbon dan Penilaian Dampak Sosial atau Social Impact Assessment (SIA),” sebut Tri.
Nilai Konservasi Tinggi (NKT) atau High Conservation Value (HCV) adalah sesuatu yang bernilai konservasi tinggi pada tingkat lokal, regional atau global yang meliputi nilai-nilai ekologi, jasa lingkungan, sosial dan budaya. Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) adalah suatu areal yang memiliki satu atau lebih NKT.
Menurut Tri, jika dimanfaatkan dengan benar kelapa sawit ini nihil limbah. “Sabut dan Cangkang bisa jadi bahan baku boiler di pabrik, daun dan pelepah bisa jadi pupuk organik, batang pohon bisa menjadi bahan baku furniture, Limbah Cair (LCKS) setelah diproses bisa jadi pupuk organik dan bisa juga jadi biogas, janjang kosong juga bisa jadi pupuk, dan tentunya buah sawit dan intinya yang utama, jadi minyak sawit dan minyak inti sawit. Semua termanfaatkan, nihil limbah kan?” sebut salah satu lulusan Universitas Jambi ini.
Kepada petani ia menjelaskan pula soal Prinsip Standar Petani Swadaya. Mengenai bagaimana, mengoptimalkan produktivitas, efisiensi, dampak positif dan ketahanan selanjutnya pentingnya legalitas, penghormatan terhadap hak atas tanah, dan kesejahteraan masyarakat, penghormatan terhadap HAM, termasuk hak dan kondisi pekerja serta bagaimana melindungi, melestarikan, dan meningkatkan ekosistem dan lingkungan.
Prinsip tersebutlah yang akan menjadi tonggak dasar mendapatkan sertifikasi ISPO dan RSPO. Sehingga, isu-isu negatif soal kelapa sawit dapat diatasi dan tidak menjadi momok bagi petani kelapa sawit.
LINGKUNGAN
Izin Belum Lengkap, DLH Hentikan Sementara Operasional Stockpile Batu Bara PT GSB
DETAIL.ID, Jambi – Aktivitas stockpile batu bara PT Gelora Sukses Bersama (GSB) di Tenam, Batanghari ditutup sementara oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jambi. Penutupan sementara disebut ikhwal perizinan yang belum lengkap oleh PT GSB.
Menurut Kabid Penaatan DLH Provinsi Jambi, Budi Hermanto, awalnya pihaknya mendapati laporan masyatakat soal keberadaan stockpile yang belum dilengkapi oleh perizinan lingkungan tersebut. Tim PPNS PPLH lantas turun ke stockpile PT GSB dan melakukan penutupan pada Rabu, 17 Desember 2025.
Menurutnya sanksi penutupan sementara sejalan dengan amanat UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah No 21 tahun 2022 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Ada informasi, pengaduanlah. Setelah kita verifikasi ke lapangan ternyata memang ada stockpile. Kita turun ke situ PPNS PPLH, ternyata mereka belum bisa menunjukkan dokumen, intinya dokumen persetujuan lingkungan dan dokumen pengelolaan air limbah,” ujar Budi pada Jumat, 19 Desember 2025.
Budi juga mengkhawatirkan bahwa aktifitas stockpile PT GSB bakal berujung pada pencemaran lingkungan sekitar. Hal tersebut kemudian berujung pada penutupan sementara stockpile PT GSB.
Artinya, kata Budi, perusahaan perlu menyelesaikan dulu segala perizinan lingkungan untuk kemudian bisa kembali beroperasi secara legal.
“Kalau cepat mereka menyelesaiakan perizinannya, ya cepat (operasional diizinkan). Cuman ini akan tetap dilakukan sanksi penindakan administratif,” katanya.
Reporter: Juan Ambarita
LINGKUNGAN
Bocor! Minyak dari Gudang BBM Ilegal PT Kerinci Toba Abadi Cemari Lingkungan Sekitar
DETAIL.ID, Jambi – Gudang BBM ilegal di Kota Jambi lagi-lagi menuai sorotan. Kali BBM meluber dari gudang BBM PT Kerinci Toba Abadi (KTA) yang terletak di kawasan Rt 10, Pal Merah pada Senin, 15 Desember 2025 sekira pukul 00.00 WIB.
Entah bagaimana ceritanya BBM yang bersumber dari gudang ilegal tersebut mengalir ke saluran drainase sekitar, beruntung tidak terjadi kebakaran. Pantauan awak media di lokasi pada Senin siang, 15 Desember 2025, bau solar menyengat di sekitaran gudang.
Tim kepolisian tampak sudah memasangi garis polisi di sekitar gudang. Sementara kondisi gudang tampak sepi, tanpa aktivitas.
Soal insiden di gudang BBM Ilegal PT KTA tersebut, Kasat Reskrim Polresta Jambi Kompol Hendra Manurung dikonfirmasi lewat pesan WhatsApp belum ada respons.
Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Jambi, Mahruzar mengaku bahwa pihaknya telah mengambil sampel dari BBM yang meluber tersebut.
“Tadi pagi kita bersama pihak Polresta sudah ambil sampel, cuma kalau untuk hasilnya belum keluar,” ujar Mahruzar.
Reporter: Juan Ambarita
LINGKUNGAN
Sarat Masalah Pengelolaan Ekosistem Gambut
DETAIL.ID, Jambi – Sejumlah persoalan dalam kebijakan dan implementasi pengelolaan ekosistem gambut di Provinsi Jambi kembali mengemuka. Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (Warsi) Rudi Syaff, mengungkap eksploitasi besar-besaran terhadap ekosistem gambut berdampak sangat signifikan tergadap perubahan iklim.
Secara sederhana dia menguraikan bahwa kenaikan suhu global berbanding lurus dengan kenaikan permukaan air laut. Gambut di daerah sekitar pesisir pun lebih cepat kering, dan ketika terbakar melepaskan emisi karbon dalam jumlah besar. Sementara 2023 lalu, Indonesia menyatakan komitmen untuk menahan tingkat emisi diangka 29% secara mandiri.
“Kalau kita mau mempertahankan emisinya. Artinya mempertahankan hutannya dan mempertahankan muka air. Supaya gambut tidak kering dan emisi lepas. Bagaimama mempertahankan gambut, itu yang sangat penting,” kata Rudi Syaf, dalam dialog media Integrated Management of Peatland Lanscape in Indonesia (IMPLI), Kamis 23 Oktober 2025.
50 Persen Gambut Sudah Disulap
KKI Warsi mencatat, terdapat setidaknya 617 ribu hektar Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) di Provinsi Jambi. Namun 50% diantaranya sudah dikonversi menjadi perkebunan sawit maupun Hutan Tanaman Industri (HTI).
Padahal Undang Undang sudah melarang agar lahan gambut dengan kedalaman 3 Meter lebih tidak boleh dikelola untuk perkebunan alias berstatus hutan lindung gambut. Namun dilapangan, kriteria tersebut nyatanya dilabrak oleh pihak-pihak tak bertanggungjwab.
“Karna dia gambut dalam, Undang Undang bilang gambut diatas 3 meter itu (statusnya) lindung. Tapi prakteknya sudah berubah jadi kebun. Ada inkonsistensi kebijakan. Padahal berfungsi sangat penting bagi kehidupan,” ujarnya.
Padahal menurut Direktur KKI Warsi tersebut, lahan gambut Jambi dengan potensi kandungan karbon yang sangat tinggi sejatinya punya nilai ekonomi tinggi bagi Jambi maupun Indonesia jika dimanfaatkan dengan baik sebagaimana skema perdagangan karbon.
Oleh karena itu, ia pun mendorong peran aktif negara hingga penguatan peran masyatakat dalam menjaga dan merestorasi kawasan gambut. Menjaga gambut, kata Rudi, itu menjaga kehidupan, kunci keberhasilan kolaborasi, kebijakan yang berpihak hingga ekonomi lestari.
Penanganan Karhutla Belum Berfokus Pencegahan
Sementara itu Rektor Universitas Jambi Prof. Dr. Helmi yang juga merupakan pakar hukum lingkungan mengungkap persoalan krusial dalam paradigma penanggulangan karhutla yang belum sepenuhnya berfokus pada pencegahan. Prof Helmi, bahkan menilai terdapat politik anggaran yang ‘represif’ dalam hal karhutla.
“Ketika suatu kawasan ditetapkan masuk bencana, baru anggaran penanggulangan dicairkan. Karna (menggunakan) paradigma api dan asap, maka anggaran juga bukan angaran (untuk) mencegah atau mengatasi penyebab,” ujar Helmi.
Rektor Universitas Jambi tersebut berpandangan bahwa setidaknya terdapat beberapa penyebab yang sangat mendasar, mulai dari tata kelola lahan hingga sistem perizinan. Dia kembali mengungkit soal ketentuan perundang-undangan yang mengklasifikasikan gambut dengan kedalaman 3 meter lebih tidak boleh diusahakan lantaran masuk kawasan lindung. Namun pada prakteknya rawan pelanggaran dan minim penertiban.
“Trus apa yang harus dilakukan? Bagaimana kemudian memantau ini secara berkepanjangan? Cabut izinnya jika terjadi karhutla,” katanya.
Berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku, karhutla yang terjadi dalam areal konsesi atau HTI suatu badan usaha, sangsinya jelas yakni berupa pencabutan izin usaha atau administratif.
Namun pada prakteknya, kasus-kasus karhutla masih bergulir panjang pada proses pembuktian di persidangan. Padahal UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah menegaskan soal Strict Liability (Tanggungjawab Mutlak).
Dimana pada prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability), perusahaan atau pihak pemegang izin usaha dapat dimintai tanggung jawab hukum atas terjadinya kebakaran di arealnya, tanpa perlu dibuktikan adanya unsur kesalahan atau kelalaian.
“Jadi tidak pas menurut saya, tanggungjawab mutlak itu jelas sangsinya administratif, langsung saja dicabut izinnya,” katanya.
Ditengah tantangan pemulihan, konsistensi kebijakan, tekanan konversi, dan minimnya insentif. Restorasi gambut lewat pengelolaan berkelanjutan FOLU Net Sink atau pemanfaatan hutan dan lahan dengan netral dinilai menjadi kunci. Hal itu demi menjaga kelestarian ekosistem gambut, hingga menekan laju naiknya suhu dan muka air laut.
Reporter: Juan Ambarita

