Connect with us
Advertisement

OPINI

Solusi Angkutan Batu Bara Hanya Dua: Sabak dan Ruas Jalan

DETAIL.ID

Published

on

Part 2

DUKUNGAN dan pertanyaan silih berganti datang berbarengan ketika tulisan tentang pemindahan pelabuhan atau terminal khusus batu bara ke Sabak dipublish kemarin.

Rata-rata yang mendukung adalah mereka yang merasakan bagaimana semrawutnya angkutan batu bara di Jambi. Situasi macet, stres, panik hingga mereka berharap solusi apa pun yang penting batu bara tidak mengganggu aktivitas mereka, termasuk ketika ada wacana merelokasi pelabuhan.

Di samping dukungan, ada juga pertanyaan tentang pemindahan itu. Pertanyaannya apakah pemindahan pelabuhan itu tidak menambah titik kemacetan baru?

Mengenai ini saya hanya menjawab: volume angkutan batu bara tak sebanding lagi dengan kapasitas pelabuhan (Tersus) di Talang Duku. Akibatnya, pelayanan bongkar muat batu bara jadi lambat. Dari sisi hilir (stokpile) lamanya waktu bongkar muat menimbulkan kemacetan di kawasan Talang Duku dan sekitarnya.

Bayangkan ada 9.000-12.000 truk setiap hari yang mengantre di sepanjang ruas jalan yang hanya 17,9 kilometer dari Talang Duku, Selincah, Pematang Lumut, Talang Bakung hingga ke Lingkar Selatan.

Jika pemindahan pelabuhan terealisasi ke Sabak, maka akan memperlancar angkutan batu bara di Jambi. Memperkecil peluang kemacetan, memberi ruang yang cukup untuk 5.000- 5.500 truk melintas sepanjang jalan.

Dari mana angka 5.000 itu? Perhitungannya, jarak Jambi ke Sabak via Jembatan Batanghari II kurang lebih 62 kilometer. Jika satu truk berkapasitas 8 ton panjangnya 5,7 meter, maka ruas jalan ini akan mampu menampung kurang lebih 10.000 truk.

Angka ini berdasarkan asumsi satu truk dengan truk lainnya terhitung padat hanya berjarak 5 meter sehingga pengalihan angkutan ke Sabak menampung jumlah truk yang besar, memperlancar dan mengurangi kemacetan.

Selain itu, dengan penerapan skenario pemindahan ini, waktu perjalanan dapat dipersingkat hingga 35 persen, atau menjadi sekitar 261 menit (4 jam 21 menit). Dengan anggapan durasi operasional truk yang sama, yaitu selama 13 jam, dalam 24 jam hari kerja pengangkutan dapat dilakukan sebanyak 2 kali.

Kembali ke soal produksi batu bara. Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat ekspor komoditas batu bara terbesar di dunia dan kini menempati peringkat ketiga di dunia sebagai produsen batu bara terbesar, dengan jumlah produksi pada tahun 2020 mencapai 562,5 juta ton.

Hal ini didukung oleh beberapa daerah sumber batu bara besar di Indonesia, salah satunya adalah Provinsi Jambi. Komoditas batu bara dari Jambi ini termasuk salah satu produsen yang sudah terkenal di mancanegara, seperti Cina, India dan Amerika Serikat.

Kuota produksi batu bara Jambi tahun 2022 ditetapkan 39,8 juta ton. Mengacu pada produksi batu bara Jambi tahun 2020 baru mencapai 11 juta ton. Maka, tak heran kini jumlah armada truk pengangkut meningkat dengan pesat.

Paradoksnya tak ada data yang pasti mengenai jumlah angkutan batu bara di Jambi. Perhitungan kasarnya membandingkan data produksi tahun 2021 yang mencapai 13 juta ton dengan rata-rata kapasitas truk yang 8 ton, butuh 12- 16 ribu unit truk untuk mengangkutnya dari tambang ke pelabuhan.

Tentu saja perusahaan lokal perlu membuat strategi-strategi dalam meningkatkan produksi memenuhi permintaan batu bara yang semakin meningkat. Diimbangi dengan aktivitas produksi yang efektif, di antaranya adalah mengoptimalkan kinerja pengangkutan batu bara tersebut.

Idealnya pengangkutan batu bara dilakukan dengan bantuan moda transportasi dengan jalur yang berbeda-beda, seperti kapal berkapasitas besar untuk melalui jalur sungai, kereta api untuk perjalanan darat menuju pelabuhan laut dan truk besar untuk membawa batu bara dari area pertambangan ke terminal selanjutnya.

Namun sayang sampai hari ini di Provinsi Jambi, pengangkutan batu bara masih menggunakan jalur darat dan truk yang berkapasitas minimal 8 ton.

Pengangkutan batu bara dari area pertambangan menggunakan truk merupakan salah satu aktivitas yang sulit dikontrol, karena banyaknya variabel-variabel yang berpengaruh dalam perjalanan suatu truk pengangkut batu bara. Salah satunya kepatuhan sopir akan aturan lalu lintas.

Terkait hal ini, angkutan batu bara di Jambi harus ditertibkan dengan aplikasi Smart GPS agar dapat mengetahui waktu tempuh atau waktu yang dilalui oleh setiap truk dalam setiap aktivitas tersebut. Hal ini dapat memudahkan dalam melakukan pemantauan, apakah kinerja kendaraan sudah seoptimal mungkin atau  masih terdapat aktivitas-aktivitas yang sia-sia dan dapat dioptimalkan.

Penggunaan Smart GPS Tracker berbasis sistem manajemen armada dapat membantu pemilik kendaraan atau pemilik bisnis pertambangan batu bara dalam mengetahui atau melacak detail aktivitas truk pengangkut batu bara yang dimilikinya, dengan menggunakan variabel aktivitas yang sangat rinci, mulai dari pengangkutan batu bara dari stockpile hingga penurunan barang di pelabuhan.

Selain itu untuk menjawab dinamika persoalan terkait angkutan batu bara ini, pemerintah Provinsi Jambi bisa melakukan langkah- langkah yang tepat dan terukur.

Tepat, karena langsung bisa menjawab masalah kemacetan. Terukur, tidak memiliki keberpihakan kecuali pada kepentingan masyarakat.

Bicara solusi tentu tak ada yang parsial akan angkutan batu bara. Semua solusi harus simultan berjalan bersama-sama. Kecuali Gubernur Jambi berani menghentikan angkutan batu bara sampai ada investor yang siap membangun jalan khusus. Namun, tampaknya solusi itu jauh panggang dari api.

Maka, ketika sikap Gubernur seperti ini kita hanya bisa mengkaji solusi-solusi jangka pendek menjelang pembangunan jalan khusus batu bara (hauling road) oleh PT Putra Bulian Properti rampung.

Menjelang itu selesai, ribuan truk harus diurai dari hulu dan direlokasi pelabuhan di hilir. Selama ini angkutan batu bara hanya mengandalkan satu jalur Tembesi-Talang Duku. Dampaknya kemacetan terjadi dan menyengsarakan.

Jika hulunya sudah dipecah via beberapa jalur, baik darat maupun sungai dan tujuan akhir bukan hanya di sekitar Talang Duku, bisa ke Sabak atau pelabuhan dagang sebagai pelabuhan feeder. Jika ini berjalan angkutan batu bara akan tersebar, tidak terjadi penumpukan dan stagnasi angkutan.

Ke depan pelabuhan feeder ini kita yakini akan berkembang membuka kawasan ekonomi baru, seiring pembukaan Pintu Tol Sengeti – Sabak – Merlung yang bisa didesain mendukung kawasan ekonomi khusus Pelindo Sabak.

Namun mimpi ini lagi-lagi adalah jangka panjang. Jangka pendek dan mendesak hanya ada dua solusi. Pertama, memperluas bahu jalan di Lingkar Selatan dan trayek Bulian, Tempino dan Simpang Kota Baru. Butuh Rp 800 miliar hingga Rp 1,2 triliun jika jalan itu ingin diperluas dua jalur. Soal pemindahan pelabuhan batu bara bagian dari solusi ini.

Untungnya, jalan statusnya jalan nasional. Di sinilah bukti kepemimpinan Gubernur melakukan lobi anggaran ke pusat. Kedua, solusinya telah mulai dilakukan, yaitu mengurangi jumlah truk angkutan sesuai kapasitas jalan. Hanya itu butuh konsistensi dan pengawasan yang terus menerus. Konsisten, sesuatu kata yang mulai diragukan publik pada leadership penguasa hari ini.(Bersambung)

*Pengamat

OPINI

Sibuk Merayakan Maulid, Lupa Meneladani Amanah Rasulullah

Oleh: Naz*

DETAIL.ID

Published

on

SETIAP tahun, suasana Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam selalu dirayakan dengan gegap gempita di berbagai daerah. Namun, ada ironi besar di balik semua itu. Semangat merayakan hari lahir Rasulullah sering kali hanya berhenti pada simbol, tidak menembus ke substansi.

Rasulullah SAW bukanlah figur yang gemar pada kemewahan perayaan. Beliau diutus membawa risalah kebenaran, menegakkan amanah, kejujuran, dan keadilan. Yang beliau wariskan bukanlah seremonial kosong, melainkan teladan akhlak mulia yang seharusnya menjadi pedoman para pemimpin umat, termasuk pemimpin daerah kita.

Padahal, inti dari peringatan Maulid bukanlah sekadar mendengar ceramah atau memajang baliho besar gambar Kepala Daerah di masjid. Inti Maulid adalah meneguhkan kembali teladan Rasulullah:

1. Amanah dalam kepemimpinan;
Rasulullah menunjukkan bahwa jabatan adalah titipan, bukan alat memperkaya diri atau keluarga. Kepala daerah hari ini mestinya meneladani itu, memastikan setiap rupiah APBD digunakan untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk memperbesar rekening pribadi.

2. Kejujuran dalam setiap kebijakan;
Rasulullah tidak pernah berbohong meski dalam perkara kecil. Pemimpin seharusnya berani berkata jujur pada rakyat: tentang kondisi keuangan daerah, tentang keterbatasan, bahkan tentang kegagalan. Bukan malah menutup-nutupi dengan angka manipulatif demi pencitraan.

3. Kesederhanaan hidup;
Rasulullah hidup sederhana, bahkan ketika memiliki peluang untuk kaya raya. Sedangkan para kepala daerah kita sering kali larut dalam gaya hidup mewah: mobil dinas berderet, perjalanan dinas berulang, pesta perayaan digelar besar-besaran, sementara rakyat kecil masih kesulitan biaya pendidikan dan kesehatan.

Jika para kepala daerah benar-benar ingin menjadikan Maulid sebagai momen penting, seharusnya mereka tidak hanya sibuk di atas panggung, tapi juga menjadikan amanah dan kejujuran sebagai kompas kepemimpinan sehari-hari. Tidak ada artinya mengeluarkan kata-kata manis tentang Rasulullah jika kebijakan yang diambil justru menyengsarakan rakyat.

Rasulullah pernah bersabda bahwa sebaik-baik pemimpin adalah yang paling dicintai rakyat karena keadilannya, dan seburuk-buruk pemimpin adalah yang dibenci rakyat karena kezalimannya.

Pertanyaannya: apakah kepala daerah hari ini sudah berada di jalan yang benar? Ataukah mereka hanya menumpang nama Rasulullah untuk memperindah citra di depan rakyat?
Maulid seharusnya menjadi alarm moral: jangan sibuk dengan perayaan tapi lalai dari keteladanan.

Jadikanlah Rasulullah sebagai teladan dalam kejujuran, jadilah pemimpin yang Al-Amin bukan yang Al-Korup. Sebab, yang paling dibutuhkan rakyat bukanlah panggung megah dan sambutan panjang, melainkan pemimpin yang benar-benar meneladani sifat Al-Amin, Amanah, Jujur, dan Adil.

*Pengamat sosial dan politik, tinggal di Jambi

Continue Reading

OPINI

PETI Dicaci, PETI Pemberi Rezeki: Siapa yang Ditumbalkan?

Oleh: Daryanto*

DETAIL.ID

Published

on

FENOMENA Penambangan Emas Tanpa Izin (Peti), bukanlah terjadi baru-baru ini saja. Sejak transmigrasi masuk, sudah banyak bekas galian PETI di sepanjang lokasi yang dijadikan perkebunan. Seperti yang terjadi di Kecamatan Renah Pamenang, Pamenang Selatan misalnya, bekas galian para warga yang mencari butiran emas bisa disaksikan secara kasat mata. Hanya saja cara mereka awalnya hanya mengunakan dulang atau alat tradisional yang digunakan untuk memisahkan butiran pasir dan buliran emas, cara mereka menggalinya pun mengunakan alat sederhana seperti linggis.

Namun memasuki tahun 2010, aktivitas PETI berubah total, dari yang awalnya tradisional, berubah mengunakan mesin dan merambah mengunakan alat berat sampai sekarang.

Tapi diakui atau tidak, di Provinsi Jambi, aktivitas peti khususnya di Jambi Wilayah Barat, seperti Tebo, Muara Bungo, Merangin, dan Sarolangun aktivitas PETI terus terjadi, namun pola-pola yang dilakukan oleh masyarakat untuk mendapatkan emas dilakukan dengan tiga cara, seperti dompeng darat, lanting, dan menggunakan box

Dompeng darat, biasanya oknum masyarakat mencari emas menggunakan alat berat dengan cara mengali tanah dengan kedalam tertentu, dibantu dua mesin penyedot air dan mesin penyedot batu dan mampu menampung sampai delapan tenaga kerja, dengan kelebihannya setelah ditambang bisa direklamasi ulang dan bisa ditanami kembali.

Berbeda dengan dompeng lanting, biasanya masyarakat mengunakan rakit buatan yang dilakukan di dalam sungai, dengan cara menyedot batu dan pasir di dalam sungai dengan dua mesin yang biasanya dilakukan oleh tiga tenaga kerja, Terkadang pasir yang disedot dimasukan kembali ke sungai sehingga membuat aliran sungai menjadi dangkal.

Lain halnya PETI menggunakan alat berat yang bekerja, mengambil pasir dan batu menggunakan baket alat berat kemudian dimasukan dalam alat box, dan biasanya ada dua sampai tiga pekerja yang melakukan pekerjaan secara terus menerus di bantaran aliran sungai sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang cukup parah dan susah untuk direklamasi ulang.

Tentu ada hal yang menarik dari tiga katagori PETI yang sering dilakukan oleh warga, Bagaimana pengunaan merkuri atau logam berat. Dari pantauan penulis, masyarakat yang beraktivitas PETI rata-rata mengunakan logam berat untuk memisahkan emas dari pasir hitam dengan cara memasukan ke dalam ember, kemudian diaduk di satu tempat agar logam berat tidak terbuang lalu di peras mengunakan kain tipis untuk memisahkan emas dan logam berat, atau bagi masyarakat pendompeng mengenalnya dengan istilah “ngepok”, setelah terpisah air tak tadi dimasukan ke dalam botol untuk bisa dipergunakan lagi.

Lalu kemana para pemain petugas menjual hasilnya? Banyak di sejumlah tempat yang biasa menampung hasil PETI, ada pemilik modal yang bekerja sama dengan cara main “DO”, dengan sistem pembelian yang berbeda dengan harga toko emas, dan ada juga yang langsung menjual lepas ke penadah emas dengan harga yang lebih tinggi di banding pemilik “DO”. Tak perlu harus menelisik toko emas mana yang menjadi langganan pelaku PETI menjual hasilnya dan “aman dari pengamatan petugas” dan sudah jadi pengetahuan umum masyarakat Merangin.

Dari sisi ekonomi, bagi sebagian masyarakat, kerja di Penambangan Emas Tanpa Izin tentu sangat menjanjikan, sebab banyak masyarakat yang tertolong dari pinjaman pinjol, tagihan angsuran bank, angsuran kredit motor dan biaya anak sekolah, belum lagi bagi oknum NGO, oknum organisasi profesi, institusi tertentu, yang sering mendapatkan rezeki dari para pemilik mesin dompeng, walaupun hanya sekedar berbasa-basi dengan pemilik PETI.

Lalu bagaimana PETI yang sudah terjadi puluhan tahun tetap berlangsung sampai saat ini? Meskipun sudah banyak pekerja PETI yang tertangkap dan dipenjara, apakah ada efek jera?

Bagi sebagian kecil pekerja pasti dapat efek jera, sebab hanya pekerja saja yang jadi tumbal dan jarang pemilik dan pemodal PETI yang tertangkap. Namun fakta di lapangan bisa dilihat hari ini dirazia aparat keamanan berhenti bekerja, besok pasti sudah bekerja lagi demi tuntutan kebutuhan perut.

Terkadang ada juga faktor x yang berpengaruh, agar saat razia terkesan ada hasil, di lokasi tertentu para pemilik alat berat dan dompeng bisa berkoordinasi dengan baik dengan para oknum, maka sudah pasti akan selamat, tetapi jika di satu wilayah para pemain alat berat dan pemilik dompeng di anggap “pelit”, dan sering masuk pemberitaan bisa dipastikan bakal ada yang kena, dan ini fakta yang terus menerus terjadi.

Mari kita lihat bagaimana peran penting PETI yang dicaci tetapi membawa rezeki. PETI tidaklah akan berjalan sampai hari ini jika bahan bakar distop dari hulunya, tetapi ada fakta lainnya yang tidak bisa dipisahkan, ibarat PETI adalah gula manis, tentu banyak jenis semut yang mendekati untuk mendapatkan rasa manisnya.

Siapa yang berani menjual bahan bakar PETI seperti solar subsidi dalam jumlah besar jika bukan ada oknum aparat keamanan yang bermain? Pemandangan antrian solar subsidi pasti mengular di sejumlah SPBU di Merangin yang menyediakan bio solar, banyak cara dilakukan dengan mengisi berkali kali dengan nomor barcode yang berbeda beda, lalu hasil antrian solar sudah pasti sudah ada pembeli yang dijual ke lokasi PETI. Lalu kenapa PETI bisa sebagian aman saat dirazia dan sudah bocor duluan saat didatangi ke lokasi, sudah bisa diduga ada oknum aparat keamanan yang pasti ikut mendapatkan bagian dari kegiatan ilegal tersebut, dan bahasa sederhananya adalah mendapatkan “bulanan” per alat berat di setiap wilayah di Merangin pasti berbeda beda nominalnya.

Lalu ada peran Pemerintah Daerah yang tidak mau kehilangan cara, dengan menerbitkan surat edaran Kepala Daerah yang ditujukan kepada perangkat pemerintahan kecamatan hingga level desa untuk tidak terlibat PETI, apalagi Kades merupakan pemangku adat di desanya.

Situasi ini tentunya mudah disampaikan tapi sulit dikerjakan. sebagian besar masyarakat di Merangin sudah puluhan tahun banyak yang bekerja dan menggantungkan hidup di sektor “per-PETI-an” , dan saat pemerintah menghimbau tidak melakukan aktivitas PETI tetapi sayangnya edaran tersebut tidak disertai solusi konkrit yang bisa dikerjakan masyarakat agar bisa beralih ke pekerjaan lainnya selain kerja PETI.

Jikalau mau dan serius dalam memberantas PETI, Pemerintah Daerah wajib membentuk Tim Terpadu untuk melakukan kerja sama dan secara serius mencarikan solusi agar masyarakat bisa mendapatkan pilihan pekerjaan selain PETI, dan berani tegas untuk menindak semua oknum aparat keamanan yang berani menjual BBM kepada para pelaku PETI, tidak menerima uang bulanan, dan sama-sama mengawal kebijakan soal wilayah pertambangan rakyat, bagaimana izin pertambangan rakyat bisa didapatkan, sehingga tidak ada lagi cara-cara ilegal untuk mendapatkan uang demi kebutuhan hidup masyarakat banyak.

Seperti kaga pepatah, jika air keruh di hilir tengoklah dari hulunya.

Salam santun.

*Penulis adalah wartawan DETAIL.ID yang tinggal di Kabupaten Merangin.

Continue Reading

OPINI

Pembangunan Stockpile Batu Bara dan Penolakan Warga: Ujian Serius Bagi Pemerintah

Oleh: Eko Saputra S. Lumban Gaol, SH*

DETAIL.ID

Published

on

PEMBANGUNAN stockpile batu bara di Kelurahan Aur Kenali, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi, telah memicu gelombang penolakan besar. Warga menilai proyek ini bukan sekadar persoalan teknis perizinan, tetapi ancaman langsung terhadap keselamatan, kesehatan, dan hak hidup mereka.

Provinsi Jambi selama ini menjadi salah satu lumbung batu bara nasional. Namun, di balik sumbangan devisa, masyarakat justru menanggung dampak: jalan rusak akibat truk over tonase, kemacetan kronis, polusi udara yang memicu penyakit, dan meningkatnya kecelakaan lalu lintas yang berujung korban jiwa. Terakhir, pembangunan stockpile batu bara di tengah pemukiman padat semakin memperparah beban masyarakat.

Pemerintah Harus Memihak Rakyat

PT Sinar Anugerah Sukses (SAS), pemilik IUP ±1.273 hektare di Sarolangun, mengklaim memiliki izin sah untuk membangun stockpile sekaligus pelabuhan pengangkutan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan minimnya keterbukaan:

  • Tidak ada sosialisasi yang layak bagi warga terdampak.
  • Lokasi di jantung pemukiman yang rawan banjir, macet, dan polusi.
  • Dugaan pelanggaran tata ruang dan peruntukan lahan.

Penolakan pun meluas, para aktivis lingkungan, mahasiswa, pemuda, hingga warga sekitar menegaskan ketidaksetujuan mereka. Bagi masyarakat, proyek ini bukan peluang ekonomi, melainkan ancaman hidup.

Klaim PT SAS soal kepatuhan izin tak bisa menjadi tameng. Pemerintah dari pusat hingga kota dituntut berhenti bersikap pasif. Jika izin memang diberikan, prosesnya perlu diaudit terbuka. Bila memang menyalahi RTRW atau mengancam keselamatan warga, pencabutan izin atau relokasi harus menjadi langkah tegas.

Just Transition Bukan Sekadar Konsep

Transisi energi yang adil (Just Transition) adalah pendekatan yang menekankan perlunya transisi energi yang adil, inklusif dan adil untuk semua pihak. Di Aur Kenali, Just Transition menjadi satu hal yang prinsip, tidak ada pembangunan yang mengorbankan kesehatan, keselamatan, dan ruang hidup warga yang mengatasnamakan investasi dan keuntungan segelintir perusahaan.

Penolakan warga Aur Kenali adalah peringatan keras bahwa investasi tak boleh menindas hak masyarakat, tapi seyogyanya mendorong transisi energi dan ekonomi yang adil, dengan memastikan tidak ada yang tertinggal.

Pemerintah wajib hadir sebagai pelindung rakyat, bukan sekadar pemberi izin. Tanpa keberpihakan tegas, pembangunan stockpile batu bara hanya akan meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam.

*Warga RT 014/002 Desa Mendalo Darat, mahasiswa Pascasarjana Universitas Jambi dan Ketua DPC FSB NIKEUBA Muarojambi

Continue Reading
Advertisement Advertisement
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs