DETAIL.ID, Jambi – Crowd crush menjadi latar belakang terjadinya dua peristiwa mengerikan yang menewaskan ratusan orang pada bulan Oktober 2022.
Tragedi pertama terjadi pada awal bulan di Indonesia. Usai pertandingan klub sepak bola Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu, 1 Oktober 2022.
Kejadian itu bermula saat Arema FC menelan kekalahan yang membuat suporter beramai- ramai turun kelapangan. Hal itu memicu terjadinya kerusuhan dan kerumunan. Dilaporkan, tragedi Kanjuruhan menewaskan 135 orang.
Selang beberapa minggu, terjadi lagi peristiwa mengerikan di Itaewon, Seoul, Korea Selatan. Sedikitnya ada 154 orang korban jiwa akibat berdesak saat perayaan Halloween pada Sabtu, 29 Oktober 2022.
Berdasarkan laporan pihak keamanan setempat, para korban jiwa dalam insiden Itaewon sempat mengalami henti jantung selama berada di kerumunan.
Seorang pengguna Twitter mengaku sempat berada saat kejadian. Ia menggambarkan situasi yang terjadi di gang sempit Itaewon. “Saya benar-benar merasa seperti akan dihancurkan sampai mati,” katanya.
Kedua peristiwa maut tersebut merupakan insiden crowd crush. Lalu apa itu crowd crush?
Dilansir dari cnbcindonesia.com, crowd crush adalah situasi ketika orang-orang berdesakan dan terus mendorong di ruangan terbatas sehingga bisa terjadi jatuhnya kerumunan dan terlalu padat.
Ketika orang terjatuh di tengah kepadatan tersebut, akan mengalami kesulitan untuk kembali beranjak karena ruang yang terbatas. Kondisi ini dapat menyebabkan ketidakmampuan seseorang untuk memperoleh oksigen yang cukup untuk jangka waktu panjang, sehingga dapat menyebabkan kematian.
Profesor Ahli Ilmu Kerumunan dari University of Suffolk Inggris, Keith Still menjelaskan jika crowd crush berdampak negatif bagi tubuh. Kondisi ini bisa menyebabkan penurunan fungsi paru-paru sehingga seseorang menjadi sulit bernapas. Akibatnya, pasokan darah ikut berkurang dan dapat menurunkan kesadaran seseorang.
“Saat orang berjuang untuk bangun, lengan dan kaki terpelintir. Pasokan darah mulai berkurang ke otak. Dibutuhkan 30 detik sebelum Anda kehilangan kesadaran dan sekitar 6 menit sebelum mengalami asfiksia kompresif. Umumnya, itu menjadi penyebab kematian yang dikaitkan. Bukan tertindih, tetapi mati lemas,” Ujar Keith menjelaskan.
John Drury, seorang Ahli Psikologi Sosial Manajemen Kerumunan, University of Sussex mengatakan bencana crowd crush biasanya melibatkan tiga faktor yang saling terkait seperti yang terjadi pada tragedi Halloween di Korea Selatan.
Ketiganya adalah kepadatan, gelombang atau gerakan dalam kerumunan yang sudah sangat padat dan kerumunan runtuh. Ketika terjadi hambatan, maka efeknya sangat buruk.
“Kesan saya adalah bahwa semua faktor ini hadir di Itaewon Halloween ini,” katanya. Pertama, terlihat kepadatan lebih dari lima orang per meter persegi, yang sangat berbahaya. Kedua, ada gelombang orang yang mengangkat orang dari kaki mereka. Ketika orang-orang berdesak-desakan, sebuah gerakan kecil dapat beriak di antara kerumunan dan menyebabkan tekanan lebih lanjut. Ketiga, saya mengerti bahwa ada kerumunan yang runtuh karena beberapa orang jatuh dan yang lain jatuh di atas mereka.” kata John Drury seperti dikutip dari theguardian.com.
Discussion about this post