Artinya, anggaran yang harusnya dipergunakan untuk menekan kemiskinan, tidak dikerjakan sebagaimana mestinya.
“Programnya kemiskinan, namun banyak terserap ke studi banding kemiskinan. Banyak rapat-rapat tentang kemiskinan. Ini saya ulangi lagi, menirukan Bapak Presiden, dan banyak acara studi dan dokumentasi kemiskinan sehingga dampaknya kurang,” kata Anas mengutip detikcom, Minggu (29/1).
Pernyataan itu pun menerima respons dari berbagai pihak. Di antaranya datang dari anggota dewan dan forum swadaya masyarakat (LSM).
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Fraksi PKB Marwan Dasopang mengatakan bahwa memang selama ini belanja sosial belum merefleksikan percepatan mengangkat status penduduk miskin menjadi hidup lebih pantas dan mampu melaksanakan acara produktif untuk menutupi keperluan.
Marwan menganggap dari puluhan juta penduduk miskin yang setiap tahun menerima pertolongan sosial, niscaya banyak di antara mereka yang bisa meningkat jikalau diberi sumbangan permodalan yang cukup.
“Membicarakan orang miskin, menghabiskan budget besar, padahal si miskin itu butuh Rp20 juta saja, keluar dari kemiskinan. Dikasih saja modal yang betul-betul, yang tidak bisa diangkat, itulah yang baru kita santuni,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan mengaku tak abnormal dengan pernyataan MenPANRB tersebut. Sebab, fenomena anggaran pemerintah triliunan rupiah habis untuk rapat dan studi banding merupakan persoalan klasik yang terjadi setiap tahun.
“Pak Azwar Anas niscaya tahu persis duduk perkara ini sebab dia pernah menjadi Kepala Daerah,” kata Misbah ketika dihubungi.
Ia menandakan dalam struktur APBN maupun APBD, belanja negara dibagi menjadi tiga, yaitu belanja pegawai, belanja barang/jasa atau belanja habis pakai, dan belanja modal.
Jika dipersentasekan, dia melanjutkan, belanja pegawai dan belanja barang/jasa porsinya lebih besar di tiap KL. Biasanya, belanja itu ‘bersembunyi’ di balik nama program atau aktivitas yang seakan-akan untuk pengentasan kemiskinan.
“Banyak nama acara atau nama kegiatan yang anggun-cantik dan seakan-akan berpihak kepada masyarakat miskin. Namun, ketika kita tracking lebih dalam ke rincian output sampai unsur, ujung-ujungnya untuk makan/minum dan perjalanan birokrasi,” katanya.
Sebaliknya, lanjut Misbah, budget yang benar-benarmenyasar penduduk miskin dan golongan-kelompok rentan justru sangat minim.
“Untuk itu, pemerintah mesti jujur menunjukkan detail berita anggaran penanggulangan kemiskinan, harus rinci informasinya, bukan gelondongan,” tegasnya.
(ldy/asr)