Lita menyaksikan pengukuhan RUU PPRT sebagai sebuah urgensi lantaran kekerasan terhadap pekerja rumah tangga (PRT) terus terjadi setiap harinya.
“Kami lihat hal ini sangat urgent mengingat korban-korban PRT itu terus berjatuhan saban hari,” kata Lita dikutip dari CNNIndonesia TV, Sabtu (28/1).
“Terakhir kasus ke Siti Khotimah itu telah sungguh fatal ya. Makara hingga sekarang di RS sukar begerak dia, dilperakukan tidak semestinya selaku manusia,” lanjutnya.
Lita menegaskan masalah yang menimpa Khotimah itu bagai fenomena gunung es yang menggambarkan banyaknya dilema kekerasan kepada PRT yang tidak terkuak.
Ia pun menyentil keras pola pikir penduduk yang menurutnya masih terkungkung dalam pikiran perbudakan terbaru.
“Nah, itu kan perkara-masalah gunung es yang ada di rumah-rumah. Kuasa dan mindset penduduk yang masih dalam perbudakan modern seperti, PRT dilarang untuk berkata tidak, berkata lelah, dan apa saja perintah dari pemberi kerja mesti diiyakan,” terang dia.
Sehingga, Lita memastikan bahwa dalam hubungan kuasa yang menindas PRT, telah sepantasnya PRT diberikan payung aturan guna melindungi mereka dalam pekerjaannya.
“Dalam korelasi kuasa seperti itu sebagaimana KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), PRT dalam kekerabatan kerja ini juga perlu mampu bantuan,” tegasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi memperlihatkan harapan agar RUU PPRT segera disahkan.
Ia meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Menaker Ida Fauziyah melobi dewan perwakilan rakyat untuk secepatnya membahas RUU yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2023 itu.
“Untuk mempercepat penetapan UU PPRT ini, saya perintahkan terhadap Menteri Hukum dan HAM, dan Menteri Ketenagakerjaan untuk secepatnya melaksanakan koordinasi dan konsultasi dengan badan legislatif dan dengan semua stakeholder,” kata Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (18/6).
RUU itu sudah mandeg di dewan perwakilan rakyat selama 19 tahun. Rancangan beleid ini sudah bolak balik keluar masuk dari daftar prolegnas badan legislatif semenjak 2004 silam.
Pada 2020, pembahasan RUU tersebut selsai di Badan Legislasi dan tinggal masuk ke Badan Musyawarah (Bamus).
Setelahnya, pemerintah dan dewan legislatif bersepakat menjinjing draf itu ke tingkat paripurna. Namun, rencana itu pupus. Tiba-datang RUU PPRT batal dibawa ke paripurna.
(mnf/pra)