Dalam pagelaran itu, Yudo berperan sebagai Bima Sena, Kapolri Jenderal Listyo Sigit berperan sebagai Prabu Puntadewa.
Kemudian, Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman selaku Bathara Guru, Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut Laksamana M Ali selaku Batara Baruna dan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Fadjar Prasetyo sebagai Eyang Abiyasa.
Sedangkan istri Yudo Margono, Vero Yudo Margono, berperan selaku Dewi Nagagini. Sejumlah pejabat tinggi Tentara Nasional Indonesia juga bermain dalam gelaran tersebut.
Yudo menyatakan gelaran itu memberikan sinergitas Tentara Nasional Indonesia/Polri bukan cuma dalam menjaga kedaulatan dan keselamatan, namun juga dalam melestarikan budaya orisinil Indonesia.
“Ini tentu saja kita bahu-membahu melestarikan budaya orisinil Indonesia. Sekaligus ini yakni sinergitas Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia selain mempertahankan kedaulatan, keamanan dan melindungi tumpah darah Indonesia, juga untuk melestarikan budaya asli Indonesia,” kata Yudo sebelum gelaran.
Lakon ini mengisahkan perjuangan lima orang ksatria bersaudara untuk memerdekakan diri dari kekuasaan Kurawa.
Perjalanan yang tidak gampang harus dilalui oleh para Pandawa saat berhadapan dengan Kurawa di Hastinapura, yang memiliki jumlah pasukan dan persenjataan jauh lebih banyak.
Berkat keseriusan yang dilandasi dengan niat baik, Pandawa mampu memenangkan perang Bharatayudha. Di balik kemenangan yang terjadi, usaha dan bersama-sama tetap dibutuhkan untuk membangun kembali Hastinapura yang hancur sesudah pertempuran.
Banyaknya jumlah korban meninggalkan luka kehilangan bagi sanak keluarga yang ditinggalkan, dan bagi para Pandawa.