Connect with us
Advertisement

PERKARA

Komentar Warga Terkait Putusan Janggal PN Bangko, Warga: Apakah Hakim di Merangin Akan Dipecat?

DETAIL.ID

Published

on

Merangin – Bagi warga Merangin, putusan vonis Pengadilan Negeri Kelas I B Bangko harus memenuhi rasa keadilan dan tidak mencederai rasa keadilan di tengah masyarakat. Dugaan gratifikasi yang diterima oleh oknum hakim PN Kelas I B Bangko terhadap beberapa perkara yang diputus malah menimbulkan pertanyaan di tengah masyarakat.

Seperti putusan kasus narkoba yang menyeret satu orang pelaku dan diketahui adalah ASN Pemkab Merangin dan satu orang perempuan warga sipil dengan barang bukti 1,72 gram. Keduanya hanya dituntut 6 bulan dan akhirnya divonis 5 bulan penjara.

Padahal sudah sangat sangat jelas jika UU Nomor 35 tahun 2009 merupakan UU yang bersifat lex specialis sehingga ada hukuman maksimal dan minimal. Jika keduanya dikenakan pasal 114 dan pasal 112 maka sudah sangat jelas hukuman badan minimal 5 tahun, dan jika mengacu pada pasal 127 minimal 4 tahun penjara.

Anehnya pada fakta persidangan ada hasil asesmen yang membuat keduanya harus dituntut ringan. Selain itu ada pula keterangan dokter ahli jiwa yang menegaskan bahwa ada gangguan kejiwaan, sehingga putusan menjadi sangat jauh dari rasa keadilan bahkan sangat mengusik rasa keadilan di tengah masyarakat.

Seperti yang disampaikan An, salah satu warga  Pematang Kandis Bangko. Ia mengatakan, pengguna narkoba kalau bukan orang kaya pasti orang gila. Melihat putusan yang terjadi di PN Kelas I B Bangko sudah mencederai rasa keadilan masyarakat.

“Kalaupun mau dapat putusan ringan itu hak orang yang beperkara. Tetapi dengan putusan hanya 5 bulan tentu jadi pertanyaan kita semua. Nah jika mau menggunakan narkoba kalau bukan orang kaya sudah pasti orang gila dan ini faktanya,” kata An kepada DETAIL.ID pada Rabu, 15 Februari 2023.

Sementara itu Indah, salah satu warga Pamenang Selatan ikut berkomentar miring soal mafia peradilan sehingga putusan kasus narkoba di Merangin bisa ringan.

“Kalau saya menduga ini ada mafia peradilan. Bagaimana mereka bisa mengatur tuntutan hingga vonis pengadilan. Saya kira sudah waktunya Jamwas Kejagung dan Komisi Yudisial bisa turun ke Merangin,” ucap Indah.

Menurutnya bukan hanya terputus pada kasus putusan narkoba yang viral tetapi banyak putusan kasus lain yang mesti harus ditelusuri prosesnya serta dugaan gratifikasi sehingga mempengaruhi  putusan hakim.

“Kalau saya pribadi, ingin melihat ketegasan di Merangin. Apakah kasus dipecatnya salah satu hakim di Jambi akan terbukti di Merangin, ” ujarnya.

Reporter: Daryanto

PERKARA

Kapolda Jambi Dilaporkan ke Mabes Polri

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Koalisi Anti Pembungkaman Demokrasi di Jambi melaporkan Kapolda Jambi Irjen Pol Krisno H Siregar ke Mabes Polri dan Dewan Pers atas sikap arogan anggota Bidang Humas yang menghalangi wartawan untuk wawancara rombongan Komisi III DPR saat kunjungan di Polda Jambi pada Jumat, 12 September 2025.

Tidak hanya itu, Aliansi yang tergabung dari Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jambi dan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jambi turut melaporkan Kabid Humas Polda Jambi Kombes Pol Mulia Prianto, Kaurpenmas Bidhumas Polda Jambi Ipda Maulana dan satu orang petugas harian lepas (PHL) Pury.

Laporan yang dikirimkan pada 16 Oktober 2025 ini merupakan tindak lanjut dari rangkaian aksi yang dilakukan oleh puluhan jurnalis di Jambi, menyusul tindak penghalangan yang dilakukan petugas Bid Humas Polda Jambi. Aksi para jurnalis dimulai dari aksi diam di depan Mapolda Jambi hingga aksi seribu lilin di Tugu Juang Kota Jambi.

Namun, hingga saat ini, Kapolda Jambi Irjen Pol Krisno H Siregar belum memberikan tindakan atau sanksi pada yang bersangkutan. Belum ada juga permohonan maaf kepada para korban dan publik, sebagaimana tuntutan jurnalis di Jambi.

Sehingga, Ketua AJI Jambi, Suwandy Wendy menyebut laporan ini menjadi alarm mengkritisi pihak kepolisian yang masih setengah hati untuk mendukung kebebasan pers di Jambi.

Laporan ini untuk meminta komitmen dari institusi tertinggi Polri, dalam memberikan ruang aman bagi jurnalis di lingkungan Polda Jambi dan kasus penghalangan jurnalis tidak terulang lagi.

“Setelah kampanye dan unjuk rasa dilakukan, Polda Jambi bukannya berbenah justru diduga menyebarkan hoaks di media sosial dengan menyatakan telah bertemu dan meminta maaf kepada para korban,” kata Wendy, saat diwawancarai pada Kamis, 30 Oktober 2025.

Padahal, kata Wendy sampai hari ini, jurnalis yang menjadi korban penghalang-halangan masih belum ditemui.

Dia menambahkan bahwa, kebebasan pers di Jambi masih terancam. Hal ini memperburuk indeks kebebasan pers (IKP) di Jambi, yang sebelumnya telah turun signifikan di urutan 32 dari 38 provinsi di Indonesia.

“Kita dorong negara melakukam reformasi Polri secara menyeluruh agar tidak ada lagi kekerasan terhadap jurnalis,” ujar Wendy.

Sementara itu Ketua PFI Jambi, Irma Tambunan mengingatkan agar Kapolda Jambi Irjen Pol Krisno H Siregar merespons dengan cepat insiden-insiden yang terjadi di lapangan. Apalagi insiden penghalangan atas kerja jurnalistik terjadi di depan mata kapolda sendiri. Ia menyesalkan hal tersebut. “Sangat disesalkan Kapolda membiarkan pembungkaman pers terjadi di hadapannya sendiri,” ujarnya.

Irma juga menyebut bahwa peristiwa melarang dan mendorong wartawan saat melakukan wawancara bisa terjadi akibat kebiasaan dari kerja-kerja Bidhumas Polda Jambi yang kurang memahami Undang-Undang Pers. Padahal, selayaknya para pihak menghormati kerja media sebagai pilar keempat penjaga demokrasi.

Karena itu, katanya, penghalang-halangan tugas jurnalistik tidak dapat dibenarkan dan itu melanggar hukum. (*)

Continue Reading

PERKARA

Bela Anaknya, Buruh Serabutan Divonis 10 Bulan Penjara, Begini Ceritanya…

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Erwin, seorang buruh serabutan yang tinggal di daerah Buluran, Kota Jambi kini dihadapkan dengan putusan pidana 10 bulan penjara dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan penjara lantaran dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak.

Dalam putusan yang dibacakan oleh Hakim PN Jambi yang memutus dan mengadili perkara, terungkap bahwa jerat pidana terhadap Erwin bermula pada awal Agustus 2024 lalu. Kala itu, putri Erwin berinisial R yang duduk di bangku Kelas XI SMKN 1 Kota Jambi disebut mengalami perundungan di sekolah oleh teman sekelasnya berinisial P.

Ketika jam pelajaran bakal mulai, siswa berinisial P disebut mengunci ruang kelas, sehingga R tak bisa masuk kelas, dalam kondisi menangis R lanjut menghubungi ayahnya yakni R.

Erwin lantas mendatangi SMK 1..Di sekolah tersebut dia sebagaimana amar putusan yang dibacakan Hakim, dia memasuki ruang kelas dan menanyakan siapa yang melakukan perundungan terhadap anaknya. Hingga melakukan kekerasan terhadap sosok siswa yang melakukan perundungan terhadap putrinya tersebut.

“Terdakwa maju ke depan (ruang kelas) dan menyebutkan (pada korban) apa mau kau? Terdakwa menendang korban di bagian paha sebanyak 2 kali,” ujar Ketua Majelis Hakim Fita Sipayung, membacakan fakta persidangan pada Kamis, 30 Oktober 2025.

Korban kemudian berlari ke depan, hingga keluar gerbang dikuti oleh terdakwa mengejar korban. Dalam fakta persidangan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim, perbuatan terdakwa dibuktikan dengan adanya bekas kotor di celana korban, luka lebam pada bagian paha, yang dikuatkan dengan bukti visum.

“Akibat kejadian, anak korban mengalami demam, namun keesokan harinya sudah bisa masuk sekolah. Korban menjadi trauma dan takut ke luar rumah,” ujarnya.

Namun sepanjang persidangan, terdakwa menyangkal perbuatannnya. Kehadiran 4 saksi meringankan yang dihadirkan pada persidangan pun dinilai lebih mendukung keterangan soal anaknya yang mengalami perundungan. Bukan terkait adanya perbuatan kekerasan yang dilakukan oleh terdakwa.

Berdasarkan serangkaian fakta persidangan dan alat bukti, majelis hakim meyakini bahwa terdakwa Erwin melakukan tindakan kekerasan terhadap korban P sebagaimana didakwa JPU dengan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa dinilai meresahkan masyarakat. Kemudian terdakwa tidak mengakui perbuatannya. Sementara riwayat terdakwa yang belum pernah dipidana jadi hal meringankan.

“Menyatakan terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan tunggal. Menjatuhkan pidana penjara selama 10 bulan dan pidana denda Rp 10 juta, subsider 3 bulan,” ujar Ketua Majelis Halim, Fita, membacakan putusan.

Atas putusan tersebut Erwin, maupun JPU sama-sama mengambil sikap pikir-pikir. Namun Erwin hingga ujung persidangan merasa tidak pernah sama sekali melakukan aksi kekerasan sebagaimana didakwakan kepadanya.

Sementara Leni, orang tua korban yang turut hadir menyaksikan persidangan mengaku kecewa atas vonis rendah majelis Hakim. “Kecewa, belum pas rasanya,” katanya.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Duit BOP Pendidikan Kesetaraan Dikorupsi untuk Kepentingan Pribadi, Mantan Kadis dan Kadisdik Batanghari Jadi Saksi

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Pengadilan Negeri Jambi kembali menggelar sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi Dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BOP) Kesetaraan yang terjadi di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Anugrah Kabupaten Batanghari TA 2020 hingga 2023.

Nur Asia, Ketua PKBM Anugrah duduk sebagai terdakwa dan didakwa menyalahgunakan dana BOP yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus Non Fisik APBN dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 900 juta lebih, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.

Dana yang seharusnya digunakan untuk menunjang operasional pendidikan di PKBM tersebut diduga diselewengkan melalui pemalsuan dokumen pertanggungjawaban dan penggunaan dana untuk kepentingan pribadi.

Dalam persidangan kali ini, JPU menghadirkan hadir 2 saksi penting yakni Agung Wihadi mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Batanghari (2020-2022), serta Zulfadli, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Batanghari yang aktif saat ini.

Menurut Agung Wihadi, dana BOP berasal dari APBN dalam bentuk hibah dan pencairannya dilakukan 2 kali dalam setahun, yaitu pada triwulan pertama dan kedua.

“Dua kali pencairan, triwulan pertama dan kedua,” ujar Agung.

Namun di persidangan mantan Kadisdik Batanghari tersebut tampak kesulitan mengingat rincian jumlah dana dan persyaratan pencairannya. Dan lagi, Agung tidak membawa data pendukung di persidangan. Dirinya pun banyak menjawab tidak tahu atas sejumlah pertanyaan JPU dan menyerahkan pada keterangan di BAP.

Sementara itu menurut Zulfadli prosedur pencairan dana BOP yang langsung masuk ke rekening PKBM, dengan pengawasan melalui pembuatan surat pertanggungjawaban dan monitoring minimal sekali dalam setahun.

“Pencairan dananya sudah langsung masuk ke PKBM, untuk mengontrol kami minta surat pertanggungjawaban,” katanya.

Sementara Jaksa dalam dakwaan menguraikan bahwa Nur Asia melakukan tindak pidana korupsi dengan membuat dokumen fiktif, memalsukan daftar hadir tutor dan peserta, serta menggunakan dana BOP untuk kepentingan pribadi seperti renovasi rumah.

Atas perbuatannya, Nur Asia didakwakan Pasal Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 ayat 1b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001, serta Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Persidangan masih akan terus berlanjut pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi lainnya guna memastikan proses hukum berjalan dengan adil dan transparan, sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi di sektor pendidikan.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement Advertisement
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs