Baru-baru ini, politikus sayap kanan Swedia-Denmark Rasmus Paludan menjadi sorotan usai membakar Al Quran di Stockholm dan Copenhagen pada Januari lalu.
Kecaman itu tertuang dalam pernyataan bersama pertemuan antarmenteri luar negeri ASEAN (ASEAN Foreign Minister Meeting/ AMM) di Jakarta, Jumat , 4 Februari 2023.
“Kami mengutuk keras tindakan ekstremis, politisi sayap kanan di negara-negara tertentu yang membakar dan menodai Alquran bulan lalu. Tindakan penistaan agama ini telah melukai dan menodai toleransi beragama,” demikian pernyataan bersama Menlu ASEAN.
Pernyataan itu lalu berlanjut, “Kebebasan berekspresi harus dilaksanakan secara bertanggung jawab.”
Para Menlu itu kemudian menegaskan kembali komitmen ASEAN untuk terus mendorong dialog dan pemahaman serta mendorong semangat hidup berdampingan secara damai.
Langkah tersebut perlu agar perdamaian dan keharmonisan dalam komunitas global yang beragam bisa tercapai.
Akhir bulan lalu, Paludan menjadi perbincangan usai membakar Al Quran di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm pada 21 Januari.
Tindakan dia berlangsung saat sejumlah warga memprotes permintaan Turki yang mengimbau Swedia merepatriasi aktivis Partai Pekerja Kurdistan (PKK). Permintaan ini sebagai ‘mahar’ bagi Stockholm untuk mendapat restu dari Ankara agar bisa masuk NATO.
Saat kejadian, ada polisi yang mengawal aksi tersebut. Namun, mereka dilaporkan tak banyak bertindak. Swedia memang menjunjung tinggi kebebasan berbicara dan berekspresi.
Nyaris sepekan aksi itu, Paludan kembali membakar Al Quran depan Kedubes Turki di Copenhagen, Denmark.
Tindakan Paludan memicu protes dan kecaman dari banyak pihak, terutama dari negara mayoritas Muslim. Sejumlah warga di Indonesia, Malaysia, dan beberapa negara di Arab bahkan menggelar demonstrasi merespons pembakaran Al Quran.
Hungaria sampai-sampai menilai sikap Swedia yang membiarkan pembakaran Al Quran adalah tindakan yang “sangat bodoh.”
(isa/ain)