PERKARA
5 Warga Teluk Raya Ditangkap Polisi Soal Konflik dengan PT FPIL, Puluhan Warga Demo Polda Jambi
Jambi – Tak terima teman sekampungnya ditangkap polisi, puluhan warga Teluk Raya, Kecamatan Kumpeh Uku, Kabupaten Muarojambi turun mendemo Mapolda Jambi pada Rabu, 5 Juli 2023.
Pantauan di lokasi siang tadi, tampak sejumlah warga secara bergantian menyampaikan orasi di depan Mapolda Jambi.
Sidik, warga Teluk Raya juga koordinator aksi kepada awak media menceritakan bahwa 5 orang warga, teman sekampungnya telah difitnah melakukan pencurian buah TBS PT Fajar Pematang Indah Lestari (PT FPIL) yang berada di wilayah mereka.
Padahal menurut dia, sama sekali tak terdapat bukti yang cukup bagi aparat untuk menangkap apalagi memproses kasus dugaan pencurian buah sawit PT FPIL.
“Jadi begini bang, memang ini konflik sudah lama. Dulu itu jelas ada perjanjian antara warga, perusahaan, dan diketahui pemerintah bahwa sebagian lahan akan dimitrakan dengan warga. Kami nuntut janji itu, tapi sampai sekarang tidak ada,” kata Sidik, menceritakan awal muka konflik warga dengan PT FPIL.
Tak hanya perjanjian yang diduga diingkari tanpa dasar, namun warga yang melakukan aktivitas pemanenan sawit pun mendapat kriminalisasi. Kata Sidik, warga memanen sawit dengan cara pengumpulan lewat kanal sungai dekat wilayah perusahaan.
Hal tersebut menurut dia dilakukan karena tak ada lagi akses transportasi warga disana, semua akses kata Sidik, sudah ditutup oleh PT FPIL.
Ditengah banyaknya persoalan antara warga dengan PT FPIL, beberapa kasus lama dengan dugaan pencurian TBS oleh masyarakat pun diproses oleh kepolisian.
Tak terima Sidik beserta sejumlah warga Teluk Raya pun mendemo Polda Jambi. Salah seorang warga massa aksi bahkan berujar bahwa kasus pencurian buah TBS yang menjerat 5 orang warga Teluk Raya tidaklah benar.
“Itu yang katanya ada bukti foto-foto sewaktu mengambil buah. Itu bukan warga Teluk Raya, bukan 5 orang kawan kami yang sekarang di proses itu,” ujarnya.
Masa pun menuntut agar hukum ditegakkan sebagaimana mestinya, tidak taham ke atas namun tumpul ke bawah.
“Pokoknya sebelum kawan kami 5 orang itu dibebaskan, kami tidak akan pulang. Kami tidur disinilah, bentang tenda kami sini,” katanya.
Dalam demo kali ini, tampak massa aksi membawa serta keluarganya. Mulai dari anak-anak, pemuda hingga orang tua pun meramaikan depan gerbang Polda Jambi.
Adapun ke 5 orang warga Teluk Raya yang kini diproses hukum oleh pihak Kepolisian yakni, Sudirman, Ari, Arpan, Mamat, dan Kliwon (nama sapaan) disebut ditangkap oleh pihak kepolsian pada 3 hari lalu.
Keluarga mereka pun turut hadir demo di Mapolda Jambi menuntut kebebasannya.
“Ini istri korban, lagi hamil pun dak dikasih liat suaminya itu yang didalam. Anak-anak juga tadi sudah ada yang lemas, belum ada kita dikasih kepastian disini,” ujar salah seorang massa aksi.
Berdasarkan penelurusan awak media PT FPIL memang mempunyai banyak konflik agraria dengan berbagai masyarakat di wilayah Kumpeh Ulu. Dan hingga kini tampak belum ada konflik yang terselesaikan. Masyarakat pun masih terus berdiam diri di Polda Jambi saat berita ini diterbitkan.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Vonis Rendahan Bikin Heran! Aktivis Segera Lapor JPU Kejari Tebo yang Tangani Perkara Pasar Tanjung Bungur ke Jamwas Kejagung
Jambi – Vonis rendah terhadap 7 terdakwa korupsi pasar Tanjung Bungur TA 2023, Muara Tebo jadi sorotan salah satu aktivis yang tergabung dalam Aliansi GERAM (Gerakan Rakyat Menggugat) yakni Afriansyah. Dia mengaku heran dengan vonis rendah yang beriringan dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tebo.
Dimana dalam tuntutan atas perkara korupsi yang merugikan keuangan negara mencapai Rp 1.061.233.105,09 tersebut, JPU Kejari Tebo menuntut ke-7 terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 5 bulan. Yang kemudian divonis lebih rendah oleh Majelis Hakim PN Tipikor Jambi.
“Sangat bertentangan dengan Pedoman Jaksa Agung nomor 1 tahun 2019 tentang tuntutan pidana perkara tindak pidana korupsi. Seharusnya minimal JPU menuntut 4 tahun,” kata Afriansyah, Rabu 17 September 2025.
Kalau mengacu pada Pedoman Jaksa Agung nomor 1 tahun 2019 tentang tuntutan pidana perkara tindak pidana korupsi, yang dimaksudkan jadi acuan penuntut umum dalam menentukan tuntutan pidana perkara korupsi dengan tetap memperhatikan prinsip keadilan dan kemanfaatan.
Terdakwa dituntut dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 7 tahun, tergantung pada persentase pengembalian kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh terdakwa, untuk kategori kerugian keuangan negara Rp 750 juta hingga Rp 1 Milliar.
Afriansyah pun menyayangkan minimnya hasil dari proses hukum atas perkara korupsi Pasar Tanjung Bungur senilai Rp 1.061.233.105,09 yang digarap oleh Kejari Tebo.
“Ya kalau seperti ini, gimana Tebo mau bersih dari praktik Korupsi?” ujarnya.
Sebagai bentuk dukungan terhadap pemerintahan yang bersih dari korupsi, sosok aktifis ini pun mengaku akan segera melaporkan oknum-oknum JPU Kejari Tebo yang menyidangkan perkara ini pada Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung.
“Segera kita laporkan, ini sebagai bentuk perjuangan kita menekan angka korupsi di kampung halaman kita Kabupaten Tebo,” katanya.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Tujuh Terdakwa Korupsi Pasar Tanjung Bungur Divonis 1 Tahunan
DETAIL.ID, Jambi – Tujuh terdakwa perkara korupsi pembangunan Pasar Tanjung Bungur TA 2023 di Muara Tebo akhirnya menjalani sidang putusan di PN Jambi pada Rabu, 17 Desember 2025.
Dalam perkara korupsi yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp Rp 1.061.233.105,09 sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Majelis Hakim berpendapat bahwa para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sebagaimana dakwaan subsidair penuntut umum, Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Nurhasanah, selaku Pengguna Anggaran (PA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang menjabat Kadis Perindagnaker pada perkara ini divonis selama 1 tahun penjara, dengan denda Rp 50 juta subsidair 1 bulan kurungan penjara.
Kemudian, Edy Sopyan selaku Pejabat Pembuat Surat Perintah Membayar (PPSPM) yang menjabat Kabid Perdagangan, divonis 1 tahun 3 bulan serta denda Rp 50 juta subsidair 1 bulan.
Vonis serupa juga dijatuhkan majelis hakim pada Rahmad Solihin selaku pihak yang menerima pengalihan pekerjaan dari pelaksana CV Karya Putra Bungsu. Namun Rahmad juga dikenai pidana tambahan berupa uang pengganti senilai Rp 417 juta.
Dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan dalam 1 bulan setelah perkara ini berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa untuk memulihkan kerugian keuangan negara. Jika harta benda tidak mencukupi maka diganjar dengan pidana penjara 8 bulan.
Sementara Dhiya Ulhaq Saputra, selaku Direktur CV Karya Putra Bungsu divonis 1 tahun dengan denda Rp 50 juta, subsidair 1 bulan. Dengan pidana tambahan berupa denda sebesar Rp 36 juta, subsider 2 bulan.
Adapun 3 terdakwa lainnya, yakni Paul Sumarsono, Haryadi, dan Harmunis juga mendapat vonis serupa. Terdakwa Haryadi mendapat pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 29 juta subsidair 1 bulan. Sementara Harmunis dapat pidana pengganti terbesar yakni Rp 578 juta subsidair 3 bulan.
“Saudara semua punya hak untuk pikir-pikir selama 7 hari, apakah menerima atau mengajukan banding,” ujar Ketua Majelis Hakim, Syafrizal Fakhmi, usai membacakan putusan.
Terhadap putusan tersebut para terdakwa ada yang menerima, juga ada yang menyatakan pikir-pikir. Sementara JPU Kejari Tebo, menyatakan pikir-pikir atas putusan para terdakwa tersebut.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Sidang Perdana Thawaf Aly Ricuh, Kuasa Hukum Ajukan Keberatan Atas Bukti Nihil
DETAIL.ID, Muara Sabak – Sidang perdana perkara pidana dengan terdakwa Thawaf Aly digelar di Pengadilan Negeri Sabak pada Rabu, 17 Desember 2025. sidang berupa pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sabak.
JPU Kamila Delima dalam dakwaannya menjerat Thawaf Aly dengan Pasal 363 ayat 1 ke-4 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencurian dengan pemberatan. Selain itu, JPU juga menyusun dakwaan alternatif Pasal 480 ayat 1 dan 2 KUHP.
Thawaf Aly dikenal sebagai aktivis petani yang telah lama mendampingi masyarakat dalam konflik agraria, baik di sektor kehutanan maupun non-kehutanan.
Dalam persidangan tersebut, terdakwa didampingi oleh 13 orang pengacara, di antaranya pengacara senior Suratno bersama Agus Elfandri dan tim.
Sidang sempat berlangsung ricuh usai JPU membacakan dakwaan. Tim kuasa hukum terdakwa menyampaikan keberatan karena menilai persidangan tidak didukung bukti yang jelas.
“Sidang sudah dibuka oleh Hakim Ketua, namun kami belum melihat bukti berupa sporadik atau Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Sucipto atau ayahnya, Hary Chandra, yang seharusnya diunggah di sistem E-Berpadu,” ujar Ihsan, SH.
Keberatan tersebut diperkuat oleh R Siregar yang menyatakan bahwa tanpa kehadiran bukti surat, persidangan menjadi tidak jelas dan tidak terang.
Sementara itu, Azhari secara tegas menyatakan bahwa sidang seharusnya tidak dapat dilanjutkan. Ia merujuk pada informasi dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jambi dalam perkara nomor 111/Pid.B/2025/PN-PJT yang mencantumkan status barang bukti nihil.
“Jika barang bukti nihil, maka saksi tidak bisa mengidentifikasi atau melihat apa pun. Untuk itu, sidang ini seharusnya dihentikan,” ujar Azhari.
Menanggapi perdebatan tersebut, majelis hakim memutuskan agar seluruh keberatan dan dalil dari tim kuasa hukum dituangkan secara resmi dalam nota eksepsi. Sidang kemudian ditunda dan akan dilanjutkan pada Selasa, 13 Januari 2026, dengan agenda pembacaan eksepsi dari pihak terdakwa.
Reporter: Juan Ambarita

