Medan – Pernah mendengar istilah ORI dan SUKRI? ORI adalah akronim dari Obligasi Ritel Indonesia, sementara SUKRI adalah Sukuk Ritel Indonesia.
“ORI dan SUKRI adalah bagian dari Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan Pemerintah untuk membiayai anggaran negara,” kata Kepala PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Perwakilan Sumut, Muhamad Pintor Nasution.
Hal itu ia katakan kepada para wartawan di Kota Medan, Jumat 18 Agustus 2023, terkait manfaat dan perkembangan ORI dan SUKRI yang telah beberapa kali diluncurkan Pemerintah.
Ia menjelaskan, SBN menjadi instrumen investasi bagi pemegangnya atau investor, dengan memberikan keuntungan atau imbal hasil.
SBN, kata Pintor, terdiri atas berbagai jenis yang dibedakan berdasarkan mata uang dan target investornya, serta cara penawarannya.
Ia mengingatkan kalau belum lama ini sejumlah bank menawarkan ORI seri ORI 023 yang masa penawarannya sudah ditutup beberapa waktu yang lalu.
Sebelumnya, kata Pintor, pemerintah juga melalui para agen penjual yaitu sejumlah bank dan perusahaan sekuritas juga menawarkan ORI seri sebelumnya dan Sukuk Ritel (SUKRI) atau ORI yang berbasis syariah.
ORI dan SUKRI, kata Pintor, dibuat untuk investor ritel atau individu dalam mata uang rupiah.
Sementara itu, ucapnya, jenis lainnya diterbitkan pula SBN untuk investor institusi baik di dalam negeri maupun luar negeri, dengan dua jenis mata uang, SBN rupiah dan SBN valuta asing (valas).
“ORI pertama kali diterbitkan tahun 2006. Setiap tahun pemerintah bisa beberapa kali menerbitkan ORI. Itu sebabnya, sejak tahun 2006 hingga akhir Juli 2023, terdapat 23 seri ORI yang diterbitkan,” katanya.
Ia meyakinkan masyarakat kalau peluncuran ORI bertujuan untuk memberi kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk bisa membeli langsung obligasi negara (surat utang).
“Dan ORI dapat dijual kembali di pasar sekunder,” ucap Pintor.
Oleh karena itu, ujarnya, ketika investor menjual kepemilikan ORI, maka sang investor bisa mendapatkan potensi capital gain atau loss.
Akan tetapi, tambah Pintor, capital gain atau loss tidak akan terjadi kalau investor tidak menjual kepemilikan ORI, atau dengan kata lain terus memegang sampai jatuh tempo yang telah ditentukan.
Karena dibuat khusus untuk investor individu, investor dapat membeli ORI dengan minimal denominasi yang relatif kecil, mulai dari Rp 1 juta hingga maksimal Rp 2 miliar.
“Sementara SBN untuk investor institusi umumnya ditawarkan dengan minimal pembelian Rp 1 miliar,” ujarnya.
Ia bilang kupon ORI bersifat tetap dan dibayar tiap bulan. Dan, ujarnya, sebagai instrumen investasi, ORI dapat diperjualbelikan di pasar sekunder.
“Artinya, investor yang membeli ORI tidak harus memegangnya hingga jatuh tempo, tetapi bisa menjualnya di pasar,” kata dia.
Lalu mengenai SUKRI, Pintor katakan kalau secara umum memiliki kemiripan dengan ORI, akan tetapi berbasis syariah.
SUKRI dijual kepada investor individu melalui agen penjual dengan pembelian minimal Rp 5 juta dan imbalannya bersifat tetap yang dibayar tiap bulan.
Sebagai instrumen investasi, SUKRI juga dapat diperjualbelikan di pasar sekunder. SUKRI pertama kali diterbitkan tahun 2009 dan saat ini sudah terbit sebanyak 18 seri.
Di sisa tahun 2023 ini, kata Pintor, Pemerintah berencana menerbitkan satu ORI dan satu SUKRI lagi, yakni Sukuk Ritel seri SR019 yang akan ditawarkan pada pertengahan Agustus hingga pertengahan September 2023.
“Kemudian, ORI 024 pada awal Oktober sampai awal November 2023,” ujarnya.
Selain berpotensi meraih keuntungan dalam bentuk capital gain dan bagi hasil atau kupon bunga, ORI dan SUKRI tentu memiliki risiko investasi, seperti produk investasi lainnya.
“Salah satu risiko berinvestasi ORI dan SUKRI adalah risiko gagal bayar. Namun risiko ini hampir tidak ada karena pembayaran pokok dan imbalan dijamin oleh negara dan undang-undang,” tutur Pintor.
“Yang mungkin terjadi adalah risiko kerugian atau capital loss yang dapat terjadi apabila Investor menjual ORI atau SUKRI di pasar sekunder sebelum jatuh tempo pada harga jual yang lebih rendah dari harga belinya,” ujar Pintor.
Nah, cara untuk memitigasi risiko ini adalah dengan tidak menjual ORI sampai dengan jatuh tempo dan hanya menjualnya jika harga jual (pasar) lebih tinggi daripada harga beli setelah dikurangi biaya transaksi.
Ketika harga pasar ORI dan SUKRI turun, Pintor menyarankan agar investor tetap mendapat kupon setiap bulan sampai kedua jenis surat utang negara ini jatuh tempo.
“Investor juga tetap menerima pelunasan pokok 100 persen ketika ORI dan SUKRI jatuh tempo,” kata dia.
Selain itu, ia menyebutkan para investor bisa menjaminkan ORI dan SUKRI dalam pengajuan pinjaman ke bank umum, lembaga keuangan lainnya, sebagai jaminan dalam transaksi efek di pasar modal.
Reporter: Heno
Discussion about this post